Membeli Buku, Budaya, dan Kebutuhan Rohani

April 25, 2023

buku-buku yang (kebetulan) ada namaku di dalamnya
 

Ngainun Naim

 

Tanggal 23 April merupakan hari buku sedunia. Saya sendiri mengetahuinya melalui sebuah flyer yang ada di facebook. Sebenarnya saya memiliki draft awal tulisan ini, namun keadaan tidak memungkinkan untuk mengolahnya sampai tuntas. Maklum, agenda keliling untuk silaturrahim tidak memungkinkan saya menuntaskan catatan sederhana ini.

Draft awal catatan ini ada di aplikasi ColorNote hape. Saya susun sedikit demi sedikit. Saya coba tulis apa saja yang terlintas dalam pikiran. Saya abaikan rasa kuatir, seperti kuatir jelek, nir-manfaat, dan sejenisnya. Prinsip saya sederhana: tulisan itu akan lebih bermanfaat daripada sekadar berhenti di pikiran.

Hari ini, di sela persiapan pulang ke Trenggalek setelah berkeliling ke beberapa famili di Tulungagung, tulisan ini saya selesaikan. Sesungguhnya agenda silaturrahim belum tuntas. Tapi memang harus membatasi diri. Juga karena pertimbangan waktu. Tidak mungkin saya keliling terus sementara di rumah ada juga yang mau silaturrahim.

Kembali ke topik hari buku sedunia maka tulisan ini saya buat secara subjektif berdasarkan pengalaman personal. Buku demi buku terus saja berdatangan ke rumah. Kadang juga ke kantor. Ia kadang diberi oleh kolega atau penerbit. Namun lebih sering ia merupakan hasil perburuan melalui media sosial. Tentu saja membeli.

Nyaris setiap minggu selalu saja ada buku yang saya beli secara online. Saya sering tidak mampu menolak untuk membeli buku yang ditawarkan di media. Kadang karena pertimbangan topiknya yang memang menarik. Kadang sudah lama mencari. Kadang karena memang sedang menulis topik tertentu.

Sejak toko buku meredup dan banyak yang tutup, saya beralih ke toko buku online. Terkadang masih belanja offline jika sedang berada di sebuah kota. Buku memang selalu menggoda.

Saya sendiri tidak tahu sampai kapan akan terus membeli buku. Sepanjang memungkinkan saya akan terus melakukannya. Profesi sebagai dosen mengharuskan saya untuk terus membaca agar pengetahuan terus bertambah. Jika saya berhenti membaca, tidak akan ada asupan pengetahuan baru.

Tentu bukan semata karena profesi yang membuat saya menyukai buku. Saya sendiri sudah menyukai buku jauh sebelum saya berprofesi sebagai dosen. Rasa suka ini terus terawat sampai sekarang.

Membeli buku pada saya telah bermetamorfosis sebagai laku budaya.  Budaya adalah sesuatu yang dilakukan secara konsisten dalam rentang waktu tertentu. Jadi telah menjadi identitas diri.

Memiliki buku tidak selalu identik dengan membaca buku. Buku demi buku dibeli dalam jangka waktu tertentu. Namun waktu untuk membaca buku semakin terbatas. Kesibukan yang kian hari kian padat membuat kesempatan untuk membaca semakin terbatas.

Kebutuhan hidup manusia mencakup fisik-material dan rohani. Membaca buku dapat diposisikan sebagai ikhtiar untuk memenuhi kebutuhan rohani. Lewat aktivitas membaca, kebutuhan rohani bisa terpenuhi. Semoga dengan cara semacam ini menambah barakah dalam menjalani hidup. Amin.

 

Tulungagung., 25.4.2023

#67*

2 komentar:

  1. Sangat menarik dan sedikit mengena di hati, beli buku tapi blm sempat baca bukunya.. bener Prof. Mksh

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.