Pengembangan Teori dan Kritik Metodologi
Oleh Ngainun Naim
Sebuah
keberkahan mendapatkan kesempatan mengikuti kuliah Metodologi Penelitian
dari Prof. Dr. H.M. Atho Mudzhar. Ada banyak ilmu tentang penelitian yang saya
peroleh. Pemaparan beliau berkaitan dengan Pengembangan Teori dan Kritik
Metodologi. Catatan sederhana ini tentu tidak mampu merekam semua pemaparan
beliau. Hanya sebagian saja yang mampu saya catat untuk kemudian saya tulis di
sini.
Menurut
Prof. Atho, salah satu indikator ilmu berkembang adalah teori dalam ilmu itu
bertambah. Jika teori semakin bertambah dalam sebuah bidang ilmu maka ilmu
tersebut berkembang semakin pesat. Jika teori tetap atau kurang berkembang maka
ilmu tersebut kurang atau tidak berkembang. Teori itu bukan data melainkan
abstraksi data.
Teori merupakan bagian dari
substansi suatu ilmu dan sekaligus sebagai alat dari ilmu yang berfungsi untuk:
(1) to define the major orientation of a science, by defining the kinds of data
which are to be abstracted; (2) to offer a conceptual scheme by which the
relevan phenomena are systematized, classified, and interrelated; (3) to
summarize facts into empirical generalizations and systems of generalizations;
(4) to predict facts; (5) to point to gaps in our knowledge.
Sebuah
penelitian, demikian Prof. Atho, dalam kaitannya dengan teori, pada dasarnya melakukan
salah satu dari tiga hal, yaitu: (1) menambah teori baru (inovasi), (2) falsifikasi,
dan (3) modifikasi terhadap teori yang ada.
Ada satu
hal penting yang beliau tegaskan pada sebuah penelitian, yaitu posisi
penelitian. Penelitian, tesis, atau disertasi banyak yang lemah pada aspek
kajian terdahulu. Menurut Prof. Atho, fungsi dari kajian terdahulu adalah: (1)
memetakan apa yang telah diteliti; (2) memetakan apa yang belum diteliti; (3)
meletakkan posisi di mana penelitian kita; (4) persamaan dan perbedaan
penelitian kita dengan penelitian yang lain; dan (5) meletakkan kontribusi
terhadap ilmu pengetahuan.
Lebih
lanjut beliau menjelaskan tentang 3 jenis ilmu, yaitu ilmu alam, ilmu budaya,
dan ilmu sosial. Ilmu alam mengamati terhadap keteraturan gejala alam
sehingga melahirkan hukum alam. Ilmu budaya hanya mendeskripsikan. Dan ilmu
sosial mendeskripsikan terhadap keteraturan gejala sosial, tetapi
keteraturan itu tidak disebut sebagai hukum, tetapi disebut sebagai teori.
Hukum itu sifatnya
lebih ajek, meskipun dapat dibatalkan atau dibantah oleh penelitian yang
selanjutnya. Teori itu lebih kokoh dari hipotesis tetapi lebih rendah
dari hukum. Dan hipotesis adalah pernyataan tentatif sebelum penelitian
dan setelah penelitian disebut sebagai teori. Ketiganya perbedaannya terletak
pada tingkat kepercayaan.
Pada bagian lain beliau juga
menjelaskan tentang grounded research (GR). Menurut Prof. Atho, grounded
research itu menerapkan metode perbandingan constant atas data yang
muncul sehingga melahirkan hipotesa. Jadi,
hipotesa dibangun dari lapangan. GR muncul dari tradisi antropologi.
Beliau
juga menjelaskan tentang fakta dan realitas. Fakta ada yang sesuai dengan
realitas dan ada yang tidak sesuai dengan realitas. Fungsi fakta
terhadap teori ada beberapa, tetapi yang bisa saya catat adalah: (1) facts help
to initiate theories; (2) facts lead to the reformulation of existing theories.
Pada bagian akhir beliau
menjelaskan tentang empat bentuk analisa data, yaitu: (1) mengurai-urai; (2)
membanding-bandingkan; (3) mengelompok-keleompokkan atau mengklasifikasikan;
dan (4) menghubung-hubungkan antar variavel atau lebih.
Sebenarnya
masih ada banyak lagi materi yang beliau sampaikan. Diskusi juga berlangsung
secara intensif dan hidup. Tetapi saya hanya bisa mencatat beberapa hal ini
saja. Semoga catatan sederhana ini ada manfaatnya. Amin.
Ciputat, 28 Juli 2016.
Materi Prof Atho memang selalu bagus dan menarik, terima kasih Pa Naim atas catatannya.
BalasHapusSama-sama Mas R. Helmi.
BalasHapusSerasa mendapatkan kuliah beliau lg, mksh prof atas catatannya.
BalasHapusSehat selalu Prof. Atho', sukses selalu pak Naim
BalasHapus