Parepare Selayang Pandang

Juli 18, 2023

Foto bersama di depan Monumen Cinta Habibie--Ainun
 

Ngainun Naim

 

Jika sekadar tidur, di rumah juga bisa. Bepergian itu merupakan kesempatan untuk eksplorasi di daerah tujuan. Tidak harus banyak. Paling tidak, waktu yang tersedia dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai basis pengalaman dalam hidup.

Jarum jam menunjukkan angka 15.30 WITA. Informasi di grup menyebutkan bahwa mobil panitia sedang meluncur. Kami diminta bersiap di hotel masing-masing agar tidak lama menunggu saat mobil jemputan datang.

Hari Rabo, 12 Juli 2023. Cuaca cukup cerah. Hotel Satria Wisata Parepare tempat saya menginap cukup bagus. Pemandangannya sangat indah. Berada di perbukitan yang bisa memandang lautan dan kota.

Kota Parepare dilihat dari Anjungan Cempae

 

Sesungguhnya ini merupakan kedatangan saya yang ketiga kali ke kota ini. Kedatangan pertama tahun 2011. Saat itu saya menyampaikan materi tentang kepenulisan kepada dosen-dosen muda STAIN Parepare. Saya menjadi narasumber bersama seorang pejabat Kementerian Agama RI.

Kedatangan kedua pada tahun 2019. Sama seperti tahun 2011, saya kembali menjadi narasumber. Kali ini nama institusi sudah berubah dari STAIN menjadi IAIN. Kunjungan saat itu sangat singkat. Subuh sampai di hotel, istirahat sejenak, lalu mengisi acara. Malamnya makan malam dan subuh sudah harus kembali ke Makassar untuk melanjutkan perjalanan.

Perjalanan ketiga ini untuk mengantarkan mahasiswa yang menjadi peserta KKN Nusantara Moderasi Beragama. Jika kedatangan pertama dan kedua saya menjadi narasumber, kedatangan kali ini sebagai pendamping mahasiswa.

Ekspresi lunas angsuran ha ha ha

 Hadir dalam kegiatan kali ini para Ketua LP2M PTKN se-Indonesia. Ada juga beberapa dosen pendamping. Jumlah pastinya saya tidak hafal. Pokoknya cukup banyak.

Bus ukuran sedang telah siap di depan hotel. Kami segera masuk ke dalamnya. Bus pun segera meluncur. Saya tidak tahu ke mana saja tujuan sore itu. Pokoknya saya ikut saja. Informasi yang disampaikan bahwa agenda sore itu menuju beberapa tempat dan diakhiri makan malam.

Ternyata tujuan pertama adalah Taman Anjungan Cempae. Berdasarkan data yang saya peroleh, lokasi ini menjadi tempat favorit warga Kota Parepare. Hal ini tidak salah. Sore itu ketika kami datang, suasana cukup ramai. Banyak pengunjung yang menikmati sore di berbagai bagian taman yang ada di pinggir pantai tersebut. 

 Senja temaram

Anjungan Cempae cukup indah. Berbagai lokasi ada spot foto. Kami datang, sore menjelang magrib. Sungguh indah melihat matahari mulai tenggelam dari pinggir pantai. Rasanya ingin berlama-lama menikmati suasana. Namun panitia mengajak kami segera bergeser untuk menuju lokasi berikutnya.

Tujuan berikutnya adalah Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun. Monumen yang letaknya di Jl. Karaeng Burane Kota Parepare ini dibangun untuk mengenang cinta Presiden BJ Habibie dan istrinya. Kisah beliau berdua menjadi teladan bagi kita semua.

Di tengah kehidupan yang semakin rumit dan banyaknya rumah tangga retak, monumen cinta sejati Habibie Ainun memberikan pelajaran sangat berharga. Beliau setia sepanjang hidup dengan Bu Ainun. Tentu sebagai pasangan beliau juga memiliki persoalan. Saya sangat yakin karena beliau manusia, bukan malaikat. Namun kita mengetahui dari sejarah hidup beliau bahwa setiap persoalan mampu diatasi secara baik

 Eksotik

Monumen ini tampaknya menjadi tujuan utama orang ke Parepare. Saya kira ini wajar karena memang salah satu icon Parepare adalah monumen. Selain sosok Habibie sendiri yang sangat besar pengaruhnya bagi perjalanan bangsa ini.

Kami turun dari mobil dan menyeberang jalan menuju lokasi. Suasana cukup ramai. Kami pun bergantian untuk bisa mengambil foto. Ya, berfoto adalah kegiatan inti. Tanpa adanya foto seolah tidak ada bukti.

Adzan magrib terdengar nyaring dari sebuah masjid. Kami pun segera kembali ke mobil untuk menuju destinasi berikutnya, yaitu Masjid Terapung BJ Habibie. Masjid ini cukup megah. Berdiri di bibir pantai. Masjid ini baru beroperasi pada awal tahun 2023 ini. 

Monumen Cinta Sejati Habibie Ainun

 

Ketika kami datang, shalat jamaah magrib baru saja usai. Kami segera mengambil air wudhu lalu menjalankan shalat berjamaah. Bertindak sebagai imam yaitu Dr. Ahmadi, Ketua LP2M IAIN Ponorogo.

Usai shalat, sebagaimana biasa, kami mengambil foto dari berbagai sudut. Dokumentasi dalam bentuk foto tampaknya menjadi ciri penting manusia kekinian. Dulu, ketika teknologi belum secanggih sekarang, foto betul-betul dipilih secara cermat. Hal ini karena foto berkonsekuensi pada pembiayaan yang lumayan.

Kawan-kawan sudah selesai shalat dan bersegera menuju mobil. Saya izin ke panitia dan rombongan untuk tidak ikut serta. Ada Dr. Musyarif dan istrinya, Dr. Ahdar, yang ingin bertemu. Jika memungkinkan nanti kami akan menyusul ke lokasi kawan-kawan makan malam. 

Bersama Dr. Musyarif
 

Saya sudah cukup lama kenal dengan pasangan yang sama-sama bergelar doktor dan sama-sama menjadi dosen IAIN Parepare. Perkenalan yang sesungguhnya natural saja. Ketika tahu saya hadir di Parepare, beliau berdua ingin berdiskusi tentang berbagai hal, khususnya tentang strategi menulis artikel jurnal.

Malam itu, sambal jalan, kami berdiskusi. Diskusi semacam ini penting untuk saling berbagi wawasan. Menulis artikel jurnal merupakan kewajiban setiap dosen, namun tidak semuanya mengetahui aspek teknis dan substantif. Investigasi Harian Kompas beberapa waktu lalu tentang adanya perjokian karya ilmiah bagi dosen saya kira disebabkan juga oleh—antara lain—pengetahuan terhadap aspek teknis dan substantif ini.

Tentu tidak semata tentang hal tersebut. Persoalan pragmatisme dan budaya akademik—khususnya dalam bentuk penulisan ilmiah—yang belum terbangun kokoh juga menjadi persoalan tersendiri. Saya kira perlu dibangun sistem yang kokoh di setiap universitas agar berbagai bentuk ketidakjujuran dalam menghasilkan karya akademik bisa diminimalisir.

 Makan malam

Pak Musyarif mengarahkan mobilnya ke sebuah rumah makan. Sebagai daerah yang dekat pantai, ikan laut menjadi menu yang lazim. Warung makan tujuan adalah Rumah Makan Hj. Uni yang lokasinya ada di Jl. Andi Makkasau Timur.

Saya diminta memilih ikan segar. Saya katakan bahwa saya tidak tahu mana ikan yang cocok. Saya ikut saja pilihan Bu Ahdar. Saya katakan bahwa sejauh ini hanya ada dua rasa makanan di Parepare, yaitu enak dan enak banget.

Warung Hj. Uni ini tidak seberapa besar. Namun demikian pengunjungnya lumayan banyak. Nyaris setiap meja ada pembelinya. Jika satu pembeli pergi, tidak seberapa lama pembeli berikutnya datang.


 Tulisan di dinding rumah makan

Saya amati ada beberapa tulisan menarik yang terpampang di dinding. Saya minta izin untuk mengambil gambar kepada pelayan. Beberapa tulisan tersebut adalah:

Jika sandalmu “hilang” di masjid, itu ujian paling ringan. Tetapi jika sandalmu “tidak pernah ada” di masjid, itulah ujian yang berat.

Kalau ada laki-laki bilang “Lautan api akan kusebrangi demi cintaku padamu”, jangan percaya. Kopi panas saja masih ditiup.

Tidak butuh waktu lama, menu disajikan. Saya hanya mendengarkan penjelasan Pak Dr. Musyarif terkait ikan, menu, dan lainnya. Saya fokus saja ke makan. Sebagaimana saya duga, rasanya enak sekali. Terima kasih Pak. Dr. Musyarik dan Ibu Dr. Ahdar atas traktirannya.

 

Tulungagung, 17 Juli 2023

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.