Mesin Tik dan Produktivitas Menulis
Ngainun
Naim
Entah mengapa tiba-tiba aku
teringat mesin tik. Alat bantu menulis yang begitu berjasa dalam perjalananku
menekuni dunia menulis. Lewat mesin tik pinjaman, aku dulu berjuang keras
merangkai kata.
Aku ingat persis bagaimana dulu
aku menulis konsep artikel di buku tulis. Saat selesai, aku segera ke Balai
Desa untuk meminjam mesin tik. Di sudut ruangan, aku mengetik. Kadang baru
dapat separo harus terjeda karena mesin tik dipakai untuk keperluan melayani
administrasi. Itu dulu, di awal tahun 1990-an.
Kadang aku meminjam kawanku
kuliah yang memiliki mesin tik. Lewat jasa beberapa kawan yang memiliki mesin tik, aku bisa menulis artikel (yang hampir semuanya ditolak redaksi koran dan
majalah ha ha ha) dan juga tugas kuliah. Tanpa kebaikan hati mereka, aku tidak
mungkin menyelesaikan tugas dan belajar menulis artikel. Ya, aku sebut belajar
karena selama kurun dua tahun, tidak ada satu pun artikelku yang dimuat. Tapi entahlah,
energi dari mana yang membuatku terus menulis.
Sesungguhnya saat itu lebih
banyak tidak menulisnya dibandingkan menulis. Tapi selalu ada tantangan untuk
mencoba. Menulis, gagal selesai. Menulis lagi, gagal lagi. Mencoba lagi, dan
selesai. Kirim ke media, ditolak. Begitu seterusnya. Sampai suatu ketika, di
penghujung tahun 1996, artikelku masuk ke sebuah koran di Surabaya.
Tentang mesin tik, aku tiba-tiba
teringat sastrawan Jawa Wisnu Sri Widodo Almarhum. Nama ini mungkin jarang
pembaca ketahui. Tapi nama ini sungguh mengesankan bagiku. Bayangkan, sepanjang
karirnya menulis beliau menghasilkan sekitar 1500 judul cerita wayang dan
cerita rakyat. Belum lagi karya dalam bentuk geguritan. Semua itu dihasilkan
dengan modal mesin ketik. Ya, beliau menulis mulai tahun 1979 sampai wafat
tahun 2013. Sangat produktif.
Wisnu Sri Widodo memang merupakan
sastrawan Jawa yang sangat produktif. Anaknya menulis di blog https://thisisyourway.blogspot.com bahwa
Bapaknya banting tulang demi anak-anaknya agar bisa mengenyam bangku perguruan
tinggi. Suatu waktu, 3 orang anaknya kuliah bareng. Bisa dibayangkan bagaimana
beratnya membiayai 3 orang anak dengan hanya mengandalkan aktivitas mengarang.
Tapi Wisnu Sri Widodo tidak patah
arang. Anaknya berkisah bagaimana menyaksikan Bapaknya secara disiplin bekerja
di teras rumah dengan mesin tik jadul. Tidak ada yang bisa mengganggu.
Kedisiplinannya menulis membuatnya sangat produktif. Dari menulis di mesin tik manual tua, lima orang anaknya berhasil menempuh bangku kuliah dan menjadi
sarjana.
Salah satu tulisan anaknya yang
mengutip perkataan Wisnu Sri Widodo sungguh mengesankan. “Tak perlu tenar untuk
menginspirasi banyak orang. Justru melalui kesederhanaan banyak kesuksesan
dilahirkan. Untuk membuat karya tidak perlu sanjungan orang karena karya lahir
dari jiwa”. Sungguh kalimat yang menggetarkan.
Saat mulai menyukai membaca di
awal tahun 1990-an, saya menemukan nama M. Rusli Karim. Artikelnya saat itu
sering 'nangkring' di Koran Jawa Pos.
Beberapa bukunya saya temukan di perpustakaan. Disertasinya yang membahas
tentang HMI MPO dan diterbitkan Mizan juga saya koleksi.
Sayang beliau tidak berumur
panjang. Beliau meninggal karena sakit. Teman yang pernah bekerja di penerbit
Tiara Wacana Yogyakarta bilang kalau beliau sakit kanker darah.
Produktivitas M. Rusli Karim
cukup luar biasa. Sebuah koran yang saya baca menulis bahwa ke mana-mana beliau
menenteng mesin tik. Setiap waktu luang dimanfaatkan untuk mengetik.
Anda bisa bayangkan beratnya
sebuah mesin tik. Spirit menulis yang besar membuat beratnya mesin tik
tidak menjadi halangan menghasilkan karya.
Kini teknologi semakin canggih.
HP, tablet, ipad, laptop dan teknologi sejenis telah memudahkan kita untuk
menulis. Pertanyaannya, apakah Anda sudah menulis? Sudah produktifkah Anda?
Sekadar catatan reflektif. Salam.
Trenggalek, 27 Juli 2020
Inspiratif Gus
BalasHapusMeskipun tulisan saya tak Serapi para sahabat penaku. Tetap ku asah ketrampilan menulis ku. Tulisan Prof. Naim ini menginspirasi ku
BalasHapusTerima kasih Bu. Mari terus menulis. Nanti akan banyak kemajuan dan manafaat yang bisa diperoleh.
HapusDengan teknologi semakin memudahkan kita dalam menulis. Walaupun hal tersebut memudahkan dalam menulis, jika tidak panggilan jiwa untuk itu, maka menulis juga akan sulit. Maka berusahalah untuk itu. Thanks pak.
BalasHapusSama-sama Bu
HapusBerbagi pengalaman yang memotivasi untuk tidak pantang menyerah
BalasHapusTerima kasih pak dosen...
Sama-sama Bu
HapusSekarang sudah canggih alhamdulillah tidak susah lagi mencari alat untuk mengetik
BalasHapusBetul. Mari manfaatkan potensi menulis yang ada.
HapusLuar biasa sang inspirator yang tak pernah kendor memberikan motivasi menulis...
BalasHapusBiasa wae Mas
HapusBelum 😂😂😂
BalasHapusAyo segera menulis he he he
HapusKisah dalam kenangan yg menginspirasi
BalasHapusTerima kasih
HapusInspired Prof, pengalaman yg Luar biasa. Dan hasilnya pun sdh bs dinikmati. Semoga bs tertular virus literasi nya trm ksh
BalasHapusAmin
HapusBapak sudah menulis tahun 1990an, sy belum lahir dan hari ini sy bersyukur pernh melht bapak dan membaca tulisan bapak sampai hari ini yg selalu penuh inspirasi dan menjadi penyemangat buat sy pribadi untuk terus berproses dlm menulis. Semoga bapak selalu sehat sellu agar virus literasi terus terbngun
BalasHapusTerima kasih doanya
HapusMatursembahnuwun pakk. Mugi saget ketularan.....
BalasHapusAmin
HapusNuwun sewu, nunut menjejak.
BalasHapusBerkait mesin ketik jadul, sy ada cerita juga, pak Dosen.
Th 87 naik bus ke Malang keperluan daftar ulang. Saking ngantuknya akibat efek antimo, di jalanan selorejo sy jatuh dari seat bus. Gedebug!
Sebulan berlalu. Ada ide utk menulis. Usai cari pinjaman mesin ketik, cetak cetik cetak cetik, tulisan pun jadi. Artikel berbahasa jawa itu sy layangkan ke majalah Panyebar Semangat.
Seminggu berlalu. Datanglah pak Pos yang baik hati. Beliau antarkan dua hadiah. Majalah dan selembar wesel pos. Serasa dagdigdug bercampur gembira.
Segera kubuka bagian rubrik 'Opo Tumon?' Dhuh ya, namaku ada di sana.
Pada tulisan yg bertajuk 'Mak Gedebug' Kubaca larik-larik kalimat itu. Anehnya, meski tulisanku sendiri, membacanya membuatku terpingkal-pingkal.
Gedebug oh Mak Gedebug.
Pengalaman hidup yang tidak terlupakan ya Bu
HapusMasih ingat cara membuat margin, supaya rapi? Meletakkan kertas templet yang sudah digaris dengan spidol. Bagaimana membuat judul supaya di tengah? Maka matematikapun bekerja. Untuk mempertahankan kehitaman pita, dst. Mudah2an amalnya pengetik, mengalir pahalanya.
BalasHapusAmin. Terima kasih doanya Pak
HapusWah, luar biasa inspiratif. Dengan mesin tik menguliahkan 5 anaknya.
BalasHapusTerima kasih sudah berkenan mampir Mas
HapusSaya mendapatkan banyak fasilitas teknologi menulis... namun masih kurang rajin menulis... terimaksih pak motovasinya
BalasHapusTeknologi semakin canggih, sudah menulis dan sudah produktif kah? Pertanyaan yang menohok prof. Terimakasih selalu menebarkan virus literasi.
BalasHapusSama-sama Bu
HapusNderek Nyimak,,, Semoga Manfaat Barokah saget lumeber dateng kita sedoyo,,, Aamiin,
BalasHapusAmin
HapusMenginspirasi juga Bapak
BalasHapusTerima kasih
Hapus