Blog, Personal Branding, dan Diri yang Berbeda

Juni 17, 2023


 

Oleh: Ngainun Naim


 

Ahli filsafat Indonesia, F. Budi Hardiman (2016: 84-85) menjelaskan bahwa manusia itu sesungguhnya merupakan makhluk individual. Individualitas itu bukan berarti menjadi diri yang berbeda sama sekali dengan lingkungannya. Manusia hanya mau berbeda sedikit saja dengan yang lain. Tujuannya adalah agar tidak terpisah dan terasing dari lingkungannya. Perspektif ini secara intrinsik menunjukkan adanya dimensi sosial.

Ada satu kata yang sesungguhnya menunjukkan kebimbangan posisi, yaitu identitas. Identitas bisa diperoleh dengan membedakan sekaligus menyamakan diri dengan orang-orang lain. Dengan cara semacam inilah manusia itu menempati dua posisi sekaligus, yaitu khas dan umum. Jadi manusia itu dalam perspektif F. Budi Hardiman berdiri di antara individualitas dan sosialitas.

Perspektif yang diberikan F. Budi Hardiman ini menarik untuk membaca realitas manusia, termasuk diri kita sendiri. Kita ini memiliki sesuatu yang bersifat personal. Aspek ini tidak bisa diobral. Ia betul-betul privat. Inilah dimensi individual yang memang semua orang memilikinya.

Namun demikian kita tidak bisa hidup sendirian. Kita membutuhkan kehadiran orang lain. Banyak hal dalam kehidupan yang tidak bisa kita kerjakan sendiri. Pada titik inilah dimensi sosial menemukan posisinya.

Pertautan antara dimensi personal dan sosial ini melahirkan pola yang variatif. Setiap manusia memiliki pola yang khas. Tidak ada yang sama persis. Hal ini disebabkan karena setiap orang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkait-kelindan satu sama lain.

Pola manusia untuk menunjukkan eksistensi dirinya bersifat dinamis. Perkembangan zaman melahirkan pola baru yang bisa jadi tidak sama dengan masa-masa sebelumnya. Muaranya bisa jadi tetap sama, yaitu menunjukkan diri dengan identitas tertentu.

Di sinilah muara apa yang belakangan dikenal sebagai personal branding. Upaya untuk personal branding sesungguhnya merupakan fenomena abadi. Ia telah ada, hadir, dan menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan manusia. Aspek yang menjadi pembeda dalam setiap zaman—di antaranya—adalah media yang digunakan.

Haroen (2014) menjelaskan bahwa personal branding sangat penting untuk mengenalkan karakteristik, keterampilan, dan keunggulan diri. Personal branding yang dibangun membuat seseorang dikenal dengan identitas tertentu. Ini merupakan nilai lebih yang menjadikannya berbeda dengan orang lain.

Media untuk personal branding sekarang ini semakin banyak. Hadirnya media sosial memungkinkan setiap orang untuk mem-branding dirinya sesuai dengan kapasitas dan keinginan. Tidak perlu heran jika sekarang bermunculan oranr-orang baru secara singkat. Mereka ini biasanya cepat terkenal, namun cepat juga dilupakan.

Personal branding membutuhkan proses yang tidak instan. Aspek semacam inilah yang tampaknya menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda. Mental hasil yang dominan dengan mengabaikan mental proses justru bisa menghancurkan branding yang telah dibangun.

Muhammad Fadhol Tamimy (2017) menjelaskan tiga hal yang harus dilakukan agar branding terus bertahan. Ketiganya adalah clarity (kejelasan), consistency (tetap pada image-nya), dan constancy (selalu eksis). Tiga hal ini sesungguhnya menjadi peneguh agar seseorang terus menjalani proses tanpa henti. Sekali berhenti, ia akan tergantikan oleh orang lain karena kompetisi dan kompetensi di era sekarang ini sangat ketat.

Salah satu media untuk personal branding adalah blog. Menurut Wijaya Kusuma (2020), blog itu semacam catatan harian online. Ia bisa berisi apa pun sesuai dengan keinginan kita. Jika kita rajin mengisinya, ada banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh.

Membuat blog itu penting. Namun mengisinya jauh lebih penting. Ini seperti rangkaian yang saling berkait-kelindan. Membuat dan mengisi blog merupakan bagian penting dari ikhtiar membranding diri. Inilah yang dinamakan sebagai personal branding.

 

 

Daftar Bacaan

 

Dewi Haroen, Personal Branding Kunci Kesuksesan Anda Berkiprah di Dunia Politik, Jakarta: Gramedia, 2014.

F. Budi Hardiman, “Simmel tentang Perancang Busana dan Pialang Saham”, dalam F. Budi Hardiman (ed.), Filsafat untuk Para Profesional, Yogyakarta: Kanisius, 2016.

Muhammad Fadhol Tamimy, Sharing-mu, Personal Branding-mu: Menampilkan Image Diri dan Karakter Diri, Jakarta: Visimedia, 2017.

Wijaya Kusuma, Catatan Harian Seorang Guru Blogger, Semarang: Sukarno Pressindo, 2020.

10 komentar:

  1. MasyaAllah kereen sekali prof. Sangat suka dengan pragraf terakhir.

    "Membuat blog itu penting. Namun mengisinya jauh lebih penting. Ini seperti rangkaian yang saling berkait-kelindan. Membuat dan mengisi blog merupakan bagian pentng dari ikhtiar membranding diri. Inilah yang dinamakan sebagai personal branding".

    BalasHapus
  2. Subhanallah mantab. Selalu menginspirasi prof

    BalasHapus
  3. MasyaAllah keren bener Prof. Kalau ada tulisan kolaborasi saya ikutan ya Prof.

    BalasHapus
  4. Tulisan² yang luar biasa👍👍

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.