Perjalanan dan Perjuangan Mencari Sarapan di Tana Toraja

Juli 16, 2023

Wajah-wajah cerah meskipun belum mandi
 

Ngainun Naim

 

Kesempatan itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Belum tentu di waktu lain mendapatkan kesempatan dengan konteks dan situasi yang sama. Jika pun mendapatkan kesempatan berikutnya, konteks dan situasinya pasti berbeda.

Aspek semacam inilah yang saya pahami setiap mendapatkan sebuah kesempatan. Saya berusaha menjalani, menikmati, dan menulisnya sebagai bentuk rasa syukur. Tanpa dituliskan, banyak hal yang terlupakan.

Kesempatan datang ke Tana Toraja saya peroleh saat mengantarkan mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung untuk mengikuti KKN Nusantara Moderasi Beragama Tahun 2023. Nama Tana Toraja sudah cukup lama saya dengar. Namun demikian saya belum memiliki kesempatan berkunjung ke daerah yang konon kaya dengan budaya tersebut.

Perjalanan ke Tana Toraja sesungguhnya penuh perjuangan. Kami harus bangun sebelum jam 03.00 pagi. Ini disebabkan perjalanan menuju Tana Toraja dari Parepare membutuhkan waktu sekitar lima jam. Undangan penerimaan mahasiswa KKN di Kantor Bupati Tana Toraja jam 09.00 pagi.

Dengan mata yang masih kantuk, bersama puluhan dosen dari berbagai perguruan tinggi keagamaan negeri se-Indonesia, kami berangkat. Saya usahakan memejamkan mata meskipun sulit untuk tidur terlelap. Setidaknya saya bisa menyimpan energi karena siang sebelumnya aktivitas cukup padat. Bahkan malam sebelum berangkat pun saya masih ada acara. Jadi saya hanya tidur sekitar 3,5 jam.

Jalanan menuju Tana Toraja melewati pegunungan. Kondisi jalan banyak yang rusak. Akibatnya, saat melewati jalan berlobang, saya pun terbangun karena mobil bergetar.

Menjelang subuh kami berhenti di sebuah masjid. Saya lihat sudah mulai masuk wilayah Masjid Enrekang. Masjidnya cukup besar.

Usai salat subuh, saya sengaja tidak memejamkan mata. Saya berusaha menikmati suasana sepanjang perjalanan. Situasi mulai jelas. Jalanan berbukit dengan alamnya yang indah merupakan anugerah luar biasa. Indonesia sungguh kaya luar biasa.

Hari semakin siang. Suasana redup dan terkadang gerimis. Sesaat kami mulai masuk wilayah Tana Toraja.

Perbatasan sudah terasa identitasnya. Sebuah gereja berdiri megah di perbukitan. Tidak jauh dari situ, plakat bertuliskan gereja tersebar di banyak lokasi yang kami lewati. Sungguh merupakan pemandangan yang sangat eksotik.

Sekitar jam 08.30 kami sampai ke Hotel Pantan. Agenda berikutnya adalah check in lalu mandi dan sarapan. Saya coba tanya ke resepsionis terkait makan ini, ternyata tidak bisa order.

Tidak ada pilihan. Saya segera memasukkan baju ke kamar lalu kembali ke lobi. Kebetulan ada panitia yang siap mengantar mencari sarapan.

Kami pun keliling. Memang, sebagai Muslim, kami harus selektif memilih warung makan. Salah satu ciri warung yang bisa kami konsumsi adalah ada tulisan Bismillah.

Tidak jauh dari hotel, kami menemukannya. Namanya Warung Makan Sunan Drajat. Namanya saja sudah nama Islam. Ternyata ini warung milik orang Banyuwangi. Saya pun berbincang santai dengan pemilik warung dalam Bahasa Jawa. Sementara Mas T. Wildan (Langsa, Aceh), Hasan Sadzali (Medan), dan Nurul Islam (Majene), hanya menyimak. Sesekali mereka menimpali dalam bahasa Indonesia.

Saya memilih menu pecel lauk telur tempe tahu. Jika di rumah, sarapan pecel itu biasa. Nyaris setiap hari menu saat sarapan ya pecel. Namun saat di Tana Toraja, menu pecel tentu beda. Setidaknya beda rasa dan suasana.

Sarapan usai. Kami segera kembali ke hotel. Acara berikutnya sudah menunggu.

 

Trenggalek, 16 Juli 2023

10 komentar:

  1. Terima kasih telah berbagi pengalaman. Sangat menginspirasi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mengunjungi blog sederhana ini dan meninggalkan catatan.

      Hapus
  2. Simple dan inspiratif. Sebuah catatan perjalanan yang dituliskan. Terima kasih untuk contohnya, Prof.

    BalasHapus
  3. Saya setuju. kenangan akan mudah hilang jika tidak diabadikan. Selain dokumentasi berupa gambar/foto, dengan tulisan kita bisa menyimpan perasaan, dan berbagai rasa pada suatu waktu di masa lalu. Contoh konkret dan praktis.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.