Intelektual Autis

September 19, 2023


 Ngainun Naim

 

Intelektual itu jumlahnya sedikit namun pemikiran, gerakan, dan implikasi pemikiran mereka menentukan jalannya sejarah. Hal ini disebabkan karena pemikiran kalangan intelektual menjadi basis bagi jalannya sejarah.

Menjadi intelektual itu tidak mudah. Tidak banyak orang yang mampu menjadi intelektual. Hanya orang-orang yang memiliki komitmen tinggi saja yang mampu menjalaninya.

Tentang siapa kalangan intelektual itu, ternyata tidak mudah untuk menjawabnya. Ada berbagai pendapat terkait hal ini. Salah satu pendapat menyatakan bahwa intelektual adalah mereka yang bergelut dengan dunia akademik.

Ditinjau dari perspektif ini maka seorang dosen itu adalah seorang intelektual. Aktivitas sehari-hari seorang dosen berkaitan dengan akademik. Modal intelektual yang dimiliki seorang dosen diyakini sebagai satu-satunya intangible asset yang mampu menciptakan keunggulan kampus (UMD Fadli, 2020).

Meskipun demikian tidak serta merta seorang dosen itu menjadi seorang intelektual dalam maknanya yang substantif. Dosen intelektual adalah yang mau dan mampu memproduksi ilmu pengetahuan secara lisan dan tertulis. Ilmu yang dikuasainya mampu ditransformasikan dalam kehidupan secara luas.

Dosen jangan sampai menjadi intelektual autis. Pesan ini saya terima dari Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag., Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung saat memberikan sambutan pada Workshop Penguatan Sindikasi Media pada Kamis, 14 September 2023. Autis dalam konteks ini adalah asyik dengan dunianya sendiri. Tidak peduli dengan realitas yang ada di sekitarnya, bahkan juga tidak peduli dengan dirinya sendiri.

Salah satu bentuk intelektualitas seorang dosen adalah menulis. Dosen sebagai intelektual pasti bisa menulis. Itu idealnya. Namun realitasnya belum tentu seindah idealitas.

Secara sederhana tulisan bisa dibagi menjadi dua, yaitu tulisan ilmiah dan popular. Tulisan ilmiah biasanya dalam bentuk artikel jurnal, laporan penelitian, atau tugas akhir studi (skripsi, tesis, disertasi). Sedangkan tulisan popular biasanya dalam bentuk esai yang dipublikasikan di media cetak atau online.

Banyak dosen yang produktif menghasilkan karya ilmiah di jurnal-jurnal bereputasi. Buku-buku karyanya terus terbit. Penelitian demi penelitian terus dilakukan seolah tanpa jeda. Tentu ini prestasi akademik yang penting untuk diapresiasi dan diteladani.

Namun demikian belum tentu mereka yang terbiasa menulis ilmiah bisa dengan mudah untuk menulis popular. Bisa jadi karena memang betul-betul sulit atau memandang remeh tulisan populer karena menggunakan perspektif ilmiah.

Kita juga menyaksikan banyak dosen yang menjadi kolomnis produktif di banyak media. Namun giliran berhadapan dengan tulisan ilmiah, mereka kesulitan. Sebabnya kasuistis yang bisa jadi tidak sama antara satu orang dengan yang lainnya.

Paling hebat adalah intelektual yang bisa menulis ilmiah dan juga menulis popular. Tentu pemilik keterampilan menulis ilmiah dan popular termasuk istimewa. Meskipun sulit, sebagaimana persoalan menulis pada umumnya, kombinasi ilmiah dan populaer penting untuk diperjuangkan. Sepanjang terus diupayakan, keberhasilan pasti akan diraih. Hanya soal waktu saja yang menjadi ukurannya.

Persoalan yang serius adalah dosen yang tidak bisa menulis sama sekali. Tulisan ilmiah tidak bisa. Begitu juga dengan tulisan popular. Jika ini yang terjadi, mungkin termasuk kategori dosen autis.

 

Trenggalek, 18 September 2023

6 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.