Buku Ditulis untuk Dibaca
Ngainun Naim
Saya menyukai aktivitas
menulis sejak lama. Terkait kapan mulai menyukai dunia menulis, pastinya saya
lupa. Seingat saya sejak mulai mengenal majalah yang dilanggan oleh Bapak. Karena
sering membaca majalah itu, muncul keinginan suatu saat untuk bisa menulis di
majalah tersebut meskipun tidak tahu caranya.
Paling tidak momentum
itu menjadi penanda awal kesukaan saya pada dunia menulis. Memang prosesnya
panjang dan tidak bisa langsung menghasilkan tulisan. Sesungguhnya ini sejalan
dengan spirit menulis itu sendiri, yaitu perlunya proses belajar secara
berkelanjutan.
Tidak ada yang instan
dalam hal menulis. Semuanya membutuhkan proses dan praktik secara konsisten. Prosesnya
berlangsung sepanjang hidup.
Seiring perjalanan
waktu, pelan-pelan saya mulai bisa menghasilkan karya. Spiritnya naik turun.
Kualitasnya juga begitu-begitu saja. Namun saya berusaha untuk terus menulis
sampai hari ini.
Salah satu aktivitas
menulis yang saya lakukan adalah menulis buku. Bisa menghasilkan sebuah buku
itu tidak mudah. Bisa dikatakan sangat berat.
Bagi saya, menulis
buku itu untuk berbagi pengetahuan. Pengetahuan yang dibagi bisa menjadi
inspirasi. Ketika seseorang membaca sebuah buku lalu mendapatkan pengetahuan,
wawasan, dan pencerahan maka di situlah ada kesuksesan.
Ya, itu kesuksesan seorang penulis yang
saya pahami. Meski bukan sebagai satu-satunya parameter kesuksesan, namun
keterbacaan buku yang mempengaruhi pembaca itu penting.
Di sinilah spirit penjualan buku. Semakin
laris sebuah buku, semakin besar potensi keterbacaannya. Disebut potensi karena
tidak semua yang membeli buku akan membaca buku yang dibelinya.
Belakangan bisnis buku tidak hanya untuk
buku cetak. Sesuai zaman berkembang pula jual beli buku elektronik. Ini
tampaknya menjadi tuntutan zaman. Jika tidak diikuti akan ketinggalan.
Saya sendiri telah menulis beberapa buku.
Sebagian diterbitkan penerbit mayor. Sebagian diterbitkan penerbit indie.
Penerbit mayor atau penerbit indie itu hanya soal strategi. Intinya adalah
bagaimana sebuah buku ditulis dan bisa terbit.
Ketika buku terbit, saya selalu
menyediakan bagian untuk perpustakaan kampus. Tiga perpustakaan yang selalu
saya kirimi buku yaitu Perpustaan Pusat, Perpustakaan Pascasarjana, dan
Perpustakaan FUAD. Di tiga perpustaan ini saya berharap buku saya dibaca oleh
para pengunjung.
Buku yang dicetak penerbit indie biasanya
juga ada yang memesan. Jumlahnya tidak pasti. Sekali cetak biasanya 100
eksemplar yang saya biayai sendiri. Karena saya berharap dibaca, saya juga
membagi secara gratis pdf-nya kepada mereka yang berminat. Tujuannya adalah
agar buku saya dibaca.
Semakin banyak dibaca semakin bagus.
Meskipun secara finansial tidak menguntungkan, saya senang ada yang membaca
buku saya. Di tengah iklim membaca yang mencemaskan belakangan, ada orang yang
membaca buku itu istimewa.
Menurut Alfian (2016:
55), publikasi karya itu memiliki kekuatan yang sangat besar. Publikasi itu
menentukan perjalanan hidup seseorang dan bahkan sebuah bangsa. Bung Hatta,
Bung Sjahrir, dan Bung Karno adalah para pahlawan yang berjuang dengan tulisan
dari tempat-tempat mereka dibuang. Mereka berjuang menulis dan mengirimkan
tulisannya ke media dengan berbagai upaya agar tidak disensor oleh aparat
kolonial. Tulisan-tulisan mereka adalah energi perjuangan yang luar biasa.
Jika disederhanakan, saya menulis dua
jenis buku, yaitu buku ilmiah dan populer. Buku ilmiah adalah buku yang ditulis dengan mengikuti
standar metode ilmiah. Bahasanya formal dan merujuk kepada karya-karya para
ahli. Jadinya nyaris di setiap halaman ada rujukan.
Salah satu contohnya
adalah buku saya yang berjudul Pesantren, Kampus Islam, dan Moderasi
Beragama (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2024). Buku berisi tentang tiga
hal, sebagaimana dalam judul. Gagasan awal menulis buku ini dari penelitian
lapangan yang saya lakukan pada tahun 2022. Sejalan dengan perkembangan waktu,
pelan tetapi pasti saya mengembangkannya menjadi buku ilmiah.
Buku populer saya
tulis secara santai. Bahasanya saya usahakan sesederhana dan serenyah mungkin.
Jika pun ada rujukan diusahakan untuk tidak sampai mengganggu terhadap
kenyamanan membacanya.
Buku saya yang bisa
dijadikan contoh jenis ini adalah Pengabdian kepada Masyarakat: Teori,
Metodologi, dan Refleksi (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2024). Buku ini
sesungguhnya bukan buku yang disusun secara sengaja. Buku ini lahir dari
ketidaksengajaan.
Saya memiliki kebiasaan membuat tulisan
atas berbagai fenomena yang saya lihat, temui, atau jalani. Tulisan demi tulisan yang memiliki kesamaan tema saya
kumpulkan, strukturkan, dan kembangkan menjadi buku. Tentu butuh perbaikan,
penambahan, dan penyesuaian di berbagai bagian.
Ada juga yang
mengkritik bahwa model tulisan tidak ilmiah semacam ini validitasnya rendah.
Saya mengapresiasi terhadap penilaian semacam ini. Namun saya meyakini bahwa
tulisan populer itu memiliki pembaca sendiri.
Saya tetiba teringat
pernyataan M. Iqbal Dawami terkait model tulisan populer. Lewat buku Pseudo
Literasi (2016: 220), ia menulis, ”Faktanya memang tidak banyak dosen-dosen
PTAI yang mau dan mampu menulis keislaman secara populer. Mereka sudah nyaman
dengan menulis di jurnal dan laporan penelitian yang dapat dipresentasikan di
depan kalangan akademisi”.
Pernyataan ini saya
kira penting untuk diapresiasi. Ini bisa diposisikan sebagai tantangan bagi
kalangan dosen untuk tidak semata menulis ilmiah. Menulis ilmiah itu sangat
berat. Bahkan peneliti Indonesia kaliber internasional seperti Prof. Ahmad
Najib Burhani pun mengakuinya.
Di buku yang ditulisnya, Ahmad Najib
Burhani (2016: 17) menyatakan bahwa menulis ilmiah seperti buku itu perlu
kesunyian dan kesendirian. Ia tidak
bisa dilakukan secara terburu-buru. Perlu waktu untuk melakukan refleksi dan
menata argumen.
Menulis buku populer
adalah ”jalan lain” yang bisa ditempuh agar karya demi karya tetap lahir. Dari
sisi kualitas ilmiah memang tidak tinggi tetapi adanya karya adalah hasil
perjuaangan yang perlu untuk diapresiasi.
Apakah para peminat pdf selalu membaca
file yang saya kirimkan? Itu bukan urusan saya. Tugas saya adalah menulis.
Trenggalek,
7 September 2024
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Najib Burhani. Muhammadiyah Berkemajuan, Pergeseran
dari Puritanism eke Kosmopolitanisme. Bandung: Mizan, 2016.
M. Alfan Alfian, Bagaimana Saya Menulis, Pengalaman
dan Tips Menulis Opini/Esai di Media Massa, (Bekasi: Penjuru Ilmu Sejati,
2090).
M. Iqbal Dawami, Pseudi Literasi Menyingkap Sisi Lain
Dunia Literasi, (Pati: Maghza Pustaka, 2017).
Ngainun Naim dan Abad Badruzaman, Pesantren, Kampus
Islam, dan Moderasi Beragama (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2024).
Membaca buku akan mendapatkan ilmu dan berkeliling dunia
BalasHapusTerima kasih
HapusLuar biasa Prof, menginspirasi saya untuk menulis jenis pop. Matur nuwun, mugi penjenengan sehat wal afiat
BalasHapusAmin. Terima kasih.
Hapus