Mesin Tik dan Produktivitas Menulis

Juli 27, 2020

Ngainun Naim


Entah mengapa tiba-tiba aku teringat mesin tik. Alat bantu menulis yang begitu berjasa dalam perjalananku menekuni dunia menulis. Lewat mesin tik pinjaman, aku dulu berjuang keras merangkai kata.
Aku ingat persis bagaimana dulu aku menulis konsep artikel di buku tulis. Saat selesai, aku segera ke Balai Desa untuk meminjam mesin tik. Di sudut ruangan, aku mengetik. Kadang baru dapat separo harus terjeda karena mesin tik dipakai untuk keperluan melayani administrasi. Itu dulu, di awal tahun 1990-an.
Kadang aku meminjam kawanku kuliah yang memiliki mesin tik. Lewat jasa beberapa kawan yang memiliki mesin tik, aku bisa menulis artikel (yang hampir semuanya ditolak redaksi koran dan majalah ha ha ha) dan juga tugas kuliah. Tanpa kebaikan hati mereka, aku tidak mungkin menyelesaikan tugas dan belajar menulis artikel. Ya, aku sebut belajar karena selama kurun dua tahun, tidak ada satu pun artikelku yang dimuat. Tapi entahlah, energi dari mana yang membuatku terus menulis.
Sesungguhnya saat itu lebih banyak tidak menulisnya dibandingkan menulis. Tapi selalu ada tantangan untuk mencoba. Menulis, gagal selesai. Menulis lagi, gagal lagi. Mencoba lagi, dan selesai. Kirim ke media, ditolak. Begitu seterusnya. Sampai suatu ketika, di penghujung tahun 1996, artikelku masuk ke sebuah koran di Surabaya.
Tentang mesin tik, aku tiba-tiba teringat sastrawan Jawa Wisnu Sri Widodo Almarhum. Nama ini mungkin jarang pembaca ketahui. Tapi nama ini sungguh mengesankan bagiku. Bayangkan, sepanjang karirnya menulis beliau menghasilkan sekitar 1500 judul cerita wayang dan cerita rakyat. Belum lagi karya dalam bentuk geguritan. Semua itu dihasilkan dengan modal mesin ketik. Ya, beliau menulis mulai tahun 1979 sampai wafat tahun 2013. Sangat produktif.
Wisnu Sri Widodo memang merupakan sastrawan Jawa yang sangat produktif. Anaknya menulis di blog https://thisisyourway.blogspot.com bahwa Bapaknya banting tulang demi anak-anaknya agar bisa mengenyam bangku perguruan tinggi. Suatu waktu, 3 orang anaknya kuliah bareng. Bisa dibayangkan bagaimana beratnya membiayai 3 orang anak dengan hanya mengandalkan aktivitas mengarang.
Tapi Wisnu Sri Widodo tidak patah arang. Anaknya berkisah bagaimana menyaksikan Bapaknya secara disiplin bekerja di teras rumah dengan mesin tik jadul. Tidak ada yang bisa mengganggu. Kedisiplinannya menulis membuatnya sangat produktif. Dari menulis di mesin tik manual tua, lima orang anaknya berhasil menempuh bangku kuliah dan menjadi sarjana.
Salah satu tulisan anaknya yang mengutip perkataan Wisnu Sri Widodo sungguh mengesankan. “Tak perlu tenar untuk menginspirasi banyak orang. Justru melalui kesederhanaan banyak kesuksesan dilahirkan. Untuk membuat karya tidak perlu sanjungan orang karena karya lahir dari jiwa”. Sungguh kalimat yang menggetarkan.
Saat mulai menyukai membaca di awal tahun 1990-an, saya menemukan nama M. Rusli Karim. Artikelnya saat itu sering 'nangkring' di Koran Jawa Pos. Beberapa bukunya saya temukan di perpustakaan. Disertasinya yang membahas tentang HMI MPO dan diterbitkan Mizan juga saya koleksi.
Sayang beliau tidak berumur panjang. Beliau meninggal karena sakit. Teman yang pernah bekerja di penerbit Tiara Wacana Yogyakarta bilang kalau beliau sakit kanker darah.
Produktivitas M. Rusli Karim cukup luar biasa. Sebuah koran yang saya baca menulis bahwa ke mana-mana beliau menenteng mesin tik. Setiap waktu luang dimanfaatkan untuk mengetik.
Anda bisa bayangkan beratnya sebuah mesin tik. Spirit menulis yang besar membuat beratnya mesin tik tidak menjadi halangan menghasilkan karya.
Kini teknologi semakin canggih. HP, tablet, ipad, laptop dan teknologi sejenis telah memudahkan kita untuk menulis. Pertanyaannya, apakah Anda sudah menulis? Sudah produktifkah Anda? Sekadar catatan reflektif. Salam.

Trenggalek, 27 Juli 2020

34 komentar:

  1. Meskipun tulisan saya tak Serapi para sahabat penaku. Tetap ku asah ketrampilan menulis ku. Tulisan Prof. Naim ini menginspirasi ku

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Bu. Mari terus menulis. Nanti akan banyak kemajuan dan manafaat yang bisa diperoleh.

      Hapus
  2. Dengan teknologi semakin memudahkan kita dalam menulis. Walaupun hal tersebut memudahkan dalam menulis, jika tidak panggilan jiwa untuk itu, maka menulis juga akan sulit. Maka berusahalah untuk itu. Thanks pak.

    BalasHapus
  3. Berbagi pengalaman yang memotivasi untuk tidak pantang menyerah
    Terima kasih pak dosen...

    BalasHapus
  4. Sekarang sudah canggih alhamdulillah tidak susah lagi mencari alat untuk mengetik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul. Mari manfaatkan potensi menulis yang ada.

      Hapus
  5. Luar biasa sang inspirator yang tak pernah kendor memberikan motivasi menulis...

    BalasHapus
  6. Belum 😂😂😂

    BalasHapus
  7. Kisah dalam kenangan yg menginspirasi

    BalasHapus
  8. Inspired Prof, pengalaman yg Luar biasa. Dan hasilnya pun sdh bs dinikmati. Semoga bs tertular virus literasi nya trm ksh

    BalasHapus
  9. Bapak sudah menulis tahun 1990an, sy belum lahir dan hari ini sy bersyukur pernh melht bapak dan membaca tulisan bapak sampai hari ini yg selalu penuh inspirasi dan menjadi penyemangat buat sy pribadi untuk terus berproses dlm menulis. Semoga bapak selalu sehat sellu agar virus literasi terus terbngun

    BalasHapus
  10. Matursembahnuwun pakk. Mugi saget ketularan.....

    BalasHapus
  11. Nuwun sewu, nunut menjejak.
    Berkait mesin ketik jadul, sy ada cerita juga, pak Dosen.

    Th 87 naik bus ke Malang keperluan daftar ulang. Saking ngantuknya akibat efek antimo, di jalanan selorejo sy jatuh dari seat bus. Gedebug!

    Sebulan berlalu. Ada ide utk menulis. Usai cari pinjaman mesin ketik, cetak cetik cetak cetik, tulisan pun jadi. Artikel berbahasa jawa itu sy layangkan ke majalah Panyebar Semangat.

    Seminggu berlalu. Datanglah pak Pos yang baik hati. Beliau antarkan dua hadiah. Majalah dan selembar wesel pos. Serasa dagdigdug bercampur gembira.

    Segera kubuka bagian rubrik 'Opo Tumon?' Dhuh ya, namaku ada di sana.
    Pada tulisan yg bertajuk 'Mak Gedebug' Kubaca larik-larik kalimat itu. Anehnya, meski tulisanku sendiri, membacanya membuatku terpingkal-pingkal.

    Gedebug oh Mak Gedebug.

    BalasHapus
  12. Masih ingat cara membuat margin, supaya rapi? Meletakkan kertas templet yang sudah digaris dengan spidol. Bagaimana membuat judul supaya di tengah? Maka matematikapun bekerja. Untuk mempertahankan kehitaman pita, dst. Mudah2an amalnya pengetik, mengalir pahalanya.

    BalasHapus
  13. Wah, luar biasa inspiratif. Dengan mesin tik menguliahkan 5 anaknya.

    BalasHapus
  14. Saya mendapatkan banyak fasilitas teknologi menulis... namun masih kurang rajin menulis... terimaksih pak motovasinya

    BalasHapus
  15. Teknologi semakin canggih, sudah menulis dan sudah produktif kah? Pertanyaan yang menohok prof. Terimakasih selalu menebarkan virus literasi.

    BalasHapus
  16. Nderek Nyimak,,, Semoga Manfaat Barokah saget lumeber dateng kita sedoyo,,, Aamiin,

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.