Alumni, Ikatan Emosional, dan Kontribusi bagi Institusi

November 10, 2024

Ngainun Naim

Acara FGD di Gedung Prajnaparamita UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

 

Sarapan pagi di Hotel Crown Victoria Tulungagung pada Sabtu pagi, 9 November 2024, terasa berbeda. Pertama-tama tentu karena ini sarapan istimewa. Biasanya saya sarapan di rumah dengan menu minimalis, di warung, di kantin, atau di kantor dengan nasi bungkus. Tapi kali ini di hotel.

Menu beragam. Rasa lezat. Minuman bervariasi. Sebuah komposisi yang sangat variatif dan melampaui ekspektasi.

Aspek kedua adalah bersama para alumni UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Mereka adalah lulusan lintas tahun. Tahun lulusnya terentang lebar. Ada yang berdekatan, namun banyak yang sangat jauh jedanya.

Ada yang kenal dan akrab. Ada juga yang baru tahu di lokasi. Sebuah perjumpaan yang unik dan indah.

Saya duduk di sebuah meja bersama Mas Parmuji (asal Panggul, Trenggalek) dan Imam Nawawi (Ketua IKA UIN SATU asal Blitar). Perbincangan pun mengalir tentang berbagai hal. Tetiba Mas Parmuji berucap, ”Ini kalau sampean tulis akan bagus. Jarang bisa kumpul bersama dengan para alumni semacam ini”.

Saya hanya tersenyum dan tidak menanggapi. Sesungguhnya menarik juga untuk ditulis. Tapi belakangan ini saya sedang memiliki beberapa agenda yang harus segera dikerjakan, di antaranya review artikel jurnal. Ada jurnal nasional, ada internasional. Jumlahnya ada beberapa. Tenggatnya banyak yang mepet. Maklum, akhir tahun.

Namun melewatkan momentum kebersamaan tanpa menuliskannya juga sungguh disayangkan. Ini peristiwa mahal. Jika tidak ditulis, ia akan hilang dan kemudian dilupakan.

Setelah saya renungkan, malam minggu merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan pertemuan bersama para alumni. Meskipun sadar butuh beberapa kali duduk dan beberapa waktu untuk menyelesaikannya, saya bertekad untuk menuliskannya. Biasanya tekad ini akan menjadi energi untuk segera mengeksekusi.

Sarapan pagi bersama alumni

Ikatan Emosional

Secara berseloroh seorang alumni menyatakan bahwa ikatan emosional bukan berarti ikatan yang kuat secara emosional berkaitan dengan sebuah kondisi, institusi, atau orang. Bisa juga dimaknai sebaliknya. Ikatan emosional adalah ikatan yang begitu bertemu langsung emosi.

Tentu ini pemaknaan asal-asalan. Namun pemaknaan semacam ini penting dikemukakan untuk mencairkan suasana. Justru lewat guyonan semacam ini suasana keakraban semakin kuat tertanam.

UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung berdiri pada 17 Juli 1968. Jadi usianya sudah cukup lumayan dari sisi usia. Ya, sudah 56 tahun.

Sepanjang perjalanan waktu, ada banyak dinamika. Institusi yang awalnya kecil dengan mahasiswa yang jumlahnya ratusan, kini naik puluhan kali lipat.

Dulu UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung adalah bagian dari IAIN Sunan Ampel Surabaya. Seiring dengan kebijakan yang ada maka bertransformasi menjadi lembaga baru. Ini terjadi tahun 1997. Saat itu namanya berubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Tulungagung.

Pada era transisi inilah saya menempuh studi. Tahun 1996 saya pindah dari IAIN Sunan Ampel Surabaya ke Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Tulungagung. Setahun kemudian lembaga bertransformasi menjadi STAIN. Tahun 1998 saya lulus kuliah dan menjadi wisudawan STAIN kedua.

Secara berseloroh saat itu kawan-kawan guyon bahwa kami semua itu daftar kuliahnya ke IAIN. Begitu lulus, ijasahnya STAIN.

Sekian tahun bekerja, saya kemudian kembali ke STAIN untuk menjadi dosen sampai sekarang. Pada masa bekerja sebagai dosen, saya cukup sering bertemu dengan alumni yang kembali datang ke kampus untuk berbagai keperluan. Mereka yang dulunya menjadi bagian dari kampus UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, kadang merasa asing saat kembali ke kampus. Siapa yang harus ditemui? Di mana tempat transit yang cocok? Masih adakah yang kenal?

Pertanyaan demi pertanyaan bisa saja terus diajukan. Pada substansinya, ada persoalan yang tidak sederhana saat alumni kembali mengunjungi kampus. Namun penting digarisbawahi bahwa kembali mengunjungi kampus—apa pun hambatan psikologis yang dirasakan—sesungguhnya merupakan aktualisasi dari hubungan emosional.

Ya, kampus adalah tempat yang menjadi jejak hidup. Bukan hanya menjadi tempat menuntut ilmu dan membangun jaringan, tetapi pada beberapa orang, kampus adalah tempat bertemunya dua insan yang kemudian membangun rumah tangga. Sungguh sebuah takdir hidup yang harus dijalani, dinikmati, dan disyukuri.

 

Kontribusi bagi Institusi

Setiap tahun ada ribuan calon mahasiswa yang mendaftar ke UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Tentu ini sesuatu yang menggembirakan dan tidak pernah terbayangkan oleh para alumni puluhan tahun lalu. Kini, kampus semakin luas. Bangunan menjulang ada di banyak sudut. Ribuan mahasiswa menuntut ilmu dengan jumlah jurusan yang sangat banyak.

Ada hal menarik yang disampaikan oleh Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, yaitu dari ribuan pendaftar ternyata 55% mereka memilih UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung karena rekomendasi alumni. Ini fenomena menarik. Aspek yang saya kira tepat untuk dioptimalkan adalah peranan alumni.

Mereka memiliki peranan yang signifikan. Kita bisa belajar dari kampus-kampus besar yang alumninya memberikan kontribusi signifikan ke institusi. Tracer study merupakan salah satu upaya yang penting untuk dioptimalkan (Hidayatullah, dkk: 2021). Data-data yang diperoleh dari alumni dan kiprah mereka setelah lulus merupakan modal penting untuk pijakan peingkatan mutu.

Tracer study juga menjadi basis untuk membangun dan mengembangkan jaringan. Alumni yang sukses di berbagai bidang kehidupan penting disambungkan kembali dengan kampus. Ketersambungan ini juga membanggakan bagi alumni karena setelah mereka lulus, ternyata kampus tetap memberikan perhatian kepada mereka.

Alumni menjadi salah satu kunci sukses institusi. Semakin banyak alumni sukses, nama institusi kian terangkat (Fuad Mustafid: 2019). Namun ini perlu diorganisasi dan dimaksimalkan potensinya. Ikatan Alumni UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang baru saja dilantik menjadi salah satu tumpuan bagi kemajuan institusi. Saya yakin mereka bisa.

 

Trenggalek, 10 November 2024

 

 

 

Daftar Bacaan

Hidayatullah, Achmad Diny, Iwan Sugiarto, dan M. Mujtabah, ”Peran dan kiprah alumni: tracer study UIN Maliki 2020”, Repository.uin-malang.ac.id.,  (2021).

Mustafid, Fuad, ”Biografi Intelektual dan Kiprah Alumni IAIN-UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara,” digilib.uin-suka.ac.id, (2019).

 

6 komentar:

  1. Semangat literasi dari generasi ke generasi, tulislah Karya mu kelak akan menjadi sejarah dimasa yang akan datang.

    BalasHapus
  2. Bernas prof. Memang kampus bukan saja menjadi tempat menimba ilmu.tetapi juga tempat jejak hidup☺️☺️

    BalasHapus
  3. Sangat termotivasi karna memang kampus tidak hanya tempat menimbah ilmu tetapi juga mencari pengalaman hidup salam dari sewa proyektor terjamin

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.