Inspirasi Menulis dari Tiga Sastrawan Jawa

Oktober 02, 2024

Bersama Prof. Dr. George Quinn

Ngainun Naim

 

Menjadi penulis seharusnya menjadi pembelajar. Hadir dalam pertemuan kepenulisan, membaca buku, menonton YouTube, dan banyak cara belajar lain harus terus dilakukan secara konsisten agar kemampuan menulis terus terjaga.

Penulis yang tidak mau belajar akan ketinggalan zaman. Dunia menulis berkembang secara pesat. Belajar dan terus belajar adalah cara agar tetap mampu eksis dalam menekuni dunia menulis.

Saya bersemangat belajar tentang menulis saat ada acara Temu Sastrawan Jawa Nusantara 2024 (TETRAWARA 2024) yang diselenggarakan Yayasan Triwida di Pendapa Ageng Hand Asta Sih Rest Area Blitar pada 28-29 September 2024. Saya sendiri bukan sastrawan atau penulis Jawa. Hanya saja saya cukup sering membaca majalah berbahasa Jawa Jaya Baya dan Panjebar Semangat. Dulu, di awal tahun 2000-an, pernah juga belajar menulis Jawa. Sayang, karena satu dan lain hal, saya tidak meneruskan minat menulis dalam bahasa Jawa.

Merupakan sebuah kehormatan ketika Bapak Narko Sodrun Budiman mengirimkan undangan untuk mengikuti kegiatan TETRAWARA 2024. Sayang saya tidak bisa total mengikuti kegiatan karena baru saja datang dari negeri tetangga untuk keperluan riset. Hari minggu tanggal 29 September yang seharusnya mengikuti acara juga tidak bisa datang karena ada acara keluarga.

Sabtu malam tanggal 28 September saya duduk menyimak paparan tiga sastrawan yang berkisah tentang proses menulis. Saya menyimak tuntas sampai selesai dari kursi paling depan sebelah timur. Ada beberapa poin penting yang saya catat.

Pertama, Bu Ardini Pangastuti yang membawakan materi ”Nulis Crita Cekak (Ora) Gampang”. Bu Ardini berkisah tentang banyak hal terkait nulis crita cekak. Satu yang saya tangkap bahwa ide itu harus dicari secara kreatif. Menurut beliau, ide itu tidak ujug-ujug tetapi harus dipanggil. Karena itu perlu dipikirkan, diolah, dan ditulis dengan penuh penjiwaan.

Ide, dalam paparan Bu Ardini, bisa diibaratkan sebagai bahan baku yang masih mentah. Agar bisa menjadi menjadi masakan yang lezat, perlu diolah secara baik. Di sini perlu adanya bumbu spesial. Bumbu spesial dalam konteks ini tidak bisa dipisahkan dari budaya Jawa.

Kedua, Pak Sri Wintala Achmad yang membawakan materi “Nulis Crita Rakyat (Ora) Gampang”. Saya menemukan kunci penting dari paparan beliau, yakni kunci utama menulis adalah menanamkan sugesti kalau saya bisa menulis. Ini penting sekali karena tanpa sugesti yang kuat, tulisan tidak akan selesai.

Ada juga pendapat beliau yang menarik terkait peran bakat. Umumnya kita mendengar bahwa bakat itu memiliki peranan 1% dan 99% itu faktor usaha. Namun demikian 1% itu sangat penting. Mereka yang memiliki bakat akan mampu menghasilkan karya yang bagus. Namun perlu kerja keras untuk identifikasi tentang bakat.

Pak Sri Wintala Achmad memiliki ritual menarik saat hendak menulis. Beliau berkisah tentang aktivitas kungkum atau berendam di sendang. Aktivitas ini dilakukan untuk membangkitkan energi yang berseliweran.

Ketiga, Bu Margaretha Widhi Pratiwi yang membawakan materi ”Nulis Crita Sambung (Ora) Gampang”. Ada beberapa hal penting yang beliau sampaikan, yakni jangan menulis dengan serampangan. Menulis itu proses belajar yang terus-menerus. Tiga hal yang saya ingat dari apa yang beliau sampaikan dalam menulis, yakni 3N: Niteni, Nerokke, Nambahi.

Meskipun saya belum pernah menulis satu pun jenis tulisan sebagaimana yang disampaikan oleh narasumber, saya mendapatkan banyak ilmu. Pengetahuan semacam ini penting sekali untuk menjaga spirit berkarya.  Sayang saya tidak sempat berinteraksi dengan para sastrawan yang hadir, kecuali beberapa orang yang telah akrab sebelumnya.

Meskipun demikian saya cukup bahagia. Nama-nama besar yang dulu saya baca tulisannya di Jaya Baya dan Panjebar Semangat bisa bertemu, meskipun tidak sempat berinteraksi. Satu lagi yang membahagiakan, yaitu bisa berfoto dan mendapatkan tanda tangan Prof. Dr. George Quinn. Buku beliau, Wali Berandal Tanah Jawa, merupakan buku yang sangat mengesankan, informatif, dan mencerahkan.

 

Tulungagung, 1 Oktober 2024

 

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.