Menulis, Berkomunitas, dan Berkarya

Desember 27, 2020

 

Dr. Ngainun Naim

 


Tradisi menulis tidak terbangun begitu saja. Jika Anda melihat seseorang yang memiliki tradisi menulis yang baik maka jangan dilihat hanya dari produktivitas karyanya tetapi lihatlah juga bagaimana proses kreatifnya. Yakinlah bahwa seorang yang produktif sesungguhnya telah berjuang keras untuk menundukkan segenap tantangan yang ada. Jika tidak, mustahil ia produktif.

Produktif itu bukan sesuatu yang lahir begitu saja. Produktif sesungguhnya akumulasi dari perjuangan demi perjuangan. Dalam dunia menulis, produktif berarti kemampuan untuk terus menulis meskipun sibuk. Alasan dan hal-hal yang hanya menjadi penghambat menulis disingkirkan. Tidak perlu banyak alasan karena tidak ada tulisan yang lahir dari alasan. Tulisan lahir dari pikiran dan jari jemari yang digerakkan.

Ini zaman kolaborasi. Zaman yang membuat kita bekerja tidak sendirian tetapi bekerja sama. Ya, bekerja sama dengan orang lain untuk mengidentifikasi, menggali, dan memberdayakan potensi diri. Tentu harus tepat dalam memilih teman kolaborasi. Jangan sampai salah memilih teman karena akibatnya justru bisa menjerumuskan. Pilihlah teman yang bisa memberikan dukungan dan dorongan dalam kinerja yang bernilai positif.

Perspektif ini berlaku juga di dunia menulis. Sah-sah saja jika ada seorang penulis yang memilih jalan asketis dengan menjadi manusia kamar yang membatasi interaksi dengan orang lain. Setiap orang memiliki hak untuk memilih dan menentukan jalan hidupnya. Sama halnya sah-sah saja jika menulis dilakukan dengan kolaborasi dengan orang lain.

Kolaborasi bisa mengambil banyak bentuk. Salah satunya adalah dengan bekerja sama dalam menulis. Sekarang ini lazim satu artikel ditulis oleh beberapa orang. Fenomena ini semakin berkembang seiring laju dunia menulis artikel jurnal yang semakin meningkat. Sebagaimana di tempat lainnya, moralitas tetap menjadi aspek yang penting untuk dipertimbangkan. Tentu kurang elok jika tidak memiliki kontribusi sama sekali lalu tiba-tiba meminta namanya masuk sebagai tim penulis, apalagi jika dilakukan dengan cara yang juga sama tidak eloknya.

Bentuk lain kolaborasi adalah membuat wadah bersama. Bentuknya bisa grup WA atau grup media sosial lainnya. Lewat grup semacam ini dimungkinkan diperoleh banyak manfaat. Pertama, media belajar. Saya lebih menyukai grup WA berlatarbelakang literasi daripada grup yang berlatarbelakang politik. Saya bukan anti politik, tetapi sejauh pengalaman selama ini saya acapkali terpaksa keluar dari grup yang isinya saling menjelekkan, saling menjatuhkan, dan saling merasa paling hebat. Di grup yang berlatarbelakang literasi, kami saling belajar menulis, saling berbagi, dan saling menyemangati.

Kedua, media melatih disiplin menulis. Menulis itu—sebagaimana saya katakan di awal catatan ini—merupakan aktivitas yang penuh perjuangan. Hanya lewat jalan disiplin saja seseorang bisa sukses dan produktif menulis. Disiplin harus dirawat. Grup WA biasanya mengatur tentang menulis secara disiplin. Kuncinya kembali kepada individu anggota. Jika mau merawat disiplin, sesungguhnya ia telah berinvestasi untuk membangun kesuksesan di masa depan. Jika tidak maka ia akan menyaksikan kawannya sukses sementara dia tetap sebagai pengamat yang terus mengutuk diri sebagai kurang atau tidak berbakat menulis.

Ketiga, wadah menulis dan menerbitkan buku bersama. Antologi adalah produk yang memungkinkan untuk mendorong spirit menulis anggota. Grup WA literasi di mana saya aktif rata-rata menerbitkan buku antologi. Antologi ternyata manfaatnya sangat besar. Banyak yang tidak percaya jika akhirnya bisa menghasilkan karya. Lewat antologi, semangat berkarya kian membuncah. Di masa-masa selanjutnya buku mandiri pun mampu dihasilkan.

Buku yang sedang Anda baca ini mewakili apa yang saya paparkan di atas. Ya, menulis, berkomunitas, dan berkarya adalah perpaduan yang penting untuk dirawat. Kunci penting menulis adalah terus menulis. Teori penting tetapi jauh lebih penting adalah menghasilkan karya. Komunitas menulis adalah media menyemai lahirnya karya demi karya.

Saya ucapkan selamat kepada kawan-kawan atas terbitnya buku ini. Mari tingkatkan semangat menulis dan lahirnya karya demi karya. Karya akan abadi sementara yang terucap akan hilang diterpa angin. Salam.

 

Trenggalek, 21-12-2020

18 komentar:

  1. Luar biasa... syarat motivasi. Dan ternyata pengantar buku antologi... Smbhnuwun bapak..

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Terima kasih Ibu. Sukses juga untuk Ibu dan IAIN Ternate

      Hapus
  3. Lengkap sudah, tinggal mengamalkan...

    BalasHapus
  4. Mantab sekali motivasinya Prof...

    BalasHapus
  5. Kereeen Bapak tulisannya sangat menggugah semangat menulis bersama

    BalasHapus
  6. Terimakasih atas motivasi antologinya..🙏 semoga saya bisa selalu konsisten menulis😊

    BalasHapus
  7. Alhamdulillah mendapat amunisi Literasi...saya penyuka antologi semoga seperti yang Bapak katakan suatu saat bisa menghasilkan karya solo.. aamiin... saya di grup penulis Tulungagung

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.