Produktivitas Menulis dan Jebakan Plagiasi
Ngainun Naim
Menulis
yang baik itu membutuhkan proses panjang. Dibutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk menghasilkan
setiap tulisan. Kesabaran ini berkaitan dengan bagaimana bertahan dari segala
godaan agar sebuah tulisan bisa selesai. Ketekunan berkaitan dengan bagaimana
terus-menerus menulis sampai selesai. Sikap semacam inilah yang dibutuhkan agar
seseorang mampu menjadi seorang penulis berkualitas.
Penulis berkualitas akan menghasilkan tulisan yang berkualitas. Tulisan
berkualitas itu bukan tulisan asal tulis. Ia merupakan hasil akumulasi dari
berbagai pertimbangan dan perenungan mendalam. Karena itu, penulis berkualitas
tidak akan mengejar produktivitas dengan mengabaikan orisinalitas.
Orisinalitas menjadi aspek penting yang harus diperhatikan agar tidak
terjebak pada plagiasi. Orisinalitas bukan berarti semua bagian dari sebuah
tulisan murni karya sendiri, melainkan kejujuran untuk menyebutkan setiap
bagian yang memang bukan miliknya sendiri. Kejujuran semacam ini yang
seyogyanya menjadi pertimbangan utama, baru setelah itu mengejar produktivitas.
Dengan demikian, produktivitas sebuah karya dapat terhindar dari jebakan
plagiasi.
Jebakan plagiasi penting untuk menjadi pertimbangan karena sekarang ini ada
kecenderungan orang begitu mudah melakukan plagiasi. Perilaku kurang terpuji dalam bentuk plagiat sangat banyak ditemukan. Bisa dalam bentuk makalah,
artikel, bahkan isi blog.
Jika
mau jujur dan dilakukan penelitian secara objektif, plagiat tampaknya semakin
marak dilakukan, bahkan menjadi habitus.
Kasus yang muncul di media massa hanyalah sebagian kecil dari realitas yang
sesungguhnya. Jiplak-menjiplak untuk berbagai kepentingan, terutama kenaikan
pangkat, menjadi fenomena yang semakin banyak dilakukan.
Kalangan
intelektual, terutama yang menjadi dosen, dituntut untuk melakukan tugas
intelektualnya dengan mengajar, meneliti, dan pengabdian kepada masyarakat.
Hasil dari kerja intelektual tersebut kemudian ditulis dan dipublikasikan, baik
secara terbatas maupun secara luas. Namun demikian, realitas menunjukkan bahwa
kemampuan melakukan kerja-kerja intelektual dan menuliskan hasilnya ternyata
masih belum berjalan optimal. Meneliti dan menulis merupakan ketrampilan yang
tidak mudah dan sederhana. Sebab meneliti dan menulis merupakan ketrampilan
yang perlu dilatih dan diasah secara terus-menerus. Hanya mereka
yang terbiasa saja yang dapat melakukannya dengan baik. Sayangnya, kalangan dosen yang mampu
melakukan hal ini hanya sebagian kecil saja. Padahal, seharusnya kalangan
intelektual inilah yang menjadikan dunia menulis dalam berbagai media—surat
kabar, majalah, jurnal, buku—sebagai sarana penyebaran ide. Dengan begitu,
hasil penelitian dan olah pikirnya akan dapat tersosialisasi dan diterima oleh
masyarakat secara luas.
Fenomena
plagiat seharusnya
mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Jika tidak ada langkah-langkah
kontrol, sangat mungkin dunia perguruan tinggi akan semakin dirongrong oleh
mentalitas pragmatis. Sangsi dan kontrol yang lebih ketat dari berbagai pihak,
baik masyarakat maupun birokrasi yang mengurusi kepangkatan dosen, sangat
penting untuk ditingkatkan. Dengan demikian, diharapkan kasus plagiat tidak
semakin marak.
Di
sisi lain, setiap perguruan tinggi seharusnya melakukan pembinaan dan
sosialisasi secara terus menerus terhadap kalangan untuk menjadikan meneliti
dan menulis sebagai bagian tidak terpisah dari tugas mereka sehari-hari.
Meneliti dan menulis bukanlah sebuah kegiatan yang dapat dilakukan secara
instan. Dibutuhkan proses dan latihan secara terus menerus. Selain itu,
meneliti dan menulis lebih berkaitan dengan kecintaan dan perjuangan. Melakukan
penelitian dan menulis yang dilakukan dalam kondisi terpaksa tidak akan membawa
hasil secara maksimal. Landasan cinta mendalam terhadap profesi yang akan
membuat meneliti dan menulis sebagai sebuah kegiatan penuh tantangan yang
menyenangkan. Ketika Thomas Alva Edison ditanya mengenai kemampuannya meneliti
sekitar 18 jam sehari, ia mengatakan bahwa yang dilakukannya bukanlah kerja,
melainkan main-main yang mengasyikkan. Edison melakukan kerjanya dengan rasa
suka sehingga durasi waktu yang sedemikian panjang tidak terasa. Spirit Edison
ini layak untuk diteladani dalam menumbuhkan spirit kecintaan untuk meneliti
dan menulis.
Dosen
seyogyanya juga dibangun kesadarannya bahwa menulis itu merupakan sebuah
perjuangan. Hambatan dan tantangan itu merupakan hal yang biasa. Seharusnya
juga disadari bahwa melakukan kerja intelektual itu merupakan sebuah
perjuangan. Meminjam ungkapan Albert Camus, “Bukan karena perjuanganlah kita menjadi seorang intelektual, tetapi
karena kita intelektual maka kita menjadi pejuang-pejuang”. Spirit ini
selayaknya disosialisikan dan ditanamkan secara luas agar kejahatan intelektual
tidak lagi terulang.
Terima kasih sudah mengingatkan pak ttg plagiasi.
BalasHapusSama-sama
HapusSuper duper. Memang harus disuarakan terus, bila perlu diamplifier. Tidak ada kualitas yang bim salabim, abracadabra. Wong yang prosesnya njelimet dan ditempuh dengan ulet, hasilnya belum tentu selamet. Lha kok mau dibandingkan yang tidak pakai proses. Saya siap jadi tim hore, untuk membangun kesadaran berkarya original.
BalasHapusSantai wae Pak
HapusMari terus berusaha menulis secara baik
Memang tidak mudah tapi harus terus disuarakan
klo ciplak ayat dan terjemahannya boleh ngga' Prof? soalnya rata-rata buku penulisan karya ilmiah di PTKIN menyuruh kita untuk merujuk ke KEMENAG dalam hal pengutipan ayat maupun terjemahan
BalasHapusTentu boleh asal disebutkan sumbernya
HapusSaya baru belajar menulis, jadi banyak pendapat teman yang menjadi ide saya. Termasuk kalimat kalimat bapak saya ijin untuk saya cantumkan dalam tulisan saya. Bahkan setiap mulai menulis ada 1 kalimat inspirasi dari bapak yang saya tulis. Tapi saya tuliskan bahwa itu menurut pendapat bapak .saya cantunkan nama bapak. Begitu pak gih. Terima kasih.
BalasHapusBetul Bu. Sebutkan sumbernya.
HapusTrimakasIh ilmunya ..jd energi dunia literasi
HapusAmin
HapusPenulis = pemikir
BalasHapusPemikir belum tentu penulis
HapusTerimakasih pak..Kualitas jauh lbh ptg dibandingkan kuantitas.
BalasHapusBegitulah Bu
HapusAlhamdulillah, penuh motivasi dan delik catatan penting. Suwun
BalasHapusSama-sama
HapusSiiip prof...perjuangan yg orisinil.
BalasHapusSuwun Cak
HapusSuper Pak...
BalasHapusInspiratif Gus
BalasHapusTerima kasih Ustadz
HapusAkhirnya membuktikan
BalasHapusBuat penulis itu tulisan yang biasa tp buat orang lain menjadi luar biasa
Aplg buat penulis pemula utk tetep semangat belajar menulis
Terima kasih pak dosen...
Sama-sama Bu
HapusSebagai penulis pemula rasa takut melskukan plagiasi kadang menjadi hambatan juga, saya perlu lebih belajar rambu2 tentang plagiasi..biar tidak terjebak nggih Pak Prof Ngainun Naim
BalasHapusYa, saya kira begitu
HapusTerima kasih Prof. Saya percaya dan yakin bahwa seorang penulis adalah pejuang, berjuang untuk menghasilkan tulisan yang orisinal dan jujur menuliskan sumber kutipan. Matur nuwun Prof.
BalasHapusSama-sama Bu
Hapus“Bukan karena perjuanganlah kita menjadi seorang intelektual, tetapi karena kita intelektual maka kita menjadi pejuang-pejuang”. saya suka kalimat ini, pak...
BalasHapusSuper sekali
BalasHapusHebat dan shalut Pak
BalasHapusLuar biasa setuju srkali
BalasHapus