Komitmen dan Kesuksesan
Salah satu buku karya Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag.
Ngainun Naim
Hari Senin pagi sampai siang saya tidak ada
jam mengajar. Biasanya ada agenda rutin rapat dengan Pimpinan UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung. Namun karena hari Senin saat itu bertepatan dengan
Hari Kebangkitan Nasional [20 Mei 2024] yang diisi dengan kegiatan upacara maka
setelah upacara selesai saya kembali ke kantor untuk melanjutkan aktivitas.
Tidak ada agenda rapat sebagaimana biasanya.
Tepat pukul 10.00 WIB ada telepon WA masuk.
Saya cek dari Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag. Guru besar senior UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung tersebut menanyakan keberadaan saya. Saya jawab bahwa sedang
di kantor. Beliau menyampaikan akan ke ruang saya.
Seminggu yang lalu beliau meminjam salah satu
buku saya, yaitu buku yang merupakan edisi terjemahan dari karya Muhammad Abed
al-Jabiri dengan judul Formasi Nalar Arab (Yogyakarta: IRCiSoD, 2014).
Aktivitas semacam ini cukup sering beliau lakukan jika sedang mencari referensi
tertentu untuk kepentingan penulisan buku.
Biasanya pagi setelah Shubuh beliau telepon.
Diskusi sejenak, lalu menanyakan apakah saya memiliki referensi pendukung yang
beliau perlukan. Jika saya punya, beliau biasanya meminta agar buku yang
dimaksud dibawa untuk dipinjam.
Waktu peminjaman beliau tidak pernah lama. Beliau
akan membaca cepat dan menyalin bagian-bagian yang dirasa penting. Setelah
cukup, beliau akan segera mengembalikannya.
Seperti Senin itu. Sesaat setelah telepon beliau
sudah sampai ke ruang saya. Selain mengembalikan buku, kami terlibat dalam
diskusi yang cukup dinamis namun santai. Bagi saya, beliau itu seperti lautan
ilmu. Wawasannya sangat luas. Berbincang dengan beliau seperti berbelanja ilmu
pengetahuan secara gratis. Serasa kuliah di kelas.
Ada banyak hal yang bisa saya catat terkait
poin-poin pertemuan kali ini. Pertama, pentingnya komitmen. Dalam bidang
apa pun, tegas Prof. Mujamil, komitmen itu merupakan salah satu kunci sukses.
Program yang dirancang sebagus apa pun tidak akan berjalan maksimal dan
memberikan hasil sesuai harapan jika tidak ada komitmen untuk menjalankannya.
Cita-cita setinggi apa pun tidak akan terwujud tanpa komitmen. Begitu juga
dengan bidang-bidang kehidupan yang lainnya.
Menulis, misalnya, hanya mungkin terwujud
karena adanya komitmen yang kuat. Tanpa komitmen, tulisan tidak akan terwujud.
Ada banyak alasan yang menjadi penyebabnya, seperti kesibukan dan beberapa
alasan lainnya. Tentu, komitmen itu menjadi basis bagi dilakukannya tindakan.
Saya tetiba teringat buku karya kolega saya
dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Much. Khoiri, M.Si. Buku tersebut
berjudul SOS (Sopo Ora Sibuk) (Surabaya: Tankali, 2020). Buku ini
mengulas, antara lain, tentang strategi menulis di tengah kesibukan
sehari-hari. Jika menunggu tidak ada kegiatan, rasanya sangat sulit. Kita ini
umumnya memiliki kesibukan yang semakin hari semakin padat. Di tengah kesibukan
yang padat, strategi yang bisa dipilih adalah memanfaatkan jeda waktu di tengah
kesibukan untuk menulis. Bukan soal berapa lama durasi menulisnya tetapi
bagaimana waktu yang tersedia dimanfaatkan sebaik mungkin.
Prof. Mujamil memberikan contoh tentang
kemampuan santri dalam bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Arab. Hanya
pesantren yang kiai dan pengurusnya memiliki komitmen kuat untuk menerapkan
kewajiban berbahasa Arab saja yang bisa mengantarkan santrinya memiliki
kemampuan berbahasa Arab secara baik. Jika tidak ada komitmen, tentu akan sulit
bagi santri untuk memiliki kemampuan bahasa Arab secara signifikan.
Beliau juga mencontohkan tentang beberapa
orang yang memiliki kemampuan bahasa Arab sangat baik. Padahal mereka tidak
pernah mondok. Juga tidak pernah belajar di negeri Arab. Komitmen diri
untuk menekuni bahasa Arab secara serius yang membuat mereka memiliki kemampuan
bahasa Arab di atas rata-rata, bahkan bisa melampaui kemampuan mereka yang
belajar secara formal.
Komitmen itu bukan soal ucapan saja. Mudah saja
untuk mengucapkan komitmen tetapi berat untuk dijalankan. Jika direnungkan, sesungguhnya
berat itu di awal. Ketika sudah menjadi kebiasaan, berat itu akan hilang
perlahan. Segala sesuatunya akan menjadi biasa.
Kedua, tradisi
membaca. Ini fenomena yang sesungguhnya menggelisahkan secara luas. Sekarang
ini zaman digital. Bahan bacaan tersedia luas. Namun tradisi membaca tidak
terbangun secara baik.
Kalangan mahasiswa sekarang ini jarang yang
mau dan mampu untuk menjadikan membaca sebagai tradisi. Waktunya lebih banyak
dihabiskan untuk menelusuri halaman demi halaman layar hape dibandingkan
menelusuri halaman demi halaman buku. Padahal, membaca yang bermanfaat secara
akademik adalah membaca buku yang dilakukan secara tuntas, bukan membaca
informasi sekilas yang tidak tuntas.
Buku sekarang ini telah tersedia dalam bentuk
cetak dan digital. Ini sesungguhnya peluang besar untuk meningkatkan kualitas
diri dengan membaca. Semakin banyak membaca, semakin bagus.
Namun realitasnya tidak sesuai dengan
harapan. Di kelas-kelas kuliah, setidaknya dari pengalaman saya mengajar, tidak
semua mahasiswa terlibat aktif dalam diskusi. Jika pun ada yang bertanya, jumlahnya
tidak banyak. Presenter juga tidak selalu
secara spontan menjawab setiap pertanyaan. Mereka sibuk menelusuri halaman
google dan menjawab tidak dalam konteks yang dinamis. Jawabannya seperti
jiplakan. Sama persis.
Ini tampaknya merupakan konsekuensi dari
makalah yang dibuat asal-asalan. Bahan-bahan yang dicari di internet diolah
sedemikian rupa asal memenuhi kewajiban. Tidak ada usaha secara serius dan
sistematis dalam membuatnya.
Makalah itu idealnya dimulai dari pencarian
sumber-sumber referensi secara serius. Setelah referensi ditemukan lalu dibaca
secara cermat. Bagian demi bagian yang sesuai atau mendukung untuk makalah disalin
sebagai bahan untuk menulis. Setelah dirasa cukup, baru dipikirkan bagaimana
sistematikanya, di mana letak kutipan, bagaimana strukturnya, dan seterusnya.
Hal ini bermakna bahwa sebuah makalah melibatkan totalitas dalam pembuatannya.
Makalah yang dikerjakan dengan kesungguhan
menandakan ada proses di dalamnya. Sebagai implikasi, mahasiswa akan menguasai
terhadap makalah yang ditulisnya. Hal ini
dimungkinkan karena setiap tahapan dikerjakan secara natural. Ketika
ada pertanyaan, mereka akan secara spontan bisa memberikan jawaban karena
imajinasinya sudah terbangun. Otaknya sudah terisi bahan-bahan pendukung bagi
makalah yang dibuat. Jawaban tidak harus benar sepenuhnya tetapi modal
menguasai topik merupakan modal yang membuka potensi untuk memberikan jawaban
secara baik.
Dua hal ini yang menjadi topik jagongan
kami. Terlihat sederhana namun penuh makna. Di tengah iklim kehidupan kampus
yang semakin teknis, perbincangan semacam ini memberikan perspektif yang
mencerahkan. Konon, kemajuan keilmuan lahir dari ruang-ruang dialog yang
konstruktif.
Tulungagung,
20 Mei 2024
sungguh bermanfaat bagi saya pemula, Terima kasih Prof... :)
BalasHapusAlhamdulillah
HapusTerima kasih atas motivasinya Pa
BalasHapusSama-sama
HapusTulisan yang penuh gizi Prof. Memantik geliat menulis kembali. Membaca tulisan secara tuntas membuat saya rindu dikuliahi Prof. Mujamil kembali. Jadi teringat pas kuliah S2 dulu, meskipun prodi AFI dihuni 300 mahasiswa, eh, 3 mahasiswa akan tetapi Prof. Mujamil selalu bersemangat tatkala menyampaikan materi perkuliahan.
BalasHapusKenangan yang indah
HapusGaya bahasa dalam tulisan Prof. Membuat saya harus lebih banyak belajar. Santai, santun, dan berisi. Terima kasih Prof.
BalasHapusSama-sama Ning. Hanya sekadar menulis.
HapusLuar biasa...sangat menginspirasi prof.... semoga saya bisa berkomitmen untuk menghasilkan tulisan yang baik....terimakasih prof
BalasHapusAlhamdulillah
HapusSelalu memberikan amunisi bagi pembaca. Tulisan yg renyah dan menggigit, menjadikan sy menunggu dan menunggu karya2 Prof
BalasHapusNgainun.sama halnya sy sll bertahan untuk menunggu karya abah EMCHO, Prof Mujamil. Mugi sll sehat dan Sukses y prof. Salam Literasi
Terima kasih atas doanya
HapusSuntikan ilmu bagi yg ingin terus produktif menulis. Barokallah Prof
BalasHapusAmin. Terima kasih Mas.
HapusSederhana namun apa yang disampaiakan sangat bermakna ciri khas tulisan prof. Ainun
BalasHapusTerima kasih
HapusObrolan luar biasa Pak Prof. Komitmen khususnya menulis dan membaca. Jadi bahan renungan diri. Mtr nuwun!
BalasHapusAlhamdulillah
HapusSangat menginspirasi Prof.
BalasHapusTerima kasih
HapusSaya juga terkesan dengan kedisiplinan Prof.Mujamil. Setiap ada jadwal mengisi kajian rutin di masjid beliau selalu tiba lebih awal sebelum jamaah berdatangan.
BalasHapusTerima kasih informasinya Pak Pri
Hapus