Rumah Adat Banjar
Ngainun Naim
Rumah adat itu estetik. Ada nuansa kesederhanaan yang mengandung
kesejukan. Menurut saya, rumah adat bukan hanya identitas tetapi penanda
peradaban.
Di kampung tempat saya tinggal, masih ada rumah adat yang
estetis. Namanya joglo, sinom, dan limas. Saya sendiri tidak tahu secara persis
perbedaan antara satu dengan lainnya.
Saya mengagumi rumah adat semacam itu. Rumahnya besar,
halamannya luas, dan rasanya tidak ketinggalan zaman. Meskipun beberapa bagian
direnovasi sesuai kebutuhan namun tetap eksotik.
Memang kini jumlahnya semakin sedikit. Joglo atau limas
itu lazimnya dimiliki oleh orang kaya. Rakyat umumnya tidak bisa memiliki
karena biaya yang tidak sedikit dan ketersediaan lahan.
Jumlah penduduk semakin bertambah tetapi jumlah lahan
tetap. Dampaknya, rumah mengecil. Lahan sempit pun dimanfaatkan untuk
perumahan. Rumah adat dengan lahan luas semakin tersisihkan.
Jika pun masih ada, ia justru menjadi cagar budaya.
Peninggalan bersejarah yang penting untuk dilestarikan. Setidaknya menjadi
media penyambung budaya dan juga pengetahuan antar generasi.
Saya senang sekali ketika Datuk Rasyid, seorang kolega di
Banjarmasin, tetiba mengantarkan kami ke rumah adat Banjar Bubungan Teluk
Selong Ulu.
Rumah adat ini eksotis dan teduh. Berada di lahan yang
cukup luas dengan dua bangunan rumah yang didominasi kayu. Bagian bawah masih
rawa. Jadi seperti bangunan di atas air. Saya bayangkan betapa kuatnya kayu
penyangga yang digunakan. Kemungkinan besar kayu ulin.
Datuk Rasyid memandu kami menelusuri jalanan menuju
rumah. Sungguh eksotik. Kekuatan naturalnya sangat kuat. Rasanya seperti berada
di sebuah masa lalu.
Aksi demi aksi dilakukan. Gambar demi gambar diambil.
Bagian demi bagian bangunan dimasuki.
Tuan rumah yang dalam kondisi kurang sehat menemani.
Namanya Hj. Fauziah. Beliau banyak berbincang dengan Bu Laila, teman satu
rombongan kami. Ternyata banyak famili Hj. Fauziah yang tinggal di Kampung
Banjar Tulungagung. Profesi mereka adalah pedagang emas. Beberapa nama disebut.
Ada yang nama cukup akrab dengan toko emas yang cukup besar.
Saya keluar dari rumah. Jalanan di samping rumah saya
telusuri. Saya memutar mengelilingi rumah lalu mengambil gambar.
Langkah ini saya lakukan agar memiliki dokumentasi. Dalam
konteks dokumen, foto dan narasi sama pentingnya. Sama-sama saling menguatkan.
Minimal sebagai dokumen personal.
Hari semakin sore. Tubuh mulai lelah. Jarum jam
menunjukan angka 15.20. Saya lihat kawan-kawan juga sudah keluar rumah. Kami
pun segera berjalan menuju mobil. Masih ada agenda yang harus dikerjakan.
Bandara Internasional Syamsudin Noor Banjarmasin. 16.12.2023
Prof..yang sangat luar biasa 👍👍👍
BalasHapusHanya catatan sederhana. Terima kasih atas apresiasinya
HapusMengesankan Rumah Adat sebagai warisan budaya luhur dan estetika
BalasHapusMatur nuwun Prof. Naim
Terima kasih Pak Haji atas apresiasinya
HapusTulisan rumah adat yang mengesankan. Mantap
BalasHapusTerima kasih Abah Emcho
Hapus