Komitmen dan Kesuksesan

Mei 23, 2024


Salah satu buku karya Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag.


Ngainun Naim

 

Hari Senin pagi sampai siang saya tidak ada jam mengajar. Biasanya ada agenda rutin rapat dengan Pimpinan UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Namun karena hari Senin saat itu bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional [20 Mei 2024] yang diisi dengan kegiatan upacara maka setelah upacara selesai saya kembali ke kantor untuk melanjutkan aktivitas. Tidak ada agenda rapat sebagaimana biasanya.

Tepat pukul 10.00 WIB ada telepon WA masuk. Saya cek dari Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag. Guru besar senior UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung tersebut menanyakan keberadaan saya. Saya jawab bahwa sedang di kantor. Beliau menyampaikan akan ke ruang saya.

Seminggu yang lalu beliau meminjam salah satu buku saya, yaitu buku yang merupakan edisi terjemahan dari karya Muhammad Abed al-Jabiri dengan judul Formasi Nalar Arab (Yogyakarta: IRCiSoD, 2014). Aktivitas semacam ini cukup sering beliau lakukan jika sedang mencari referensi tertentu untuk kepentingan penulisan buku.

Biasanya pagi setelah Shubuh beliau telepon. Diskusi sejenak, lalu menanyakan apakah saya memiliki referensi pendukung yang beliau perlukan. Jika saya punya, beliau biasanya meminta agar buku yang dimaksud dibawa untuk dipinjam.

Waktu peminjaman beliau tidak pernah lama. Beliau akan membaca cepat dan menyalin bagian-bagian yang dirasa penting. Setelah cukup, beliau akan segera mengembalikannya.

Seperti Senin itu. Sesaat setelah telepon beliau sudah sampai ke ruang saya. Selain mengembalikan buku, kami terlibat dalam diskusi yang cukup dinamis namun santai. Bagi saya, beliau itu seperti lautan ilmu. Wawasannya sangat luas. Berbincang dengan beliau seperti berbelanja ilmu pengetahuan secara gratis. Serasa kuliah di kelas.

Ada banyak hal yang bisa saya catat terkait poin-poin pertemuan kali ini. Pertama, pentingnya komitmen. Dalam bidang apa pun, tegas Prof. Mujamil, komitmen itu merupakan salah satu kunci sukses. Program yang dirancang sebagus apa pun tidak akan berjalan maksimal dan memberikan hasil sesuai harapan jika tidak ada komitmen untuk menjalankannya. Cita-cita setinggi apa pun tidak akan terwujud tanpa komitmen. Begitu juga dengan bidang-bidang kehidupan yang lainnya.

Menulis, misalnya, hanya mungkin terwujud karena adanya komitmen yang kuat. Tanpa komitmen, tulisan tidak akan terwujud. Ada banyak alasan yang menjadi penyebabnya, seperti kesibukan dan beberapa alasan lainnya. Tentu, komitmen itu menjadi basis bagi dilakukannya tindakan.

Saya tetiba teringat buku karya kolega saya dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Much. Khoiri, M.Si. Buku tersebut berjudul SOS (Sopo Ora Sibuk) (Surabaya: Tankali, 2020). Buku ini mengulas, antara lain, tentang strategi menulis di tengah kesibukan sehari-hari. Jika menunggu tidak ada kegiatan, rasanya sangat sulit. Kita ini umumnya memiliki kesibukan yang semakin hari semakin padat. Di tengah kesibukan yang padat, strategi yang bisa dipilih adalah memanfaatkan jeda waktu di tengah kesibukan untuk menulis. Bukan soal berapa lama durasi menulisnya tetapi bagaimana waktu yang tersedia dimanfaatkan sebaik mungkin.

Prof. Mujamil memberikan contoh tentang kemampuan santri dalam bercakap-cakap dengan menggunakan bahasa Arab. Hanya pesantren yang kiai dan pengurusnya memiliki komitmen kuat untuk menerapkan kewajiban berbahasa Arab saja yang bisa mengantarkan santrinya memiliki kemampuan berbahasa Arab secara baik. Jika tidak ada komitmen, tentu akan sulit bagi santri untuk memiliki kemampuan bahasa Arab secara signifikan.

Beliau juga mencontohkan tentang beberapa orang yang memiliki kemampuan bahasa Arab sangat baik. Padahal mereka tidak pernah mondok. Juga tidak pernah belajar di negeri Arab. Komitmen diri untuk menekuni bahasa Arab secara serius yang membuat mereka memiliki kemampuan bahasa Arab di atas rata-rata, bahkan bisa melampaui kemampuan mereka yang belajar secara formal.

Komitmen itu bukan soal ucapan saja. Mudah saja untuk mengucapkan komitmen tetapi berat untuk dijalankan. Jika direnungkan, sesungguhnya berat itu di awal. Ketika sudah menjadi kebiasaan, berat itu akan hilang perlahan. Segala sesuatunya akan menjadi biasa.

Kedua, tradisi membaca. Ini fenomena yang sesungguhnya menggelisahkan secara luas. Sekarang ini zaman digital. Bahan bacaan tersedia luas. Namun tradisi membaca tidak terbangun secara baik.

Kalangan mahasiswa sekarang ini jarang yang mau dan mampu untuk menjadikan membaca sebagai tradisi. Waktunya lebih banyak dihabiskan untuk menelusuri halaman demi halaman layar hape dibandingkan menelusuri halaman demi halaman buku. Padahal, membaca yang bermanfaat secara akademik adalah membaca buku yang dilakukan secara tuntas, bukan membaca informasi sekilas yang tidak tuntas.

Buku sekarang ini telah tersedia dalam bentuk cetak dan digital. Ini sesungguhnya peluang besar untuk meningkatkan kualitas diri dengan membaca. Semakin banyak membaca, semakin bagus.

Namun realitasnya tidak sesuai dengan harapan. Di kelas-kelas kuliah, setidaknya dari pengalaman saya mengajar, tidak semua mahasiswa terlibat aktif dalam diskusi. Jika pun ada yang bertanya, jumlahnya tidak banyak. Presenter juga tidak selalu secara spontan menjawab setiap pertanyaan. Mereka sibuk menelusuri halaman google dan menjawab tidak dalam konteks yang dinamis. Jawabannya seperti jiplakan. Sama persis.

Ini tampaknya merupakan konsekuensi dari makalah yang dibuat asal-asalan. Bahan-bahan yang dicari di internet diolah sedemikian rupa asal memenuhi kewajiban. Tidak ada usaha secara serius dan sistematis dalam membuatnya.

Makalah itu idealnya dimulai dari pencarian sumber-sumber referensi secara serius. Setelah referensi ditemukan lalu dibaca secara cermat. Bagian demi bagian yang sesuai atau mendukung untuk makalah disalin sebagai bahan untuk menulis. Setelah dirasa cukup, baru dipikirkan bagaimana sistematikanya, di mana letak kutipan, bagaimana strukturnya, dan seterusnya. Hal ini bermakna bahwa sebuah makalah melibatkan totalitas dalam pembuatannya.

Makalah yang dikerjakan dengan kesungguhan menandakan ada proses di dalamnya. Sebagai implikasi, mahasiswa akan menguasai terhadap makalah yang ditulisnya. Hal ini dimungkinkan karena setiap tahapan dikerjakan secara natural. Ketika ada pertanyaan, mereka akan secara spontan bisa memberikan jawaban karena imajinasinya sudah terbangun. Otaknya sudah terisi bahan-bahan pendukung bagi makalah yang dibuat. Jawaban tidak harus benar sepenuhnya tetapi modal menguasai topik merupakan modal yang membuka potensi untuk memberikan jawaban secara baik.

Dua hal ini yang menjadi topik jagongan kami. Terlihat sederhana namun penuh makna. Di tengah iklim kehidupan kampus yang semakin teknis, perbincangan semacam ini memberikan perspektif yang mencerahkan. Konon, kemajuan keilmuan lahir dari ruang-ruang dialog yang konstruktif.

 

 

Tulungagung, 20 Mei 2024

22 komentar:

  1. sungguh bermanfaat bagi saya pemula, Terima kasih Prof... :)

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas motivasinya Pa

    BalasHapus
  3. Tulisan yang penuh gizi Prof. Memantik geliat menulis kembali. Membaca tulisan secara tuntas membuat saya rindu dikuliahi Prof. Mujamil kembali. Jadi teringat pas kuliah S2 dulu, meskipun prodi AFI dihuni 300 mahasiswa, eh, 3 mahasiswa akan tetapi Prof. Mujamil selalu bersemangat tatkala menyampaikan materi perkuliahan.

    BalasHapus
  4. Gaya bahasa dalam tulisan Prof. Membuat saya harus lebih banyak belajar. Santai, santun, dan berisi. Terima kasih Prof.

    BalasHapus
  5. Luar biasa...sangat menginspirasi prof.... semoga saya bisa berkomitmen untuk menghasilkan tulisan yang baik....terimakasih prof

    BalasHapus
  6. Selalu memberikan amunisi bagi pembaca. Tulisan yg renyah dan menggigit, menjadikan sy menunggu dan menunggu karya2 Prof
    Ngainun.sama halnya sy sll bertahan untuk menunggu karya abah EMCHO, Prof Mujamil. Mugi sll sehat dan Sukses y prof. Salam Literasi

    BalasHapus
  7. Suntikan ilmu bagi yg ingin terus produktif menulis. Barokallah Prof

    BalasHapus
  8. Sederhana namun apa yang disampaiakan sangat bermakna ciri khas tulisan prof. Ainun

    BalasHapus
  9. Obrolan luar biasa Pak Prof. Komitmen khususnya menulis dan membaca. Jadi bahan renungan diri. Mtr nuwun!

    BalasHapus
  10. Sangat menginspirasi Prof.

    BalasHapus
  11. Saya juga terkesan dengan kedisiplinan Prof.Mujamil. Setiap ada jadwal mengisi kajian rutin di masjid beliau selalu tiba lebih awal sebelum jamaah berdatangan.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.