Wesel Pos

Mei 16, 2019

Ngainun Naim
Sumber gambar: www.erwinb.wordpress.com

Pulang kampung dan berbincang dengan Bapak pada suatu liburan membuat kami bercerita tentang perjalanan hidup keluarga sederhana kami. Suka duka mewarnai jejak panjang dinamika kehidupan. Bapak menasihatiku untuk terus memanjatkan rasa syukur. Anugerah Allah sungguh tiada tara pada kehidupan kami sekeluarga.
Tiba-tiba perbincangan mengarah ke aktivitas yang dulu aku jalani dengan tertatih-tatih, yaitu menulis. Saat awal-awal menekuni dunia menulis, Aku tidak memiliki mesin ketik. Sebuah tulisan harus aku tulis tangan dulu. Jika sudah selesai baru aku ke Balai Desa untuk meminjam mesin ketik dan mengetiknya di sana juga. Pernah suatu ketika saat mengetik baru separo halaman, mesin ketik diminta oleh perangkat desa karena ada tugas kedinasan.
Begitulah sebagian kecil perjalanan kepenulisanku. Karena belum memiliki mesin ketik, aku harus meminjam ke beberapa tempat. Selain Balai Desa, tempat yang aku pakai meminjam adalah rumah seorang famili, kantor senat, dan beberapa tempat lainnya.
Butuh perjuangan keras hingga artikel demi artikel yang aku tulis bisa dimuat media massa. Artikel pertamaku dimuat Harian Surya Surabaya pada 22 Oktober 1996. Tulisanku baru dimuat setelah ditolak lebih dari 20 kali. Setelah itu, beberapa tulisanku mulai dimuat di media yang lainnya.
Aspek yang menarik adalah honorarium untuk setiap tulisan dikirim secara manual ke alamatku, yaitu Desa Sambidoplang Sumbergempol Tulungagung. Wesel pos dalam bentuk kertas coklat mirip karton itu begitu mengesankan. Aku ingat pernah menyimpan puluhan atau mungkin ratusan potongan wesel itu. Sayang, Aku tidak menemukan jejaknya lagi.
Kini orang menulis di media massa honornya langsung ditransfer. Tetapi wesel pos tetap merupakan bagian penting dari perjalananku menulis.

2 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.