Menulis Buku Itu Mudah
Ngainun
Naim
Saya belum
pernah sekalipun bertemu muka dengan M. Iqbal Dawami. Komunikasi dengan beliau
saya jalin melalui facebook dan WA. Meskipun belum pernah bertemu, rasanya saya
akrab dengan beliau. Semoga perasaan ini tidak salah.
M. Iqbal Dawami merupakan
penulis berkarakter. Ketika saya menempuh kuliah di UIN Sunan Kalijaga pada
tahun 2000-an, namanya sering saya baca di media massa. Artikel dan resensi
bukunya cukup sering dimuat di berbagai media. Namanya bertengger di berbagai
media massa bersama para penulis muda dari IAIN Sunan Kalijaga.
Suatu ketika saya sedang
berbelanja buku di Social Agency yang letaknya di timur UIN Sunan Kalijaga.
Saat di lantai dua, saya membaca sebuah buku tentang menulis. Judulnya The Miracle of Writing terbitan Leutika
Yogyakarta. Nama penulisnya M. Iqbal Dawami. Saya baca buku itu diberi kata
pengantar oleh Hernowo.
Jujur saya sangat kagum.
Penulis ini hebat. Kata pengantarnya saja dari penulis yang terkenal dengan
jargonya “Mengikat Makna”. Tentu bukunya sangat bagus.
Saya buka buku itu
pelan-pelan. Saya baca bagian demi bagian. Setelah tamat saya kembalikan. Saya
tidak membelinya. Maklum, uang sangat terbatas. Sebagai mahasiswa yang sudah
berkeluarga, saya harus berhemat.
Lama saya tidak mengetahui
penulis muda ini sampai kemudian kami berteman via facebook. Komunikasi pun
berlangsung via fb dan WA. Saya membeli beberapa bukunya yang terbit. Termasuk
buku terbarunya ini, Ubahlah Duniamu.
Buku ini diterbitkan oleh
penerbit yang digawanginya, yaitu Maghza. Penerbit yang diambil dari nama
anaknya. Penerbit ini tampaknya berkembang baik. Paling tidak itu yang saya amati
dari laman facebook penulis yang kini bermukim di Pati, Jawa Tengah tersebut.
Buku Ubahlah Duniamu sudah saya khatamkan beberapa hari setelah tiba di
bulan Desember 2019. Saya membacanya sedikit demi sedikit. Beberapa hal penting
saya catat. Setelah menyelesaikan pembacaan buku tersebut, saya menyimpulkan
bahwa menulis buku sebagaimana yang ditulis oleh M. Iqbal Dawami itu ternyata
mudah. Kesimpulan ini saya peroleh setelah mencermati bagian demi bagian.
Selain itu, ada beberapa hal
yang bisa saya ambil sebagai kesimpulan. Pertama,
banyak penulis—khususnya penulis pemula—yang menghadapi persoalan serius
saat mengawali proses menulis. Problem utamanya adalah mau menulis apa. Jika
tidak ada yang ditulis, tentu tulisan tidak lahir. Cerita selesai.
Bagi pembaca sekalian yang
ingin bisa menulis buku, bacalah buku ini. Tentu Anda juga bisa membaca
buku-buku lain yang sejenis. Buku ini bisa menjadi eksemplar tentang menulis
buku dari bahan sederhana. Konon, cara terbaik belajar adalah dengan mencontoh.
Bacalah bagian demi bagian buku ini. Amati dan kemudian kembangkan sesuai dengan
kondisi Anda. Jika Anda konsisten, Insyaallah Anda akan memiliki sebuah buku.
Kedua,
ada
kesan yang umum berkembang bahwa menulis buku itu sulit. Hanya kalangan ilmuwan
saja yang bisa melakukannya. Bayangan membuat buku biasanya mengarah pada buku
ilmiah yang harus mengikuti tata aturan baku yang ketat lengkap dengan daftar
referensi yang kuat.
Bayangan ini tentu saja tidak
salah. Meskipun demikian perlu dipahami bahwa buku itu banyak model dan
jenisnya. Tidak semua buku harus semacam itu. Ada buku jenis lain yang jika
kita mau berusaha mewujudkannya, tidak membutuhkan energi sebesar buku-buku
ilmiah.
Buku karya M. Iqbal Dawami ini
contohnya. Buku ini memuat catatan-catatan ringan tentang berbagai hal dalam
kehidupan penulisnya. Ada catatan tentang bagaimana penulisnya melakukan sebuah
aktivitas. Tidak banyak. Masih banyak catatan ini karena isinya hanya tiga
paragraf. Ada cerita tentang bagaimana penulisnya merefleksikan isi sebuah
buku. Ada juga tulisan lamunan penulisnya. Dan banyak lagi yang lainnya.
Secara tidak langsung penulis
buku ini mengajarkan bahwa menulis buku itu bisa mengambil apa pun dari sisi
kehidupan. Status facebook yang diolah lalu dikumpulkan juga bisa menjadi buku.
Kumpulan renungan kehidupan yang diberi penjelasan tiga sampai empat paragraf
juga bisa menjadi buku. Intinya apa pun bisa diolah menjadi buku.
Ketiga,
menulis
secara “mencicil”. Sebuah buku tidak harus diselesaikan dengan sekali duduk.
Memang bisa saja seseorang menulis secara fokus sebuah buku dalam waktu
tertentu. Model menulis semacam ini memang bagus dan akan bisa membuat sebuah
tulisan cepat selesai. Bagi yang memiliki waktu luang banyak, tentu model ini
bisa dipilih.
Bagaimana dengan mereka yang
waktunya terbatas? “Mencicil” adalah strategi menulis yang bisa dipilih. Bahan
buku ditulis sedikit demi sedikit. Namun dalam praktiknya harus rutin dan
konsisten. Usahakan setiap hari menulis isi buku walaupun hanya dua paragraf.
Jika tidak rutin ya tetap tidak akan selesai. Dalam waktu tertentu, buku pasti
selesai.
Mari kita bermain pengandaian.
Jika Anda hanya memiliki waktu menulis 20 menit setiap hari dan dalam waktu ini
Anda mampu menulis katakan 2-3 paragraf maka dalam 5 bulan sebuah buku sudah
selesai ditulis. Sebulan berikutnya dipakai untuk mengedit tulisan. Setengah
tahun persis naskah buku siap dikirim ke penerbit.
Jika ingin contoh bacalah buku
M. Iqbal Dawami ini. Buku ini adalah hasil ketekunan penulisnya yang menulis
sedikit demi sedikit. Kumpulan tulisan ini pun bisa menjadi buku yang menarik.
Saya berusaha meniru model
menulis yang sedikit demi sedikit ini. Catatan ini juga menerapkan metode
mencicil. Saya menulisnya dalam enam kali kesempatan.
Keempat,
facebook
adalah folder atau file untuk tulisan kita. Jadikan facebook atau jejaring
sosial lainnya sebagai sarana menyimpan tulisan kita. Isilah jejaring sosial
dengan tulisan yang diproyeksikan sebagai bahan buku. Pemanfaatan jejaring
sosial ini lebih efektif dan bermanfaat daripada jejaring sosial dipakai
sekadar untuk menampung foto-foto kita. Buku M. Iqbal Dawami ini sebagian besar
berasal dari status fb beliau. Jika tidak percaya silahkan kunjungi laman
beliau. Anda akan menemukan sebagian isi buku ini di sana. Tentu setelah diperbaiki
dan disempurnakan.
Itulah beberapa catatan saya
setelah membaca buku karya M. Iqbal Dawami ini. Buku sederhana namun sarat
makna. Buku yang—menurut saya—memberikan banyak energi pencerahan. Selamat
membaca, serap energinya, dan ambil pelajaran di dalamnya.
Penuh makna...dan sangat inspiratif pak...
BalasHapusTerima kasih.
HapusBoleh dicoba pak.
BalasHapusHarus dicoba. Kumpulan tulisan di blog jika jumlahnya 25-30 bisa dikumpulkan, diberi judul, dibuatkan kata pengantar, daftar isi. Itu sudah jadi buku.
HapusMenulis memang harus dimulai. Jika tidak pernah menulis, untuk menentukan sulit tidaknya pun kita tidak punya dasar hehehe.
BalasHapusYa. Jangan hanya berteori atau berpikir, tetapi segera menulis.
HapusSaya mengingat ungkapan Bapak Naim, bahwa menulis itu praktik. Terima kasih pencerahannya Bapak.
BalasHapusTeori penting, tetapi praktik adalah kunci untuk menghasilkan tulisan
Hapusmakasih yi......
BalasHapusSami-sami
Hapusmakasih yi......
BalasHapusInsya Allah pak nanti dicari bukunya
BalasHapusok Bu
HapusBaru mau mssuk cicilan ke tiga, terimakasih ilmunya
BalasHapusSama-sama
HapusSangat menginspirasi Pak
BalasHapusMantap pak,
BalasHapusMudah juga sepertinya
BalasHapusKarena sy blm pengalaman jd sulit nggih pak...
Tulisan yang selalu memotivasi
Terima kasih pak dosen...
Tulisan dari catatan yg benar benar menggelitik untuk mencoba dan membuktikannya. Trima kasih
BalasHapusStrategi ini sy pakai waktu menyusun disertasi (menyicil tulisan) yang penting setiap hr ada yg ditulis. Ini berlanjut sampai sekarang. Semoga sll istiqamah. Thanks pak.
BalasHapusTrimakasih inspirasinya Ustadz, siap mencari bukunya. Dan memantapkan niat menghilangkan rasa minder menulis dan memulai menulis
BalasHapus