Potret Kehidupan dalam Tulisan
Musmarman Abdullah, Dijamin Bukan Mimpi, Kumpulan Cerita Satiris
& Inspiratif, Jakarta: Gramedia, 2016. 340 halaman. ISBN: 616221026
Pertama kali mengetahui
buku ini dari postingan sastrawan Aceh yang kini bermukim di Ponorogo, Arafat
Nur. Beliau kebetulan yang menjadi editornya. Saat itu ada minat untuk memiliki
buku ini, tetapi kalah oleh kebutuhan lain yang lebih mendesak. Maka buku itu
pun tidak terbeli.
Suatu ketika seorang
pelapak buku langganan di fb memposting buku ini. Saya kembali teringat pernah
tertarik terhadap buku ini. Buku karya Musmarman ini ditawarkan dengan harga
yang jauh dari harga aslinya ketika baru terbit beberapa tahun lalu. Mungkin
karena buku ini sudah termasuk kategori lama. Segera saja buku ini saya pilih.
Setelah beberapa waktu, buku ini meluncur ke meja saya di kantor.
Buku ini saya baca di
sela-sela kesibukan harian. Memang begitu strategi yang saya tempuh. Saya membacanya
secara pelan, sedikit demi sedikit. Maka butuh waktu sekitar 10 hari sampai
akhirnya buku ini bisa saya khatamkan.
Kok lama? Tidak apa-apa.
Saya berusaha menikmati buku bacaan. Membaca itu sendiri sudah sebuah
kenikmatan. Soal kapan selesainya, hanya butuh waktu saja. Sepanjang terus
membaca, pasti khatam.
Awalnya saya menduga buku
ini merupakan kumpulan cerita pendek. Rupanya saya salah. Buku ini—menurut
saya—mencakup esai dan juga cerita pendek. Secara pasti aku tidak tahu mana
yang benar.
Membaca buku ini membuat
saya menemukan banyak informasi dan pengetahuan. Juga inspirasi kehidupan.
Bagian demi bagian dari tulisan Musmarman kadang membuat saya mengernyitkan
dahi, kadang tertawa, dan tidak jarang juga menyodorkan kritik tajam terhadap berbagai
hal. Penulis juga secara jenaka menertawakan berbagai hal dalam kehidupan.
Saya ambil contoh
fenomena di jejaring sosial. Jika ada orang menulis status tentang kebajikan,
kita tidak fokus pada status itu sendiri, tetapi pada penulisnya. Kita mempertanyakan
validitas status tersebut, perilaku penulisnya, dan hal-ikhwal lainnya. Bagi
Musnarman, ini tidak bermanfaat. Hanya menghabiskan energi. Kata Musnarman,
kita fokus saja mengambil status tersebut untuk kebaikan hidup. Tidak perlu
mengurus tentang penulisnya. Soal dia kurang sesuai dengan yang dia tulis,
biarkan saja. Bisa habis energi kita hanya untuk soal semacam itu.
Kebajikan. Ya, saya kira
itu substansi yang diusung oleh Musnarman. Saya akan kutip salah satu kalimat
Musnarman. “Jangan membangun ilusi ketergantungan pada apa pun yang kalian
tunggu. Itu akan mengaburkan nilai kesabaran. Tugas kalian hanya menanam. Soal
kapan dan siapa yang memanen kelak, itu bukan urusan kalian’ [223].
Coba Anda cermati. Luar
biasa bukan? Saya tidak akan banyak membahas buku ini. Akan saya kutipkan
beberapa kalimat penting di buku ini.
·
Kita sering tidak berpikir secara mandiri,
melainkan berpikir dalam arus kebiasaan berpikir kolektif masyarakat. Orang
sering beropini berdasarkan pola “memikirkan hasil pikiran sendiri sebagai
pikiran orang lain” [8].
·
Aku yakin jika para pemimpin yang pendusta
itu akan dikenang sebagai pendusta. Jika mereka mati, pusaranya akan dikencingi
beramai-ramai bersalin generasi [71].
·
Di tengah situasi kalut, memberikan
perhatian kepada orang lain adalah cara praktis menjaga sikap diri tetap wajar
dan akal ini tetap sehat [117].
·
Dunia tidak selamanya hanya digerakkan
oleh materi tetapi juga digerakkan oleh hati, cinta, dan semangat saling
berbagi [167].
·
Pujian itu beresiko dan rasa bangga itu
membebani [209].
·
Rezeki jangan membuat euforia karena bisa
jadi itu bukan rezeki kita sepenuhnya. Masih ada hak orang lain yang harus kita
tunaikan [215].
·
“Membaca membiasakan orang untuk berpikir.
Membaca dapat mengurangi tindakan spontan manusia, yakni memanusiakan manusia.
Orang yang suka membaca pasti terlatih berpikir setiap hendak bertindak
sesuatu. Insting spontanitas kebinatangannya ternetralkan oleh kebiasaan
berpikir” [228].
·
“Pikiran yang tidak dicatat akan menjebak
orang lain untuk memikirkan hal yang sama. Jika orang lain itu tidak
mencatatnya juga, dia pun telah ikut menjebak orang lain lagi untuk memikirkan
satu hal tanpa mengetahui bahwa orang lain telah memikirkannya. Pikiran yang
dicatat, setelah dibaca orang, si pembaca segera akan meninggalkan pikiran itu
untuk bergerak memikirkan hal lain lagi, atau melanjutkan pemikiran tersebut”
[240].
·
“Banyak orang yang menghabiskan waktu
berdinamika di dunia maya karena kecewa dengan dunia nyata” [276].
·
“Kecuali Tuhan, tak ada apa pun di semesta
yang paling kuasa menghentikan waktu selain foto. Pada selembar potret, di sana
waktu telah stagnan, mati, dan abadi. Di sana sejarah telah dicatat dalam
diorama grafis. Di situ kehidupan telah diawetkan” [299].
Menarik dan manfaat...
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusWar biasa banyak kutipan berlemak, berdaging dan berserat tinggi. Cocok untuk seperti saya yang kurang nutrisi😁👍
BalasHapusSuwun Pak
HapusKata kata bijak
BalasHapusTerima kasih Bu
Hapussangat menarik pak kyai
BalasHapusTerima kasih Omjay
HapusSepertinya rasa sosial penulis cukup tinggi dan dituangkan melalui tulisannya
BalasHapusKayaknya begitu Bu
Hapus340 hal dibaca 10 hari
BalasHapusSehari 34 halaman ...
Waktu yg lama menurut bapak...
Tapi ini yang sy garis bawahi
"Sepanjang terus membaca, pasti khatam"
Tetap menginspirasi tulisan bapak...
Terima kasih Bu
HapusBenar benar kaya serat dan manfaat kalimat yg terangkai.trima kasih
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusMenarik ...
BalasHapusTerima kasih
HapusMenarik jadi tertarik untuk memiliki bukunya
BalasHapusBisa cari di toko buku online
HapusInspieatif sekali...
BalasHapusTerima kasih
HapusBagus pak Doktor Naim. Sesekali kunjungi blog saya ya pak trus nantinya beri masukan. suparnomuhammad.blogspot.com
BalasHapusSiap Pak
HapusUntaian kalimat bpk dalam menceritakan isi buku membawa orang lain ikut penasaran untuk bisa baca isi buku dengan lengkap.
BalasHapusHe he he
Hapus