Kematian Itu Begitu Dekat

Agustus 04, 2020

Ngainun Naim

 

Hari jumat tanggal 2 Agustus 2019 jam 20.15. Saya baru saja sampai di rumah setelah perjalanan dari Samarinda. Saya buka WA setelah off lumayan lama.

Sebuah berita mengejutkan saya baca. Sastrawan Jawa yang sedang naik daun, Puji Wirawan, berpulang. Saya tidak percaya dengan berita ini. Saya buka laman facebooknya.

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Kabar itu benar. Rasanya tidak percaya tetapi itulah realitasnya.

Dua minggu sebelum wafat Puji Wirawan kirim WA ke saya. Ia mengabarkan jika mahasiswa IAIN Tulungagung yang KKN di Desa Mlinjon Suruh Trenggalek kos di depan rumahnya. Saya ucapkan terima kasih untuk infonya dan mohon bantuannya untuk membina mereka. Ia pun menyatakan siap.

Suatu malam, tanpa sengaja, saya bertemu Mas Puji Wirawan di sebuah warung makan di Trenggalek. Saya yang sedang menemani anak yang kecil agak terkejut karena tiba-tiba Mas Puji Wirawan muncul. Ia menyalami saya. Berbincang sejenak, lalu ia mengambil ruangan yang berbeda dengan ruangan kami sekeluarga. Ia datang bersama istri dan dua anaknya. Belakangan saat saya cek di facebook, hari pertemuan itu adalah hari ulang tahunnya.

Saya mengagumi produktivitas Puji Wirawan. Jarang orang yang berani memilih jalur penulisan sastra Jawa seperti dia. Allah menyayangi beliau. Saya bersaksi beliau adalah orang baik.

* * *

Hari jumat 2 Agustus 2019 saya berbagi buku di Lobi Hotel Haris Samarinda kepada Dr. Tuti Hamidah (UIN Maliki Malang) dan Dr. Evi Muaviah (IAIN Ponorogo). Momentum itu saya abadikan dan saya unggah di instagram dan facebook. Puluhan komentar datang dari para kolega. Salah satunya dari Bapak Husnun N. Djuraid. Beliau menulis, "Alhamdulillah saya sudah kebagian buku The Power of Writing".

Saya belum pernah bertemu secara langsung dengan beliau. Diskusi juga sebatas di facebook. Suatu ketika buku yang berikan kepada beliau diresensi dan dimuat di Harian Malang Post. Tentu saya sangat bahagia. Buku sederhana saya diulas tokoh besar seperti beliau.

Saya menggemari facebook beliau. Status rutin beliau tiap minggu dan rabo adalah ajakan untuk menjalankan puasa sunnah senin dan kamis. Juga tilawah dan shalat tahajud.

Saya belum mampu mengikuti jejak beliau. Tetapi status beliau adalah energi kebajikan yang luar biasa. Ada keinginan kuat untuk mengikuti ajakan beliau, meskipun secara bertahap.

Minggu siang, 4 Agustus 2019 jam 11.30 HP saya nyalakan setelah off beberapa jam. Sebuah berita duka. Pak Husnun N. Djuraid berpulang. Beliau meninggal saat olahraga pagi. Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Semoga beliau khusnul khatimah.

Minggu-minggu ini berita kematian datang beruntun. Ada teman, kolega, orang tua teman, guru, kiai, tetangga, dan beberapa lagi. Kematian itu memang misterius. Tidak ada yang tahu kapan kita mati. Semuanya tentu saja berharap sehat, panjang usia, sejahtera, dan dijauhkan dari berbagai hal yang mengganggu perjalanan hidup. Tugas kita adalah berdoa dan berusaha keras mewujudkan apa yang kita harapkan tersebut. Persoalan hasil akhirnya itu menjadi kewenangan Tuhan sepenuhnya.

Peristiwa demi peristiwa kematian membuat saya teringat sebuah buku laris karya Prof. Dr. Komaruddin Hidayat.  Buku berjudul Psikologi Kematian tersebut sangat bagus. Pada halaman 151 buku yang tercetak lebih dari 60.000 eksemplar tersebut, saya menemukan penjelasan yang sangat menyentuh. Pertama, ketika ruh keluar dari jasad dan dinyatakan meninggal, yang paling menggembirakan adalah ketika keluarganya, terutama anak-anak kandungnya, bersikap ikhlas dan melepaskan dengan doa. Ibarat mengendarai balon yang hendak terbang ke atas, perjalanan ruh menjadi enteng kalau keluarganya mengantarkan dengan doa, memaafkan dan ikhlas, karena sesungguhnya mati tak ubahnya pulang mudik ke kampung Ilahi.

Kedua, kekayaan duniawi itu terlihat jelas hanya sebatas sarana untuk tujuan yang lebih mulia. Ibarat tubuh, dunia ini tidak memiliki kehidupan pada dirinya tanpa adanya ruh. Agar benda mati jadi hidup, harus ada yang menghidupkan dari luar yang derajatnya lebih tinggi. Yaitu niat dan amal kebajikan untuk menolong sesama hamba Tuhan dengan anugerah umur, tenaga, pikiran, dan kekayaan yang ada.

Penjelasan Prof. Komaruddin Hidayat ini memberikan makna penting dalam memahami kematian. Kematian itu misteri, kemestian, dan harus dipersiapkan sebaik mungkin. Peristiwa kematian memberikan pelajaran bahwa saya harus menjalani kehidupan ini sebaik mungkin sebagai bekal ketika kelak mudik ke kampung Ilahi. Semoga.

22 komentar:

  1. Pelajaran bagi yang masih hidup...4 renungan

    BalasHapus
  2. Segala puji bagi Allah...sdh diingatkan kampung mudik ilahi

    BalasHapus
  3. Terima kasih Bapak Alhamdulilah mengingatkan kampung akherat.

    BalasHapus
  4. Kemarin saya mau menulis perubahan persepsi tentang maut dari kesedihan menjadi kegembiraan, setalah membca psikologi kematiannya Prof Komar.

    BalasHapus
  5. memang ahir-ahirini kematian terasa begitu dekat..banyak sekali teman dan kerabat yang meninggal, karena sakit maupun tdk..semua ini karerna takdir Allah..terima kasih atas catatan bapak sdh bayak mengingatkan

    BalasHapus
  6. Terimakasih banyak bapak. Tulisannya sudah mengantarkan saya pada kesadaran diri dalam mengelola kehidupan sebagai sarana untuk mencari bekal untuk pulang kelak.

    BalasHapus
  7. Begitu banyak pesan dan makna penting yg saya dapatkan dari tulisan panjenengan, terimakasih.
    sungguh kehidupan dunia hanya sebatas sementara, tiada yg abadi. Semoga dapat mempersiapkan sebaik-baiknya bekal, untuk kembali menghadap pada Sang Ilahi.

    BalasHapus
  8. Saya teringat kejadian setahun yang lalu tadz, di lapangan tenes pemkab Trenggalek. Semoga kita di beri panjang umur dan berkah. Aamiin.

    BalasHapus
  9. Terimakasih banyak prof, dengan membaca tulisan tersebut menggugah hati saya bahwa di dunia ni hanya sementara. Dunia ini hanya sebagai tempat untuk berbuat kebajikan yang sebanyak -banyaknya untuk bekal di akhirat nanti. Semoga kita tetap dalam lindungan-Nya Aamiin...

    BalasHapus
  10. luar biasa, semoga kita bisa membangun rumah di Surga, semoga kita dipantaskan oleh Allah untuk mendiaminya

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.