Pikiran, Keimanan, dan Kecerdasan
Ngainun Naim
Aspek yang penting pada manusia adalah pikiran. Pikiran
yang membuat manusia bisa semakin maju hidupnya. Namun pikiran juga membuat
rusak kehidupan.
Negara yang maju merupakan hasil dari pikiran yang cerdas
dan kreatif. Namun kerusakan yang kita saksikan sekarang ini juga bagian tidak
terpisah dari pikiran manusia.
Intinya pikiran itu bisa membawa kebaikan atau kerusakan.
Kuncinya ada pada masing-masing orang.
Di sini agama mengambil peranan penting. Pikiran yang
tidak ada pertimbangan agama bisa berbahaya. Sama dengan agama yang diamalkan
tanpa menggunakan pikiran untuk memahami secara baik dan komprehensif juga
berbahaya.
Agama dan pikiran itu sama-sama penting. Agama yang
memandu pikiran agar selalu sejalan dengan ajaran agama.
Pikiran dan keimanan membuat manusia selalu terikat
dan terkait dengan Allah. Inilah yang membuat kecerdasan yang lebih karena
mampu menangkap ayat Allah, baik tekstual maupun kontrkstual. Jadi apa pun yang
bisa ditemui adalah petunjuk yang menghasilkan bahan untuk perbaikan.
Kecerdasan ini juga menjadi modal untuk memahami bahwa hidup
tidak hanya sesaat. Hidup itu jangka panjang. Tidak hanya di dunia tetapi juga
akhirat. Di sinilah penting untuk investasi.
Hidup adalah investasi utk hari esok yang lebih baik.
Hidup di dunia perlu investasi. Hidup di akhirat juga perlu investasi. Hasil investasi
menentukan jalan kehidupan kita.
Aspek lain yang juga perlu menjadi perhatian kita adalah
keterkaitan antara keimanan dan kemanusiaan. Iman itu bukan hanya urusan
personal tetapi juga sosial. Berbuat baik kepada Allah harus disempurnakan
dengan berbuat baik pada orang tua, keluarga, tetangga, sahabat, guru, dan
semua pihak terkait.
Pikiran dan gagasan yang abtsrak dan makro itu penting
namun perlu ditindaklanjuti. Makro tanpa aksi akan abstrak. Aksi tanpa
abstraksi akan abstrak. Keduanya saling mengisi dan melengkapi. Ketika menurunkan
abstraksi menuju aksi maka diri sendiri yang harus memulai.
Jika mengingatkan pentingnya mengaji maka kita adalah
teladan untuk memulai. Jika mengajak shalat jamaah maka kita adalah yang
terdepan. Ibda’ binafsik, mulai dari diri sendiri.
Ketika diri kita baik maka kita mengajak anggota keluarga
juga untuk baik. Keluarga adalah induk dari transformasi sosial budaya.
Semarang, 2 Februari 2024
)* Catatan ini terinspirasi dari
Khotbah di Masjid Raya Baiturrahman Simpang Lima Semarang pada Jumat tanggal 2
Februari 2024 dengan Khatib Dr. H. Muhammad Navis Junalia, M.A., Dosen
Pascasarjana UIN Walisongo Semarang.
Catatan yang inspiratif Prof. Terimakasih atas ilmunya.
BalasHapusAlhamdulillah
HapusTerimakasih atas ilmunya prof
BalasHapusSama-sama
HapusMatur nuwun Prif. Naim ilmu yg bermanfaat
BalasHapusSami-sami
HapusTerima kasih ilmunya Prof. Ngainun.
BalasHapusSama-sama
Hapus