Kebudayaan dan Masa Depan Bangsa

Februari 22, 2020

Resensi sederhana ini dimuat di Harian Bhirawa edisi 6 Februari 2020
 

Judul: Sense of Culture (Spektrum Pemikiran dalam Pemajuan Kebudayaan)
Penulis: Ng. Tirto Adi MP
Penerbit: Nizamia Learning Center, Sidoarjo
Cetakan: Januari 2020
Tebal: xxiii+212 halaman
ISBN: 9786237588603
Peresensi: Ngainun Naim *
Pegiat Literasi. Dosen IAIN Tulungagung.

Kebudayaan merupakan penentu kemajuan sebuah bangsa. Bangsa-bangsa yang maju telah merumuskan strategi kebudayaan secara matang. Hal ini memungkinkan mereka menghadapi berbagai tantangan yang paling kompleks sekalipun. Sementara negara yang belum memiliki strategi kebudayaan secara mapan akan terombang-ambing oleh arus perubahan yang semakin deras.
Indonesia tampaknya belum memiliki strategi kebudayaan yang mapan. Wajar jika berbagai persoalan terus saja muncul seolah tanpa henti. Selain itu, sebagian besar masyarakat—juga para pemimpinnya—tidak menyadari signifikansi kebudayaan. Jangankan dirumuskan strateginya, diperhatikan pun tidak.
Realitas semacam ini tentu sangat disayangkan dan menggelisahkan. Salah seorang yang gelisah itu adalah Tirto Adi. Kegelisahan itu dituangkan dalam artikel demi artikel yang dimuat di berbagai media. Keseriusan Tirto Adi terlihat pada jeda waktu yang sedemikian panjang dalam menulis.
Bayangkan, sejak tahun 1990 ia telah menulis artikel dengan konteks kebudayaan. Puluhan artikelnya itu kemudian dikumpulkan menjadi buku. Tentu ini merupakan suatu hal istimewa. Tidak banyak orang bertahan menekuni dunia menulis sekian puluh tahun. Tirto Adi, karena itu, merupakan penulis istimewa dan unik.
Istimewa karena posisinya sebagai birokrat. Sangat jarang birokrat yang begitu konsisten menekuni dunia literasi dan menyebarkan virusnya tanpa henti. Ia juga menciptakan Mars Literasi. Unik karena tulisan-tulisannya tidak jarang melakukan kritik konstruktif, bahkan terhadap birokrasi sendiri. Namun ia mengemasnya secara santun.
Bagi Tirto Adi, literasi itu merupakan salah satu kunci kemajuan. Wajar jika ia begitu getol menjadikan literasi bukan sekadar wacana atau slogan melainkan sebagai kebudayaan. Literasi telah menjadi energi hidup yang tidak pernah henti. Aktivitas, pemikiran, dan gagasannya terkait literasi sungguh luar biasa. Buku ini adalah bukti nyata bagaimana Tirto Adi berjuang dengan teladan.
Menjadikan literasi sebagai kebudayaan membutuhkan perjuangan yang panjang jika ingin menjadi kebudayaan. Segenap tantangan harus ditundukkan. Tidak ada kata berhenti karena literasi sesungguhnya kerja sepanjang masa.
Guru merupakan kunci penting dalam pembudayaan literasi. Sayang, banyak guru yang tidak bisa menjadi teladan dalam literasi. Tulisan dengan judul “Menggugah Kreativitas Guru Bahasa” memberikan kritik fundamental terhadap guru bahasa. Kelemahan menulis siswa disebabkan oleh—salah satunya—guru yang tidak memberikan contoh karya secara produktif. Guru yang menjadi teladan dalam menulis bisa menjadi motivasi siswa untuk terus berkarya. Hal ini sejalan dengan tuntutan kompetensi yang terkait langsung (inheren) dengan diri pribadi guru, yaitu keterampilan reseptif dan keterampilan produktif.
Kesungguhan Tirto Adi dalam memberi perhatian terhadap kebudayaan berangkat dari adalah kunci kemajuan masyarakat. Pak Tirto Adi berupaya membaca fenomena budaya yang ada, melakukan analisis kritis, dan kemudian menawarkan langkah-langkah rekonstruksi.
Buku ini memuat pembacaan kritis Tirto Adi atas berbagai fenomena kebudayaan yang ada di masyarakat. Salah satunya adalah budaya rekreatif. Semakin hari budaya rekreatif semakin mengakar kuat. Bukannya tidak boleh rekreasi, tetapi ketika rekreasi menjadi dominan maka kemajuan masyarakat akan sulit tercapai. Budaya rekreatif ditandai dengan —antara lain—senang memakai sebuah barang daripada memproduksi, suka menonton atau berkomentar daripada menjadi pemain, akrab dengan hiburan daripada pemikiran, lebih suka tradisi lisan daripada tradisi tulis [129]. Semestinya ada keseimbangan antara budaya rekreatif dengan budaya kreatif.

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.