Dua Antologi di Awal Ramadhan

April 23, 2021

 

Ngainun Naim


 

 

Setiap buku baru terbit, selalu ada rasa bahagia. Rasa yang sungguh tidak mudah untuk ditulis. Mungkin bagi orang lain ya biasa saja, tetapi bagi saya di atas biasa. Saya tetap merasakan bahagia meskipun buku itu bukan karya saya sendiri tetapi tetapi karya bersama banyak kolega.

Ya, di awal bulan puasa ini, dua buah buku antologi telah terbit. Buku pertama berjudul Suka Duka Mendampingi Anak Belajar di Masa Pandemi. Buku ini diedit oleh tiga orang, yaitu Dr. Evi Muafiah (sekarang Rektor IAIN Ponorogo), Ahmad Sugeng Riady, dan saya. Ide awal untuk membuat buku ini juga datang dari Mbak Rektor.

Saat itu beliau—tentu sebelum jadi Rektor, kalau sekarang sudah sangat sibuk—mengusulkan ke saya agar membuat antologi khusus orang tua. Antologi yang di dalamnya berisi kisah tentang suka duka orang tua dalam mendampingi anak-anaknya belajar di masa pandemi. Saya—meskipun sedang banyak pekerjaan—mengiyakan permintaan beliau. Kuatir kualat.

Pandemi memang mengharuskan orang tua bekerja lebih maksimal dalam mendampingi anak-anak belajar. Tidak semua orang tua siap mendampingi anak-anaknya. Tentu kisahnya berbeda-beda antara satu orang dengan orang lain. Kisah demi kisah yang ditulis tentu memiliki manfaat dibandingkan sebatas dipendam dalam pikiran.


 

Buku kedua berjudul Evolusi Pembelajaran di Masa Pandemi, Ikhtiar Inovasi Tiada Henti. Sama seperti buku yang pertama, buku kedua ini juga hasil inisiasi Mbak Rektor. Maka bisa disimak di cover buku, editor buku ini tiga orang. Sama seperti buku sebelumnya.

Gagasan dasar buku ini berasal dari pengalaman di dunia pendidikan. Jika buku pertama titik pijaknya adalah orang tua, buku kedua ini titik pijaknya adalah pendidik. Artinya, orang tua dan guru sama-sama menghadapi persoalan yang tidak sederhana. Jadi tidak perlu saling menyalahkan karena tentu tidak banyak manfaatnya.

Dari sisi waktu, buku kedua ini sesungguhnya lebih awal kita luncurkan. Saya membuat pengumuman sederhana di WA yang kemudian disebarluaskan. Di luar dugaan, responnya sangat luar biasa. Naskah masuk sangat melimpah. Jaringan Mbak Rektor sungguh luar biasa. Banyak penulis di antologi ini yang merupakan jaringan beliau.

Setelah menghitung segala sesuatunya kami putuskan untuk memecah naskah menjadi dua buku. Jika tetap satu buku, ketebalan bisa 500 halaman. Sebuah ketebalan yang sangat lumayan tetapi bisa jebol di ongkos cetak.

Editing buku—apalagi buku antologi—jelas bukan pekerjaan ringan. Ini pekerjaan yang sungguh berat. Setiap penulis memiliki gaya menulis sendiri. Tugas kami adalah membuat setiap tulisan lebih baik dari sisi bahasa maupu  teknis. Kekurangan tentu saja masih ditemukan di sana-sini.

Akhirnya hanya rasa syukur kepada Allah saja yang bisa saya ucapkan bahwa masih diberi kesempatan bersama kawan-kawan untuk menghasilkan karya. Semoga terus istiqamah menekuni dunia menulis. Amin.

 

Tulungagung, 22-23 April 2021.

 

12 komentar:

  1. Alhamdulillah...matur nuwun pak doktor Ngainun atas kesempatannya saya bisa ikut menulis di buku tersebut.

    BalasHapus
  2. Alhamdulillah...terima kasih utk selalu memberi motivasi mas doktor Naim.. selalu lah demikian..melalui lisan dan tulisanmu Korang menjadi berkarya....walau bukan karangan sendiri....keroyokan...tp rasa bangga itu pasti ada...

    BalasHapus
  3. Luar biasa pak doktor...berangkatat dari kisah nyata berbuah karya.

    BalasHapus
  4. Semoga selalu sehat mas Doktor sehingga terus bisa berkarya di dunia literasi, walaupun sibuk, berat dan lelah, tapi buahnya manis, sebuah karya tulis.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.