Wesel Pos
Ngainun
Naim
![]() |
Sumber gambar: www.erwinb.wordpress.com |
Pulang
kampung dan berbincang dengan Bapak pada suatu liburan membuat kami bercerita
tentang perjalanan hidup keluarga sederhana kami. Suka duka mewarnai jejak
panjang dinamika kehidupan. Bapak menasihatiku untuk terus memanjatkan rasa
syukur. Anugerah Allah sungguh tiada tara pada kehidupan kami sekeluarga.
Tiba-tiba
perbincangan mengarah ke aktivitas yang dulu aku jalani dengan tertatih-tatih,
yaitu menulis. Saat awal-awal menekuni dunia menulis, Aku tidak memiliki mesin
ketik. Sebuah tulisan harus aku tulis tangan dulu. Jika sudah selesai baru aku
ke Balai Desa untuk meminjam mesin ketik dan mengetiknya di sana juga. Pernah
suatu ketika saat mengetik baru separo halaman, mesin ketik diminta oleh
perangkat desa karena ada tugas kedinasan.
Begitulah
sebagian kecil perjalanan kepenulisanku. Karena belum memiliki mesin ketik, aku
harus meminjam ke beberapa tempat. Selain Balai Desa, tempat yang aku pakai
meminjam adalah rumah seorang famili, kantor senat, dan beberapa tempat
lainnya.
Butuh
perjuangan keras hingga artikel demi artikel yang aku tulis bisa dimuat media
massa. Artikel pertamaku dimuat Harian Surya Surabaya pada 22 Oktober 1996.
Tulisanku baru dimuat setelah ditolak lebih dari 20 kali. Setelah itu, beberapa
tulisanku mulai dimuat di media yang lainnya.
Aspek
yang menarik adalah honorarium untuk setiap tulisan dikirim secara manual ke
alamatku, yaitu Desa Sambidoplang Sumbergempol Tulungagung. Wesel pos dalam
bentuk kertas coklat mirip karton itu begitu mengesankan. Aku ingat pernah
menyimpan puluhan atau mungkin ratusan potongan wesel itu. Sayang, Aku tidak
menemukan jejaknya lagi.
Kini
orang menulis di media massa honornya langsung ditransfer. Tetapi wesel pos
tetap merupakan bagian penting dari perjalananku menulis.
Inspiratif, izin share
BalasHapusTerima kasih. Silahkan. Semoga bermanfaat.
Hapus