Dunia Mahasiswa adalah Dunia Menulis
Oleh Ngainun
Naim
Anda yang berstatus mahasiswa
boleh tidak setuju dengan judul tulisan ini. Tetapi coba endapkan rasa, bangun
spirit berpikir positif, dan lakukan analisis secara obyektif. Jika ini Anda
lakukan sangat mungkin Anda akan menyetujuinya. Jika Anda tetap tidak setuju
juga tidak apa-apa.
Sesungguhnya kuliah sejak awal
sampai akhir selalu berhubungan dengan aktivitas menulis, mulai dari membuat
makalah, meresume sampai menulis tugas akhir. Karena itulah keterampilan
menulis penting dimiliki oleh mahasiswa. Mahasiswa yang tidak atau kurang
memiliki keterampilan menulis akan menghadapi hambatan dalam perjalanan
kuliahnya.
Realitasnya tampaknya memang
belum terlalu menggembirakan, setidaknya di kampus IAIN Tulungagung tempat saya
mengabdikan diri. Keterampilan menulis belum dikuasai secara luas oleh
mahasiswa (dan--maaf—juga dosennya). Hanya beberapa persen saja yang memiliki
tradisi menulis.
Namun demikian kita tidak boleh
berkeluh-kesah dengan realitas tentang belum tumbuhnya tradisi menulis di IAIN
Tulungagung. Keluh-kesah tidak akan mengubah keadaan. Justru semakin
berkeluh-kesah keadaan akan semakin terpuruk. Keluh-kesah makin merumitkan
keadaan.
Kampanye menulis merupakan
salah satu sarana yang saya yakin cukup efektif untuk membangun kesadaran
menulis. Saya berkampanye dengan terus berusaha menulis catatan nyaris setiap
hari di facebook. Saya tidak ingin sekadar mengajak tetapi ingin memberi
contoh. Menulis itu memang bukan sekadar teori, tetapi yang lebih utama adalah
praktik.
Apakah kampanye saya ada
hasilnya? Saya tidak mau menjawabnya. Teman-teman yang merasa mendapatkan
inspirasi dari kampanye saya silahkan menjawabnya. Saya akan lebih berbahagia
jika kampanye saya diikuti bukti nyata berupa tulisan.
Saya sangat senang saat Jurusan Hukum Ekonomi Syariah (HES) IAIN
Tulungagung mengundang untuk bedah buku saya, The Power of Writing. Bagi saya, ini merupakan kesempatan emas untuk
berkampanye tentang dunia literasi. Melalui acara tersebut saya berharap
semakin banyak mahasiswa yang tertarik menekuni dunia menulis.
![]() |
Cover bukuku |
Acara berlangsung pada hari
selasa tanggal 17 Februari 2015. Secara umum acara berlangsung lancar. 200
kursi yang disediakan panitia hampir semuanya penuh terisi. Peserta juga
terlihat antusias menyimak acara sejak awal sampai akhir.
Materi yang saya sampaikan,
tentu saja, terkait dengan isi buku saya. Karena itu, saya tidak akan
mengulasnya di catatan ini. Silahkan teman-teman merujuk langsung ke buku saya.
Pada catatan ini saya ingin menulis topik yang diulas oleh pembanding, yaitu
Dr. Kutbuddin Aibak, S.Ag., M.H.I.
Secara meyakinkan Dr. Aibak
mengajak seluruh peserta untuk menulis. Menurut Dr. Aibak, menulis itu bukan
soal bakat atau bukan, tetapi soal bagaimana mau melakukannya secara
terus-menerus. Karena itulah seorang penulis yang baik selalu menyediakan alat
perekam ide di dekatnya. Alat perekam itu bisa berupa pulpen-kertas (klasik),
atau HP, tabled, iPAD, dan BB (modern). Saat ide muncul sesegera mungkin diikat
dengan menulis di alat perekam yang telah tersedia tersebut.
Setelah ide direkam, Dr. Aibak
memberikan tips tentang cara menulis yang baik. Doktor muda lulusan UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta dan penulis sejumlah buku tersebut menyarankan untuk; (1)
banyak belajar. Penulis yang baik selalu dan terus belajar tanpa kenal lelah.
Melalui cara semacam ini keterampilan menulis bisa diperoleh.
(2) Abaikan aturan main. Di
paper yang dibagikan kepada peserta bedah buku, Dr. Aibak menulis, "Bagi
seseorang yang masih dan mulai belajar menulis, maka ada baiknya (harus)
mengabaikan semua syarat tata cara penulisan yang benar. Menulislah sebisanya,
mengalir saja, dan jangan terbebani oleh aturan-aturan".
Coba Anda cermati saran Dr.
Aibak tersebut. Terlihat betapa saran tersebut cukup aktual dan operatif. Salah
satu hambatan menulis adalah "takut". Rasa "takut" ini
harus diatasi. Caranya adalah dengan mengikuti saran di atas.
(3) Banyak membaca. Membaca menjadi modal penting menulis. Apa yang kita tulis sesungguhnya merupakan akumulasi
pengetahuan yang kita baca. Semakin banyak membaca semakin besar modal kita
untuk menghasilkan tulisan yang baik.
(4) Bertanya/diskusi. Penulis
yang baik adalah yang sering diskusi. Diskusi adalah media produktif untuk
menumbuhsuburkan tradisi menulis. Karena itu, manfaatkanlah diskusi untuk
meningkatkan mutu tulisan.
dunia mahasiswa adalah menulis, dunia dosen adalah berkampanye pada mahasiswa untuk mau menulis termasuk kampanye terhadap diri sendiri untuk selalu menulis, betul begitu pak? :-)
BalasHapusYa, saya kira begitu mas. Mari giatkan menulis. Insyaallah bermanfaat.
BalasHapusSetuju, memang sejak awal sampe akhir mahasiswa ga akan lepas dari yg namanya tugas menulis. Tapi jujur, saya aja jadang masih suka susah nulis kalau udah berhubungan dengan hal2 scientific jurusan. Kebiasaan nulis di blog pak :D
BalasHapusTerima kasih Mas Ridha Tantowi. Yang penting kita menulis. Soal pilihan tema, tentu disesuaikan dengan minat. Salam.
HapusBagaimana cara mengatasi masalah menyalurkan ide-ide kita yg berantakan ke dalam kalimat-kalimat, hingga tulisan kita jadi enak dibaca pak??
BalasHapusCaranya dengan menulis setiap hari. Ya, harus setiap hari walaupun mungkin hanya dengan satu paragraf. Menulis yang dilakukan setiap hari akan melatih kita membuat kalimat secara baik. Anda bisa membaca buku The Power of Writing yang saya tulis. Di buku itu saya telah menguraikan panjang lebar strategi menulis agar kalimat menjadi enak dibaca. Salam.
Hapus