Produktivitas Menulis dan Jebakan Plagiasi

Juni 27, 2020

Ngainun Naim


Menulis yang baik itu membutuhkan proses panjang. Dibutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk menghasilkan setiap tulisan. Kesabaran ini berkaitan dengan bagaimana bertahan dari segala godaan agar sebuah tulisan bisa selesai. Ketekunan berkaitan dengan bagaimana terus-menerus menulis sampai selesai. Sikap semacam inilah yang dibutuhkan agar seseorang mampu menjadi seorang penulis berkualitas.
Penulis berkualitas akan menghasilkan tulisan yang berkualitas. Tulisan berkualitas itu bukan tulisan asal tulis. Ia merupakan hasil akumulasi dari berbagai pertimbangan dan perenungan mendalam. Karena itu, penulis berkualitas tidak akan mengejar produktivitas dengan mengabaikan orisinalitas.
Orisinalitas menjadi aspek penting yang harus diperhatikan agar tidak terjebak pada plagiasi. Orisinalitas bukan berarti semua bagian dari sebuah tulisan murni karya sendiri, melainkan kejujuran untuk menyebutkan setiap bagian yang memang bukan miliknya sendiri. Kejujuran semacam ini yang seyogyanya menjadi pertimbangan utama, baru setelah itu mengejar produktivitas. Dengan demikian, produktivitas sebuah karya dapat terhindar dari jebakan plagiasi.
Jebakan plagiasi penting untuk menjadi pertimbangan karena sekarang ini ada kecenderungan orang begitu mudah melakukan plagiasi. Perilaku kurang terpuji dalam bentuk plagiat sangat banyak ditemukan. Bisa dalam bentuk makalah, artikel, bahkan isi blog.
Jika mau jujur dan dilakukan penelitian secara objektif, plagiat tampaknya semakin marak dilakukan, bahkan menjadi habitus. Kasus yang muncul di media massa hanyalah sebagian kecil dari realitas yang sesungguhnya. Jiplak-menjiplak untuk berbagai kepentingan, terutama kenaikan pangkat, menjadi fenomena yang semakin banyak dilakukan.
Kalangan intelektual, terutama yang menjadi dosen, dituntut untuk melakukan tugas intelektualnya dengan mengajar, meneliti, dan pengabdian kepada masyarakat. Hasil dari kerja intelektual tersebut kemudian ditulis dan dipublikasikan, baik secara terbatas maupun secara luas. Namun demikian, realitas menunjukkan bahwa kemampuan melakukan kerja-kerja intelektual dan menuliskan hasilnya ternyata masih belum berjalan optimal. Meneliti dan menulis merupakan ketrampilan yang tidak mudah dan sederhana. Sebab meneliti dan menulis merupakan ketrampilan yang perlu dilatih dan diasah secara terus-menerus. Hanya mereka yang terbiasa saja yang dapat melakukannya dengan baik. Sayangnya, kalangan dosen yang mampu melakukan hal ini hanya sebagian kecil saja. Padahal, seharusnya kalangan intelektual inilah yang menjadikan dunia menulis dalam berbagai media—surat kabar, majalah, jurnal, buku—sebagai sarana penyebaran ide. Dengan begitu, hasil penelitian dan olah pikirnya akan dapat tersosialisasi dan diterima oleh masyarakat secara luas.
Fenomena plagiat seharusnya mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Jika tidak ada langkah-langkah kontrol, sangat mungkin dunia perguruan tinggi akan semakin dirongrong oleh mentalitas pragmatis. Sangsi dan kontrol yang lebih ketat dari berbagai pihak, baik masyarakat maupun birokrasi yang mengurusi kepangkatan dosen, sangat penting untuk ditingkatkan. Dengan demikian, diharapkan kasus plagiat tidak semakin marak.
Di sisi lain, setiap perguruan tinggi seharusnya melakukan pembinaan dan sosialisasi secara terus menerus terhadap kalangan untuk menjadikan meneliti dan menulis sebagai bagian tidak terpisah dari tugas mereka sehari-hari. Meneliti dan menulis bukanlah sebuah kegiatan yang dapat dilakukan secara instan. Dibutuhkan proses dan latihan secara terus menerus. Selain itu, meneliti dan menulis lebih berkaitan dengan kecintaan dan perjuangan. Melakukan penelitian dan menulis yang dilakukan dalam kondisi terpaksa tidak akan membawa hasil secara maksimal. Landasan cinta mendalam terhadap profesi yang akan membuat meneliti dan menulis sebagai sebuah kegiatan penuh tantangan yang menyenangkan. Ketika Thomas Alva Edison ditanya mengenai kemampuannya meneliti sekitar 18 jam sehari, ia mengatakan bahwa yang dilakukannya bukanlah kerja, melainkan main-main yang mengasyikkan. Edison melakukan kerjanya dengan rasa suka sehingga durasi waktu yang sedemikian panjang tidak terasa. Spirit Edison ini layak untuk diteladani dalam menumbuhkan spirit kecintaan untuk meneliti dan menulis.
Dosen seyogyanya juga dibangun kesadarannya bahwa menulis itu merupakan sebuah perjuangan. Hambatan dan tantangan itu merupakan hal yang biasa. Seharusnya juga disadari bahwa melakukan kerja intelektual itu merupakan sebuah perjuangan. Meminjam ungkapan Albert Camus, “Bukan karena perjuanganlah kita menjadi seorang intelektual, tetapi karena kita intelektual maka kita menjadi pejuang-pejuang”. Spirit ini selayaknya disosialisikan dan ditanamkan secara luas agar kejahatan intelektual tidak lagi terulang.

31 komentar:

  1. Terima kasih sudah mengingatkan pak ttg plagiasi.

    BalasHapus
  2. Super duper. Memang harus disuarakan terus, bila perlu diamplifier. Tidak ada kualitas yang bim salabim, abracadabra. Wong yang prosesnya njelimet dan ditempuh dengan ulet, hasilnya belum tentu selamet. Lha kok mau dibandingkan yang tidak pakai proses. Saya siap jadi tim hore, untuk membangun kesadaran berkarya original.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Santai wae Pak
      Mari terus berusaha menulis secara baik
      Memang tidak mudah tapi harus terus disuarakan

      Hapus
  3. klo ciplak ayat dan terjemahannya boleh ngga' Prof? soalnya rata-rata buku penulisan karya ilmiah di PTKIN menyuruh kita untuk merujuk ke KEMENAG dalam hal pengutipan ayat maupun terjemahan

    BalasHapus
  4. Saya baru belajar menulis, jadi banyak pendapat teman yang menjadi ide saya. Termasuk kalimat kalimat bapak saya ijin untuk saya cantumkan dalam tulisan saya. Bahkan setiap mulai menulis ada 1 kalimat inspirasi dari bapak yang saya tulis. Tapi saya tuliskan bahwa itu menurut pendapat bapak .saya cantunkan nama bapak. Begitu pak gih. Terima kasih.

    BalasHapus
  5. Terimakasih pak..Kualitas jauh lbh ptg dibandingkan kuantitas.

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah, penuh motivasi dan delik catatan penting. Suwun

    BalasHapus
  7. Siiip prof...perjuangan yg orisinil.

    BalasHapus
  8. Akhirnya membuktikan
    Buat penulis itu tulisan yang biasa tp buat orang lain menjadi luar biasa
    Aplg buat penulis pemula utk tetep semangat belajar menulis

    Terima kasih pak dosen...

    BalasHapus
  9. Sebagai penulis pemula rasa takut melskukan plagiasi kadang menjadi hambatan juga, saya perlu lebih belajar rambu2 tentang plagiasi..biar tidak terjebak nggih Pak Prof Ngainun Naim

    BalasHapus
  10. Terima kasih Prof. Saya percaya dan yakin bahwa seorang penulis adalah pejuang, berjuang untuk menghasilkan tulisan yang orisinal dan jujur menuliskan sumber kutipan. Matur nuwun Prof.

    BalasHapus
  11. “Bukan karena perjuanganlah kita menjadi seorang intelektual, tetapi karena kita intelektual maka kita menjadi pejuang-pejuang”. saya suka kalimat ini, pak...

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.