Alumni, Ikatan Emosional, dan Kontribusi bagi Institusi
Ngainun Naim
Acara FGD di Gedung Prajnaparamita
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Sarapan pagi di Hotel
Crown Victoria Tulungagung pada Sabtu pagi, 9 November 2024, terasa berbeda. Pertama-tama
tentu karena ini sarapan istimewa. Biasanya saya sarapan di rumah dengan menu
minimalis, di warung, di kantin, atau di kantor dengan nasi bungkus. Tapi kali
ini di hotel.
Menu beragam. Rasa
lezat. Minuman bervariasi. Sebuah komposisi yang sangat variatif dan melampaui
ekspektasi.
Aspek kedua adalah
bersama para alumni UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Mereka adalah
lulusan lintas tahun. Tahun lulusnya terentang lebar. Ada yang berdekatan,
namun banyak yang sangat jauh jedanya.
Ada yang kenal dan
akrab. Ada juga yang baru tahu di lokasi. Sebuah perjumpaan yang unik dan
indah.
Saya duduk di sebuah
meja bersama Mas Parmuji (asal Panggul, Trenggalek) dan Imam Nawawi (Ketua IKA
UIN SATU asal Blitar). Perbincangan pun mengalir tentang berbagai hal. Tetiba
Mas Parmuji berucap, ”Ini kalau sampean tulis akan bagus. Jarang bisa kumpul
bersama dengan para alumni semacam ini”.
Saya hanya tersenyum dan
tidak menanggapi. Sesungguhnya menarik juga untuk ditulis. Tapi belakangan ini
saya sedang memiliki beberapa agenda yang harus segera dikerjakan, di antaranya
review artikel jurnal. Ada jurnal nasional, ada internasional. Jumlahnya ada
beberapa. Tenggatnya banyak yang mepet. Maklum, akhir tahun.
Namun melewatkan
momentum kebersamaan tanpa menuliskannya juga sungguh disayangkan. Ini
peristiwa mahal. Jika tidak ditulis, ia akan hilang dan kemudian dilupakan.
Setelah saya renungkan,
malam minggu merupakan momentum yang tepat untuk merefleksikan pertemuan
bersama para alumni. Meskipun sadar butuh beberapa kali duduk dan beberapa waktu
untuk menyelesaikannya, saya bertekad untuk menuliskannya. Biasanya tekad ini
akan menjadi energi untuk segera mengeksekusi.
Sarapan pagi
bersama alumni
Ikatan Emosional
Secara berseloroh
seorang alumni menyatakan bahwa ikatan emosional bukan berarti ikatan yang kuat
secara emosional berkaitan dengan sebuah kondisi, institusi, atau orang. Bisa
juga dimaknai sebaliknya. Ikatan emosional adalah ikatan yang begitu bertemu
langsung emosi.
Tentu ini pemaknaan
asal-asalan. Namun pemaknaan semacam ini penting dikemukakan untuk mencairkan
suasana. Justru lewat guyonan semacam ini suasana keakraban semakin kuat
tertanam.
UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung berdiri pada 17 Juli 1968. Jadi usianya sudah cukup
lumayan dari sisi usia. Ya, sudah 56 tahun.
Sepanjang perjalanan
waktu, ada banyak dinamika. Institusi yang awalnya kecil dengan mahasiswa yang
jumlahnya ratusan, kini naik puluhan kali lipat.
Dulu UIN Sayyid Ali
Rahmatullah Tulungagung adalah bagian dari IAIN Sunan Ampel Surabaya. Seiring
dengan kebijakan yang ada maka bertransformasi menjadi lembaga baru. Ini
terjadi tahun 1997. Saat itu namanya berubah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri Tulungagung.
Pada era transisi inilah
saya menempuh studi. Tahun 1996 saya pindah dari IAIN Sunan Ampel Surabaya ke
Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Tulungagung. Setahun kemudian lembaga
bertransformasi menjadi STAIN. Tahun 1998 saya lulus kuliah dan menjadi
wisudawan STAIN kedua.
Secara berseloroh saat
itu kawan-kawan guyon bahwa kami semua itu daftar kuliahnya ke IAIN. Begitu
lulus, ijasahnya STAIN.
Sekian tahun bekerja,
saya kemudian kembali ke STAIN untuk menjadi dosen sampai sekarang. Pada masa
bekerja sebagai dosen, saya cukup sering bertemu dengan alumni yang kembali
datang ke kampus untuk berbagai keperluan. Mereka yang dulunya menjadi bagian
dari kampus UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, kadang merasa asing saat
kembali ke kampus. Siapa yang harus ditemui? Di mana tempat transit yang cocok?
Masih adakah yang kenal?
Pertanyaan demi
pertanyaan bisa saja terus diajukan. Pada substansinya, ada persoalan yang
tidak sederhana saat alumni kembali mengunjungi kampus. Namun penting
digarisbawahi bahwa kembali mengunjungi kampus—apa pun hambatan psikologis yang
dirasakan—sesungguhnya merupakan aktualisasi dari hubungan emosional.
Ya, kampus adalah tempat
yang menjadi jejak hidup. Bukan hanya menjadi tempat menuntut ilmu dan
membangun jaringan, tetapi pada beberapa orang, kampus adalah tempat bertemunya
dua insan yang kemudian membangun rumah tangga. Sungguh sebuah takdir hidup
yang harus dijalani, dinikmati, dan disyukuri.
Kontribusi bagi Institusi
Setiap tahun ada ribuan calon
mahasiswa yang mendaftar ke UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Tentu ini
sesuatu yang menggembirakan dan tidak pernah terbayangkan oleh para alumni
puluhan tahun lalu. Kini, kampus semakin luas. Bangunan menjulang ada di banyak
sudut. Ribuan mahasiswa menuntut ilmu dengan jumlah jurusan yang sangat banyak.
Ada hal menarik yang
disampaikan oleh Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, yaitu dari ribuan
pendaftar ternyata 55% mereka memilih UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
karena rekomendasi alumni. Ini fenomena menarik. Aspek yang saya kira tepat
untuk dioptimalkan adalah peranan alumni.
Mereka memiliki peranan
yang signifikan. Kita bisa belajar dari kampus-kampus besar yang alumninya
memberikan kontribusi signifikan ke institusi. Tracer study merupakan
salah satu upaya yang penting untuk dioptimalkan (Hidayatullah, dkk: 2021).
Data-data yang diperoleh dari alumni dan kiprah mereka setelah lulus merupakan
modal penting untuk pijakan peingkatan mutu.
Tracer study juga menjadi basis untuk membangun dan mengembangkan
jaringan. Alumni yang sukses di berbagai bidang kehidupan penting disambungkan
kembali dengan kampus. Ketersambungan ini juga membanggakan bagi alumni karena
setelah mereka lulus, ternyata kampus tetap memberikan perhatian kepada mereka.
Alumni menjadi salah
satu kunci sukses institusi. Semakin banyak alumni sukses, nama institusi kian
terangkat (Fuad Mustafid: 2019). Namun ini perlu diorganisasi dan dimaksimalkan
potensinya. Ikatan Alumni UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung yang baru saja
dilantik menjadi salah satu tumpuan bagi kemajuan institusi. Saya yakin mereka
bisa.
Trenggalek, 10 November 2024
Daftar Bacaan
Hidayatullah, Achmad Diny,
Iwan Sugiarto, dan M. Mujtabah, ”Peran dan kiprah alumni: tracer study UIN
Maliki 2020”, Repository.uin-malang.ac.id., (2021).
Mustafid, Fuad, ”Biografi
Intelektual dan Kiprah Alumni IAIN-UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam
Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara,” digilib.uin-suka.ac.id,
(2019).
Semangat literasi dari generasi ke generasi, tulislah Karya mu kelak akan menjadi sejarah dimasa yang akan datang.
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusBernas prof. Memang kampus bukan saja menjadi tempat menimba ilmu.tetapi juga tempat jejak hidup☺️☺️
BalasHapusTerima kasih Mas
HapusSangat termotivasi karna memang kampus tidak hanya tempat menimbah ilmu tetapi juga mencari pengalaman hidup salam dari sewa proyektor terjamin
BalasHapusTerima kasih
Hapus