Belajar (Lagi) tentang Menulis Artikel Jurnal
Ngainun
Naim
Menulis itu membutuhkan
proses yang panjang. Terus belajar, praktik, dan belajar lagi. Begitu seterusnya.
Tidak ada kata berhenti. Begitu berhenti, kita tidak tumbuh menjadi manusia
yang semakin berkualitas.
Era pandemi karena
Covid-19 memberikan banyak hikmah. Salah satunya adalah membanjirnya aneka
webinar. Tentu tidak mungkin semua diikuti. Kalau saya cukup selektif. Saya hanya
akan mengikuti webinar yang memiliki relevansi dengan minat dan kerja saya.
Jika semua diikuti ya
jelas tidak mungkin. Waktu kita bisa habis. Kuota internet bisa jebol. Memang banyak
sertifikat yang bisa diperoleh. Tapi untuk apa jika sekadar mendapatkan
sertifikat semata?
Salah satu webinar yang
biasanya saya ikuti adalah tentang menulis. Jujur, saya mendapatkan banyak ilmu
dari webinar semacam ini. Misalnya, acara NGOPI yang diadakan oleh LPPM IAIN
Metro pada hari Senin, 13 Juli 2020 merupakan acara yang saya ikuti dengan
penuh semangat. Acara dengan tema, “Sukses Menulis Artikel Ilmiah dan Terbit di
Jurnal Bereputasi” menghadirkan dua narasumber muda berbakat, yaitu Imam
Mustofa, M.S.I dari IAIN Metro Lampung dan Busro, M.Ag dari UIN Bandung.
Ada satu ungkapan menarik
dari Mas Busro—pengelola Jurnal Wawasan UIN Sunan Gunung Djati Bandung—bahwa publikasi
itu tidak sulit. Jika sudah ada naskah tinggal submit ke jurnal yang dituju. Justru
yang susah adalah melakukan penelitian dan mengolahnya menjadi artikel yang
baik. Artikel yang asal-asalan, meskipun sudah sampai di meja editor dan
reviewer, akan ditolak.
Artikel yang baik ada
standarnya. Seorang penulis artikel jurnal harus memahami jurnal yang dituju. Gaya
selingkung jurnal mutlak untuk diikuti. Membaca artikel demi artikel di jurnal
yang akan dituju bermanfaat dalam mengolah artikel yang ditulis. Peluang untuk
dimuat sesungguhnya cukup terbuka karena setiap jurnal pasti membutuhkan
artikel. Sepanjang memenuhi semua kriteria yang telah ditentukan, pemuatan artikel
di jurnal hanya persoalan waktu.
Modal penting untuk
menulis artikel jurnal adalah membaca sebanyak-banyaknya. Semakin banyak
membaca semakin bagus. Pembacaan secara serius menjadi modal penting, termasuk
dalam menghasilkan kebaruan (novelty).
Menurut Imam Mustofa dari IAIN Metro Lampung, kebaruan bisa dalam bentuk
substansi, metodologi, atau pendekatan.
Proses menulis itu
sendiri tidak selalu mudah. Imam Mustofa menyarankan agar kita tidak terlalu
ideal dalam menulis. Orientasi yang ideal akan berimplikasi pada tidak
selesainya tulisan. Lebih baik menulis
berangkat dari orientasi sederhana lalu disempurnakan. Secara praktis Imam
Mustofa menyarankan empat hal; (1) mengetahui latar belakang materi yang akan
dikaji; (2) membaca secara luas; (3) mempertanyakan tentang status atau keadaan
pemahaman ketika itu; dan (4) mengetahui tentang kesenjangan dalam pengetahuan.
Artikel jurnal
mensyaratkan topik yang hangat untuk ditulis. Ada banyak cara untuk menemukan
topik yang hangat, antara lain; (1) mencari petunjuk di mesin pencari; (2)
menemukan kontroversi dari topik yang ditulis; (3) temuan yang tidak dapat
dijelaskan; (4) diskusi dengan ilmuwan yang lain; (5) pertemuan ilmiah, baik
nasional ataupun internasional.
Sebagai seorang penulis
artikel, memilih artikel terbaik untuk dijadikan sebagai “model” merupakan
salah satu cara yang bisa dipilih. Pelajari, amati, dan kembangkan sesuai
dengan kemampuan. “Perjuangan menulis itu ada di 10 menit pertama”, kata Imam
Mustofa. Sepanjang memiliki waktu dan semangat, menulis artikel jurnal akan
mampu untuk diselesaikan.
Mksh Gus
BalasHapusSama-sama
HapusAlhamdulillah dapat asupan baru. Banyak strategi membuat artikel berkualitas, tapi cara Pak Yai Naim yang mungkin sesauai untuk saya
BalasHapusTerima kasih. Sekadar berbagi pengalaman
HapusTambah wawasan lagi...matursuwun prof
BalasHapusSama-sama
HapusInspiratif pak
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusSebagai seorang penulis artikel, memilih artikel terbaik untuk dijadikan sebagai “model” merupakan salah satu cara yang bisa dipilih. Pelajari, amati, dan kembangkan sesuai dengan kemampuan. Super sekali.
BalasHapusAsupan gizi di Jumat berkah...
BalasHapusAmin
HapusMestinya menulis artikel, bagi dosen biasa saja. Karena profesinya ya memang penulis. Tapi kok tidak sedikit yg merasa sulit ya, termasuk saya.
BalasHapusSemestinya tidak sulit lho Pak he he he
Hapus10 menit kritis pertama untuk menulis artikel. Terimakasih prof tambahan rumusnya
BalasHapusSama-sama Bu
HapusIya..bener. kuncinya mau meneliti dan melaporkannya.
BalasHapusBetul
HapusPak Dosen saja masih sulit menulis artikel...apalagi saya, ha ha...swmoga selalu punya waktu 10 menit pertama, munulis saja, yg sederhana.
BalasHapusHe he he
HapusInformatif sekali dan sangat memotivasi. Terima kasih Bapak.
BalasHapusAlhamdulillah... Wawasan baru. ..
BalasHapusAmin
HapusTerima kasih Bapak. Saya juga ingin sekali menulis di jurnal
BalasHapusAyo berproses
HapusKeren bapak. Terimakasih ilmunya. 10 menit pertama biasanya idenya menggila, selebihnya melempem. Kalau saya baru di awal saja sudah ambyar. 😅
BalasHapus😂😂😂😂😂😂
HapusTerima kasih share ilmunya Bapak, Barokallah
BalasHapusAmin. Silahkan.
HapusMantab pak
BalasHapusSilahkan.
HapusAlhamdulillah..inspiratif
BalasHapusTerima kasih
Hapus