Kopi, Rekreasi, dan Literasi

Januari 08, 2024

Bermain pasir di Pantai Midodaren

Ngainun Naim

 

Hujan di luar masih turun dengan deras. Secangkir kopi panas menemani. Sungguh suatu nikmat yang harus disyukuri.

 

Saya bukan pecandu kopi. Dulu saya minum kopi hanya kadang-kadang saja saat bertemu kawan. Namun sejak sering bepergian dan kadang mendapatkan oleh-oleh kopi, minum kopi menjadi kebiasaan. Bukan menjadi pecandu. Sekadar minum pada saat tertentu saja, namun intensitasnya lebih sering dibandingkan dulu.

 

Kopi yang sore ini saya seduh bermerk Babah Kacamata dari Salatiga. Ketika pamit pulang usai mengisi acara yang diselenggarakan LP2M UIN Salatiga di Hotel Laras Asri Salatiga, panitia memberikan oleh-oleh—di antaranya—kopi. Menyeduhnya di sore ini merupakan wujud terima kasih dan syukur saya.

Babah Kacamata


 

Saya baru saja sampai di rumah setelah sejak pagi pergi ke Pantai Midodaren Tulungagung. Istri ikut acara Dharma Wanita. Saya dan dua anak bermain di pantai.

 

Pagi hingga sekitar jam 13.00 suasana pantai cukup panas. Setelah itu turun hujan sampai maghrib. Cukup deras dan hujannya merata sampai saya sampai di rumah.

 

Ada beberapa catatan saya terkait pantai yang kini cukup dipadati oleh pengunjung ini. Pertama, sarana kamar mandi perlu dikelola secara baik. Pengunjung butuh kenyamanan. Berbayar pun asal wajar saya kira tidak masalah sebagai konsekuensi fasilitas yang diberikan. Jumlahnya kurang memadai. Dari jumlah yang ada, banyak yang kurang berfungsi secara baik.

Menulis


Kedua, kebersihan perlu menjadi prioritas. Sampah bertebaran di mana-mana. Di pinggir pantai, di tempat parkir, dan nyaris di hampir semua tempat. Selain itu, rumput kurang terawat tumbuh di banyak tempat. Fasilitas untuk membuang sampah perlu diperbanyak. Pengunjung perlu dibiasakan untuk tidak asal buang sampah.

 

Kita memang belum memiliki tradisi disiplin dan bertanggungjawab terhadap sampah. Cara yang paling strategis adalah menciptakan mekanisme agar tidak membuang sampah seenaknya. Bisa penyediaan banyak tempat sampah, flyer tentang membawa bungkus untuk sampah, atau banyak cara lain yang perlu dipikirkan agar pantai tetap bersih dan menarik.

Ramai pengunjung
Terjun payung

Rintik hujan masih terdengar. Adik Leiz sedang saya biasakan menulis satu dua kalimat dari perjalanan siang ini. Sekadar membiasakan. Siapa tahu suatu saat semakin akrab dengan dunia literasi. Semoga.

 

Trenggalek, 7-1-2024

10 komentar:

  1. Catatan yang menarik, termasuk tentang membiasakan Adik Leiz menulis.

    BalasHapus
  2. Terima kasih wisata dengan tips menanggulangi sampah yang sampai sekarang kurang perhatian individu-individu dan pengelola wisata. Dan.yang menarik membiasakan sejak.dini Adik Leiz untuk menulis sebagai bekal LITERASI.

    BalasHapus
  3. Adik Leiz sedang serius belajar menulis, keren....

    BalasHapus
  4. sangat kontributif, sering tulisan ringan seperti ini lebih mudah diterima oleh masyarakat. sukses dan sehat selalu prof.

    BalasHapus
  5. Minggu lalu waktu saya berkunjung ke rumah besan di Ponorogo hampir saya berkunjung ke pantai ini, Mas.
    Karena sesuatu hal akhirnya tidak jadi, dan ubah haluan menunjungi telaga Sarangan dan esoknya ke telaga Ngebel.

    Saya penyuka kopi. Jadi penasaran dengan kopi Babah Kaca Mata ini...

    Salam,

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam. Oh rumah besan di Ponorogo ya Pak. Jika suatu saat berkunjung lagi, mohon kontak. Siapa tahu bisa bersua.

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.