Membaca dan Menulis Tanpa Jeda

Oktober 29, 2024



Ngainun Naim

 

Membaca dan menulis itu dunia sunyi. Hanya orang-orang ‘terpilih’ atau orang-orang yang menyediakan diri untuk ’dipilih’ saja yang mau tekun di dunia literasi membaca dan menulis. Selebihnya adalah orang yang tidak menjadi bagian dari lingkaran literasi.

Dalam perjalanan sejarahnya, literasi itu dunia naik turun. Ada orang yang konsisten di dunia ini. Ada yang semangat di awal, lalu redup dan hilang. Ada yang kadang semangat, kadang redup.

Realitas ini sesungguhnya menunjukkan betapa tidak mudahnya menekuni dunia literasi. Ada banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi. Jika sukses menghadapi, sukses menekuni dunia literasi. Jika gagal, literasi akan sebatas cerita yang telah pernah disinggahi.

Salah satu alasan yang banyak dikemukakan sebagai penghambat menekuni dunia literasi adalah kesibukan. Aktivitas yang padat membuat tidak ada lagi ruang yang bebas untuk menelusuri deretan duruf dan memahat huruf demi huruf. Alasan ini, dalam realitasnya, memang menjadi penghambat untuk menekuni dunia membaca dan menulis.

Namun demikian saya tetiba teringat apa yang ditulis oleh Richard Carlson (2024: 11) bahwa kesibukan tiada henti itu bukan untuk dibicarakan dan dikeluhkan. Ini tidak akan mengubah keadaan. Alih-alih justru membuat antipati, khususnya terkait literasi. Aspek yang penting dilakukan adalah menerima kesibukan sebagai realitas sembari terus mencari dimensi-dimensi yang positif dari kesibukan itu sendiri. Selain itu perlu dibangun pemahaman dan kessadaran untuk berhenti membicarakan pengalaman buruk dari kesibukan. Justru kesibukan adalah sumber ide yang subur untuk ditulis.

Intinya jangan terlalu banyak alasan. Tidak ada orang yang tidak sibuk. Sibuk itu sesungguhnya bukan hambatan untuk menulis tetapi peluang (Much. Khoiri: 2020). Jika mampu mengatur waktu secara kreatif, kesibukan akan tetap mampu menghasilkan tulisan secara baik.

Saya sendiri bukan penulis yang baik. Tulisan yang saya buat juga begitu-begitu saja. Tidak istimewa.

Namun demikian saya selalu berusaha membaca dan menulis. Memang tidak selalu banyak. Soaal jumlah, bagi saya, itu bukan hal yang penting. Aspek yang justru penting adalah bagaimana saya terus berproses untuk menekuni dunia literasi.

Judul tulisan ini sesungguhnya bukan bermakna terus membaca dan menulis. Itu jelas tidak mungkin. Kita ini manusia. Perlu aneka hal lain agar hidup kita indah.

Maksud dari judul ini adalah bagaimana menjadikan membaca dan menulis sebagai bagian dari kegiatan harian. Sesibuk apapun, berikan kesempatan untuk menelusuri halaman demi halaman buku dan menuangkan ide demi ide dalam bentuk tulisan.

Saya sering membaca di sela-sela aktivitas harian. Saat perjalanan di pesawat atau kereta, buku adalah teman setia. Meskipun demikian tidak banyak yang saya baca. Kadang hanya dapat satu atau dua halaman.

Demikian juga dengan menulis. Saya menulis paling-paling satu atau dua paragraf. Tulisan ini, sebagai contoh, adalah kumpulan dari paragraf demi paragraf yang saya tulis di berbagai kesempatan.

Aktivitas membaca dan menulis terlihat sederhana tetapi tidak dalam pelaksanaannya. Banyak yang ingin konsisten melakukan tetapi jarang yang bisa konsisten bertahan. Hanya mereka yang teguh dan memiliki komitmen kuat saja yang terus bertahan menekuni dunia literasi di tengah godaan yang semakin kompleks dari hari ke hari.

Jadi salah satu kunci untuk menekuni dunia membaca dan menulis adalah komitmen. Tanpa komitmen, membaca menulis akan mudah ditinggalkan. Implikasinya, membaca dan menulis berhenti sebatas sebagai keinginan.

Komitmen itu bukan sebatas diucapkan. Hal yang penting adalah diperjuangkan. Tanpa perjuangan, komitmen mudah diabaikan dan dilupakan.

Komitmen juga berkorelasi erat dengan kesuksesan. Tanpa komitmen, tidak akan ada kesuksesan. Adanya adalah keinginan tanpa tindakan.

Merawat komitmen membaca menulis itu tidak mudah. Ada kalanya komitmen itu fluktuatif. Kadang bersemangat membaca menulis. Kadang semangat itu melemah. Pernah juga tidak ada semangat sama sekali.

Berdasarkan perenungan, ada beberapa kunci yang bisa merawat spirit membaca dan menulis. Kunci pertama dan utama adalah komitmen pribadi. Ini yang harus terus dirawat dan dikondisikan.

Kunci lain adalah bergabung ke komunitas yang kondusif dalam menghasilkan karya. Bisa dalam bentuk komunitas nyata. Bisa dalam bentuk komunitas maya.

Tentu bukan sekadar bergabung tetapi ikut berproses. Membaca dan menulis juga harus dilakukan. Menjadi anggota pasif tidak akan merubah seseorang menjadi penulis.

Jika bergabung dengan komunitas dan aktif belajar, terbuka peluang untuk transformasi diri. Banyak anggota komunitas yang awalnya tidak suka menulis menjadi suka. Tidak sedikit anggota komunitas yang akhirnya bisa menulis dan menerbitkan karya. Namun juga ada anggota komunitas yang harus tereliminasi karena ketidakaktifannya dalam mengikuti ajakan untuk berkarya.

Jika kita cermati, komunitas itu seperti kunci. Di dunia ilmu pengetahuan, tumbuh dan berkembangnya ilmu pengetahuan itu juga karena ada komunitas ilmu yang secara intensif dan berkesinambungan melakukan penelitian (Muqowim: 2012, 13). Komunitas keilmuan bukan sekadar kumpulan orang tetapi media untuk terus berpikir kreatif, menulis, dan menghasilkan karya secara konsisten.

Tentu masih banyak kunci lain yang bisa diidentifikasi. Kawan-kawan tentu menemukan dan memiliki kunci sendiri sesuai konteks pribadi masing-masing.

Tulisan ini merupakan pengalaman personal penulis. Jika kawan-kawan memiliki minat untuk terus bertahan dalam dunia membaca dan menulis, kunci yang penting adalah memperkuat komitmen. Memang tidak mudah, namun bisa diperjuangkan. Sepanjang ada komitmen dan terus berproses, keberhasilan itu hanya soal waktu.

 

Bogor, 29 Oktober 2024

 

Bahan bacaan

 

Much. Khoiri, Sopo Ora Sibuk (SOS), (Sidoarjo: Tankali, 2020).

Muqowim, Genealogi Intelektual Saintis Muslim, Sebuah Kajian tentang Pola Pengembangan Sains dalam Islam Periode ‘Abbasiyah, (Jakarta: Kementerian Agama, 2012).

Richard Carlson, Jangan Membuat Masalah Kecil di Tempat Kerja Jadi Masalah Besar, Cara Mudah Mengurangi Stres dan Konflik Agar Performa Kerja Meningkat, terj. Alex Tri Kantjono Widodo. Cet. Ke-3. (Jakarta: Gramedia, 2024).

2 komentar:

  1. Betul sekali prof. Salah satu kita bisa bertahan dalam merawat spirit literasi ya komitmen. Kemudian keberadaan komunitas itu sendiri

    BalasHapus
  2. Tulisan ini setidaknya memberi saya semangat untuk tetap menulis, walaupun hanya tulisan sederhana, apa adanya dan jauh sekali dari istilah "tulisan berkualitas". Hanya semacam diary saja yang saya simpan di blog.

    Terima kasih Pak atas tulisannya ini.

    Salam,

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.