Haul, Pengingat, dan Pengikat
Ngainun Naim
Tanggal 29 November 2023 KH. Sholahuddin
Fathurrahman (Gus Amang) menelepon. Inti teleponnya adalah beliau menyampaikan
hasil rapat Yayasan bahwa saat Haul KH.M. Bisri Syansuri yang jatuh pada 1
Rajab 1445 H atau 12 Januari 2024 M, saya diminta menjadi wakil alumni yang memberikan
sambutan.
Sejenak saya terdiam.
Tidak bisa berkomentar. Lebih lanjut Pengasuh Pesantren Mamba’ul Ma’arif Asrama
Al-Bisri tersebut melanjutkan, ”Ini tidak boleh ditawar, apalagi ditolak”.
Sebagai santri, tidak ada
pilihan selain menjawab siap. Tentu, berbagai pertanyaan muncul. Juga berbagai
hal mengapa saya yang dipilih. Namun semua segera saya abaikan. Aspek yang
lebih penting adalah bagaimana saya mempersiapkan diri saat menjalankan tugas.
Jasa Besar KH.M. Bisri Syansuri
Haul KH.M. Bisri Syansuri
ke-45, Nyai Hj. Nur Khodijah ke-71, dan HUT PP Mamba’ul Ma’arif yang ke-109
merupakan momentum penting, baik bagi santri, alumni, dan umat Islam. Disebut momentum
penting karena haul membuka kesempatan untuk bersilaturrahmi. Silaturrahmi
ke kiai, sesama alumni, tokoh masyarakat, dan banyak pihak lain. Hal memungkinkan
terjadinya pertemuan demi pertemuan yang acapkali tidak terduga. Jika tidak ada
haul, momentum silaturrahmi semacam ini kecil kemungkinan untuk terjadi.
Haul juga menjadi momentum
untuk menyambung sanad ilmu. Aspek unik dan menjadi karakteristik khas keilmuan
pesantren adalah sanad ilmu. Kita tidak sekadar datang semata-mata
tetapi juga berdoa dan ngaji. Kita menyimak ilmu dan hikmah yang disampaikan
oleh para kiai. Ini merupakan hal luar biasa yang kita peroleh dengan hadir
dalam haul.
Memang, ngaji adalah
aktivitas yang harus terus dilakukan santri sepanjang hidup. Meskipun sudah menjadi
alumni bukan berarti ngaji berhenti. Kita seharusnya meneladani tindak
lampah KH.M. Bisri Syansuri yang—sebagaimana dijelaskan KH. Marzuki
Mustamar—yang tetap mengaji, mengaji, dan mengaji. Padahal beliau tokoh besar. Nasabnya
juga luar biasa yang tersambung ke tokoh-tokoh besar. Meskipun demikian beliau
tetap gigih mengaji.
Kita sebagai santri harus
meneladani spirit mengaji beliau. Ngaji yang membuat hidup menjadi aji, berharga.
Jika pun karena satu dan lain hal belum berkesempatan hadir secara langsung ke
acara haul, menyimaknya secara online sesungguhnya juga merupakan
aktualisasi mengaji.
Momentum hal penting artinya
untuk mengenang kembali KH. M. Bisri Syansuri dan Nyai Hj. Nur Khodijah.
Beliau adalah orang-orang besar. Orang-orang yang luar biasa.
Orang besar itu
ditentukan oleh banyak faktor. KH. M. Bisri Syansuri menjadi tokoh besar
karena: pertama, memiliki tinggalan yang terus hidup sepeninggal beliau.
PP Mamba’ul Ma’arif ini dengan berbagai lembaga pendidikannya dan ribuan santri
dan alumni yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, bahkan belahan dunia,
merupakan bukti kebesaran beliau berdua.
Kedua, kebesaran seseorang karena menulis atau ditulis. Sudah
banyak yang menulis tentang KH.M. Bisri Syansuri. Agenda penting kita adalah
menulis hal-ikhwal para masayikh dan Bu Nyai dari PP Denanyar yang sudah
berpulang. Ada banyak teladan, tindak lampah beliau-beliau yang perlu
diketahui oleh santri, alumni, dan masyarakat luas. Tulisan tentang para
masayikh dan Bu Nyai ini penting karena zaman terus berjalan. Generasi terus
berganti. Jika tidak ditulis, akan ada hal yang hilang karena tidak diketahui
oleh generasi-generasi berikutnya.
Pengingat dan Pengikat
Haul merupakan menjadi pengingat
dan pengikat bagi siapa saja, baik santri, alumni, maupun masyarakat umum. Pengingat
bahwa setiap tanggal 1 Rajab kita diingatkan terhadap agenda haul yang
dilaksanakan rutin setiap tahun. Pengikat dalam makna, setiap waktu
haul, ada semacam dorongan yang kuat pada kita yang memiliki keterikatan dengan
Pondok Denanyar untuk ngalap barakah dengan hadir ke pesantren ini.
Bisa mondok itu anugrah
hidup yang luar biasa. Mondok itu ada yang direncanakan. Mondok yang
direncanakan itu penting sekali sebagai bagian dari kesadaran untuk memberikan
pendidikan yang terbaik. Namun ada juga yang mondok benar-benar karena takdir.
Tidak pernah ada rencana. Itu yang saya alami.
Tahun 1991 saya tamat
dari MTsN 2 Tulungagung. Saya kemudian mendaftar di MAN 1 Tulungagung. Suatu
waktu, seorang kawan sesama alumni MTsN 2 Tulungagung datang ke rumah. Intinya
ia mengajak untuk mondok. Saya sendiri baru haru itu mendengar nama pondoknya
yaitu Pondok Pesantren Mamba’aul Ma’arif Denanyar Jombang. Singkat cerita, kami berdua pergi ke Denanyar. Mendaftar lalu mengajak dua orang kawan teman MTsN
untuk juga mendaftar. Inilah saya sebut takdir mondok. Tanpa rencana saya
mondok ke Denanyar.
Saya sangat bersyukur
ditakdirkan oleh Allah Swt mendapatkan kesempatan untuk mondok. Ini pengalaman
hidup dan perjalanan yang sangat luar biasa. Tidak bisa diungkapkan dengan
kata-kata. Intinya mondok itu kelihatannya biasa-biasa saja. Kenapa? Karena
kita menjalaninya. Bagi yang tidak menjalani, mungkin luar biasa.
Memang setelah saya
renungkan, mondok itu ya seperti itu. Anehnya, sekarang ini setelah lulus
banyak alumni yang sukses. Alumni Denanyar banyak yang menjadi birokrat, ada
yang menjadi Bupati, ada yang menjadi pengusaha, ada yang menjadi politisi, ada
yang menjadi kiai, pengacara, dan aneka profesi lainnya.
Kunci pentingnya adalah
keikhlasan menjalani proses mondok. Para masayikh tidak sekadar mengajar tetapi
juga ikhtiar lahir batin agar para santri dan alumninya sukses. Saya yakin itu.
Banyak juga alumni
Denanyar yang menjadi guru besar. Saya kira sebagian besar kampus di Jawa ada
dosen yang alumni Denanyar. Beberapa yang saya tahu bahkan sudah mendapatkan
gelar guru besar. Tentu ini merupakan hal yang harus disyukuri.
Ada filosofi yang saya
kira bagus untuk santri yang mondok, yaitu memposisikan diri sebagai wadah.
Sebagai tempat kosong yang akan diisi dengan pengetahuan oleh para kiai dan
guru. Filosofi ini penting agar saat mondok kita bisa menyerap ilmu dengan
baik. Posisi sebagai orang kritis bisa dilakukan setelah mondok karena kritis
itu perlu modal. Tidak asal kritis. Kritis tanpa modal namanya nyinyir.
Kita mondok itu belajar
banyak hal. Pertama, belajar ilmu. Saya kebetulan hanya 3 tahun di
Denanyar, yaitu saat duduk di bangku MAN. Tentu tiga tahun merupakan waktu yang
singkat. Belum banyak yang saya pelajari. Namun saya merasa bahwa modal dari
Denanyar sangat besar artinya ketika saya melaksanakan studi lanjut dan
menempuh karir di dunia akademik.
Kedua, belajar tentang kehidupan. Belajar dan tinggal di pondok
adalah belajar tentang kehidupan. Belajar tentang bagaimana beratnya bangun
malam lalu shalat subuh berjamaah. Di sini ada aneka kisah unik. Ada santri
yang sampai harus basah kuyub karena sulit dibangunkan. Ada banyak lagi yang
tidak perlu saya sebutkan karena bisa mengorek rahasia umum yang telah
sama-sama kita ketahui.
Ketiga, belajar saling menghargai. Ada ribuan santri yang tinggal
di PP Mambaul Maarif ini. Dulu, zaman saya mondok, para santri berasal dari
aneka suku, beragam wilayah, dan latar belakang. Kami hidup bersama. Dengan
keunikan masing-masing, kami tinggal bersama. Tentu ada perbedaan. Di sinilah
kami belajar saling menghargai.
Keempat, belajar tentang prinsip hidup. Di sinilah kami diajari
untuk menjalankan ajaran agama. Di sini kami diajari tentang akhlak. Di sini
kami diajari untuk menjadi manusia yang lebih baik. Tentu bukan hal mudah.
Proses menjadikan pembelajaran ini menjadi perilaku itu cukup berliku. Di
pondok adalah saat menanam. Ada yang tumbuh subur, biasa, dan ada yang layu
lalu mati. Begitu juga dengan prinsip hidup yang kami pelajari. Namun harus
jujur diakui bahwa pondok ini telah memberikan banyak hal dalam kehidupan kami
yang tidak bisa diungkapkan satu per satu.
Sebagai penutup, sebagai
alumni saya ingin menyampaikan bahwa saat meninggalkan pondok pesantren ini,
cukup kaki dan jasad kita yang pergi. Namun hati dan rasa kita tetap tersambung
di pesantren ini. Semoga kita semua diakui sebagai santrinya Mbah KH. Bisri
Syansuri. Aamiinn.
Tulungagung, 12 Januari 2024
Amin Yra. Matur nuwun Prof. Naim dg 4 ilmu mondok.
BalasHapusSama-sama Pak Haji
HapusSubhanallah! Terimakasih Pak Prof! Pengingat dan pengikat alumni, silaturahmi, luar biasa!!!
BalasHapusSama-sama Bu
HapusPengalaman santri yang mondok pasti akan mewarnai karakter seseorang.
BalasHapusBetul Pak
Hapus