Pikiran, Keimanan, dan Kecerdasan

Februari 02, 2024



Ngainun Naim

 

Aspek yang penting pada manusia adalah pikiran. Pikiran yang membuat manusia bisa semakin maju hidupnya. Namun pikiran juga membuat rusak kehidupan.

Negara yang maju merupakan hasil dari pikiran yang cerdas dan kreatif. Namun kerusakan yang kita saksikan sekarang ini juga bagian tidak terpisah dari pikiran manusia.

Intinya pikiran itu bisa membawa kebaikan atau kerusakan. Kuncinya ada pada masing-masing orang.

Di sini agama mengambil peranan penting. Pikiran yang tidak ada pertimbangan agama bisa berbahaya. Sama dengan agama yang diamalkan tanpa menggunakan pikiran untuk memahami secara baik dan komprehensif juga berbahaya.

Agama dan pikiran itu sama-sama penting. Agama yang memandu pikiran agar selalu sejalan dengan ajaran agama.

Pikiran dan keimanan membuat manusia selalu terikat dan terkait dengan Allah. Inilah yang membuat kecerdasan yang lebih karena mampu menangkap ayat Allah, baik tekstual maupun kontrkstual. Jadi apa pun yang bisa ditemui adalah petunjuk yang menghasilkan bahan untuk perbaikan.

Kecerdasan ini juga menjadi modal untuk memahami bahwa hidup tidak hanya sesaat. Hidup itu jangka panjang. Tidak hanya di dunia tetapi juga akhirat. Di sinilah penting untuk investasi.

Hidup adalah investasi utk hari esok yang lebih baik. Hidup di dunia perlu investasi. Hidup di akhirat juga perlu investasi. Hasil investasi menentukan jalan kehidupan kita.

Aspek lain yang juga perlu menjadi perhatian kita adalah keterkaitan antara keimanan dan kemanusiaan. Iman itu bukan hanya urusan personal tetapi juga sosial. Berbuat baik kepada Allah harus disempurnakan dengan berbuat baik pada orang tua, keluarga, tetangga, sahabat, guru, dan semua pihak terkait.

Pikiran dan gagasan yang abtsrak dan makro itu penting namun perlu ditindaklanjuti. Makro tanpa aksi akan abstrak. Aksi tanpa abstraksi akan abstrak. Keduanya saling mengisi dan melengkapi. Ketika menurunkan abstraksi menuju aksi maka diri sendiri yang harus memulai.

Jika mengingatkan pentingnya mengaji maka kita adalah teladan untuk memulai. Jika mengajak shalat jamaah maka kita adalah yang terdepan. Ibda’ binafsik, mulai dari diri sendiri.

Ketika diri kita baik maka kita mengajak anggota keluarga juga untuk baik. Keluarga adalah induk dari transformasi sosial budaya.

 

Semarang, 2 Februari 2024

 

)* Catatan ini terinspirasi dari Khotbah di Masjid Raya Baiturrahman Simpang Lima Semarang pada Jumat tanggal 2 Februari 2024 dengan Khatib Dr. H. Muhammad Navis Junalia, M.A., Dosen Pascasarjana UIN Walisongo Semarang.

 

6 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.