Penyebab Penolakan Artikel Jurnal
Ngainun Naim
Penolakan itu menyakitkan. Itu terjadi ketika kita memiliki ekspektasi diterima. Kondisinya berbeda ketika kita membuka diri untuk diterima atau ditolak.
Pernyataan di atas konteksnya adalah artikel jurnal. Bukan yang lainnya. Jangan diasosiasikan dengan, misalnya, persoalan cinta.
Membuat artikel jurnal itu tidak mudah. Energinya bisa berlipat dibandingkan dengan membuat catatan ringan seperti ini. Selain itu proses membuatnya juga membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Satu artikel bisa berbulan-bulan prosesnya.
Wajar jika mengirim lalu ditolak, merasa sakit hati. Perjuangan yang tidak ringan, waktu yang panjang, dan biaya yang tidak sedikit—misalnya untuk beli buku dan terjemah—menjadikan harapan besar terpancang saat submit. Saat ditolak biasanya berimplikasi pada hilangnya semangat.
Mengapa sebuah artikel ditolak? Ada banyak faktornya. Sebelum membuat kesimpulan atas penolakan, sebaiknya membangun perspektif positif. Hal ini penting agar tetap tumbuh semangat berproses dan tidak tergoda untuk menempuh jalan pintas yang praktis-pragmatis.
Pertama-tama cek template. Ini menjadi semacam cetak biru. Jadi harus dipatuhi betul. Jika tidak dipatuhi hampir dapat dipastikan ditolak meskipun substansi yang diusung cukup baik.
Kedua, tulisan tidak masuk scope jurnal. Misalnya, tulisan kita bidang pendidikan, lalu dikirim ke jurnal komputer. Tentu saja tulisan kita akan ditolak, meskipun isinya bagus.
Ketiga, tulisan tidak fokus. Apa saja masuk. Pembahasannya bertele-tele dan tidak jelas.
Keempat, jumlah kata kurang atau lebih dari ketentuan. Jika jurnal menentukan 4.000-5.000 maka harus ditaati. Jika lebih atau kurang, besar kemungkinan artikel akan ditolak.
Kelemahan Umum
Saya mendapatkan uraian menarik terkait kelemahan umum artikel jurnal dari Dr. Syahril Sidik, M.A., dosen muda UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Penyandang gelar doktor dari Leiden University Belanda ini mengidentifikasi beberapa hal yang menjadi kelemahan artikel. Pertama, bertele-tele. Apa yang dibahas tidak jelas fokusnya. Apa saja bisa masuk, bahkan kadang tidak signifikan dengan topik yang ditulis.
Kedua, penulis yang baik harus memahami siapa yang akan membaca artikelnya. Tentu bukan data pasti, tetapi paling tidak memprediksi siapa pembaca sasarannya. Banyak penulis yang melupakan target pembacanya. Jika target pembaca di luar bidang kita atau beririsan dengan bidang lain maka istilah-istilah asing perlu dijelaskan.
Ketiga, berorientasi pada kuantitas, bukan kualitas. Artikel jurnal itu seharusnya berisi tulisan yang berkualitas. Bagian demi bagian berbobot, bukan asal tebal.
Keempat, tidak padu antar bagian. Koherensi menjadi kunci penting dalam menghasilkan tulisan yang baik. Antar kalimat padu. Antar paragraph padu. Demikian juga antar bagian. Semuanya merupakan satu kesatuan.
Kelima, ide melompat antar paragraf. Idealnya paragraf satu dengan paragraf yang lainnya saling terhubung, bukan terpisah-pisah. Keterhubungan ini penting agar sinkron dalam keseluruhan isi tulisan.
Keenam, pengulangan, baik ide atau kalimat. Pengulangan menunjukkan bahwa sebuah artikel itu kurang efektif.
Tulungagung, 5-9-2022
trimakasih ilmunya Prof
BalasHapusSama-sama
HapusTerima kasih catatannya, Bapak Naim. Semoga segera bisa mempublikasikan jurnal ilmiah.
BalasHapusAmin. Semoga lancar
HapusInspiratatif
BalasHapusTerima kasih
HapusTerima kasih informasinya Prof
BalasHapusSama-sama
HapusInformasi yang sangat bermanfaat
BalasHapusAlhamdulillah
HapusInformasi yang dibutuhkan banyak guru
BalasHapusAlhamdulillah
HapusKetiga, berorientasi pada kuantitas, bukan kualitas. Artikel jurnal itu seharusnya berisi tulisan yang berkualitas. Bagian demi bagian berbobot, bukan asal tebal.
BalasHapusMohon maaf Prof.pada bagian ini saya masih bingung, artikel dengan judul Penyebab Penolakan Artikel Jurnal
Sangat bermanfaat. Terimakasih tips nya.
BalasHapus