Konsultasi

Agustus 13, 2023


 

Ngainun Naim

 

Seorang mahasiswa berkirim pesan via WA. Intinya dia ingin menemui saya untuk konsultasi tugas akhirnya.

Tentu saya senang. Ini berarti ada kemajuan dalam pengerjaan tugas akhirnya. Saya harus memberikan apresiasi.

Sesungguhnya hari itu saya ada waktu luang. Segera saya balas, "Kirim dulu file tugasmu lewat email atau WA. Saya harus baca dulu sampai tuntas sebelum bertemu langsung untuk mendiskusikan tugasmu".

Datang langsung dengan membawa tugas yang tercetak untuk konsultasi menunjukkan adanya kemauan dan kemajuan. Kemauan karena inilah yang menjadi kunci. Kemauan kuat berarti kunci sukses. Kemauan lemah berarti kunci gagal.

Kemajuan karena jika belum ada kemajuan, mana mungkin berani menghubungi untuk konsultasi.  Menghadap tanpa progress sesungguhnya boleh saja. Namun jadinya bukan konsultasi tetapi curhat.

Sesungguhnya bisa saja saya membaca cepat saat konsultasi. Bisa juga membaca sepintas lalu. Namun model konsultasi begini kok rasanya kurang memberikan kepuasan. Banyak hal yang terlewat atau luput dari perhatian.

Menjadi pembimbing memberikan kesempatan pada saya untuk belajar. Membaca tugas itu memberikan wawasan dan perspektif. Juga perlu kesempatan untuk melakukan refleksi.

Saya pribadi berharap bimbingan itu bukan sekadar mengesahkan tugas melalui tanda tangan tetapi juga memberikan wawasan dan pengetahuan kepada mahasiswa. Catatan demi catatan, coretan demi coretan, dan komentar demi komentar yang saya bubuhkan memiliki tujuan utama berupa tugas akhir yang baik.

Tentu tidak mudah untuk melakukan revisi. Banyak mahasiswa yang berharap, sekali menghadap dosen pembimbing, lalu beres. Secara pragmatis mungkin begitu, tetapi secara proses dan kualitas diri jelas tidak banyak kemajuan yang diperoleh.  Padahal bimbingan itu adalah proses belajar untuk kemajuan diri.

Bimbingan itu penuh dinamika. Kadang sesuai harapan, kadang tidak. "Maaf Pak, mohon perkenannya untuk menyetujui tugas saya ya Pak. Saya sudah maksimal memperbaiki. Dan lagi, hari ini terakhir pendaftaran. Jika saya gagal daftar, saya harus bayar UKT lagi", ujar seorang mahasiswa dengan memelas.

Saya terdiam. Kemudian menuju ke ruang samping untuk membuat kopi. Kopi pahit dengan sedikit sekali gula biar kuat menghadapi kenyataan.

 

Trenggalek, 12 Agustus 2023

19 komentar:

  1. Saya juga mengalami tapi di bagian mahasiswa yang pengin segera beres..
    Karena nggarap tugas akhir betul betul menguras pikiran. Saat ke pembimbing salah semua ternyata

    BalasHapus
  2. Ah..ini perasaan anda saja..saya yakin sudah terjadi begitu lama,, anda baru memposting nya.. ingat kemenag punya slogan #TIDAK BOLEH MEMPERSULIT MAHASISWA# YANG PENTING SEGERA LULUS URUSAN KARYA ILMIAH NO 500, YANG PENTING DAPAT IJASAH. YANG TERPENTING LAGI KAMPUS AKREDITASI A KERAN LULUS TEPAT WAKTU

    BalasHapus
  3. Jangan-jangan itu saya....wkwkwkwkwkwkwk

    BalasHapus
  4. Penulisan tugas akhir memang butuh proses dan penuh dilema. Apalagi dalam prosesnya tidak sesuai dengan ekspektasi dan dikerjar waktu. Itu yang mengakibatkan mahasiswa sering kali memelas dengan dosen pembimbing untuk di ACC. Hehehe🙏

    BalasHapus
  5. The power of kebelet menjadi senjata pamungkas

    BalasHapus
  6. Tulisan mantap, Pak Prof! Ending yang memiliki tanda tanya besar bgmn penyelesdiannya. Fiserahkan pada pembaca. Ya, antara tugas, perbaikan, kepepetnya mahasiswa, dan tgs kemanusiaan. Terimakasih! Sungguh bermanfaat!

    BalasHapus
  7. Padahal bimbingan itu adalah proses belajar untuk kemajuan diri.

    Terima kasih Prof.

    BalasHapus
  8. Saya lebih penasaran dengan kopi pahit yang bikin kuat menghadapi kenyataan....pengin nyicip ah.... Tulisan keren, Prof....#salam literasi, Prof...👆

    BalasHapus
  9. ini baru namanya dosen yg berkualitas hehehe

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.