Membangun Kultur Riset
Oleh
Ngainun
Naim
![]() |
Lokasi kegiatan di Hotel Lor In Surakarta |
Tradisi riset belum
tumbuh secara ideal sebagaimana yang diharapkan di Perguruan Tinggi Keagamaan
Islam (PTKI) di Indonesia. Riset masih menjadi aktivitas yang seolah hanya
sebagai pelengkap kegiatan pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat.
Padahal, riset itu sangat penting artinya dalam konteks pengembangan keilmuan,
institusi, dan masyarakat secara luas.
Kegelisahan tentang
fenomena semacam ini muncul dalam acara “Konferensi Ilmiah LP2M/P3M
Se-Indonesia” yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LP2M) IAIN Surakarta pada 4-5 Oktober 2016. Acara yang berlangsung
di Lor In Hotel Surakarta tersebut dihadiri oleh utusan dari berbagai perguruan
tinggi keagamaan Islam. Secara keseluruhan, acara berlangsung kondusif dan
penuh dengan partisipasi dan diskusi dari para peserta.
Acara pembukaan
dilaksanakan pada hari selasa malam tanggal 4 Oktober 2016. Sebagai keynote speaker adalah Dr. Mamad S.
Burhanuddin dari Kementerian Agama Pusat. Pada sambutannya, Dr. Mamad
menekankan tentang pentingnya penelitian. Penelitian seharusnya tidak hanya
dilakukan dalam kerangka memenuhi tugas administrasi dosen semata, melainkan
juga dalam perspektif yang lebih luas, seperti perspektif pengembangan
keilmuan.
Hari rabo tanggal 5
Oktober, acara adalah pemaparan dari Ketua LP2M Universitas Brawijaya Malang,
Prof. Dr. Ir. Woro Busono dan Ketua LP2M UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.
M. Arskal Salim GP, M.A., Ph.D. Prof. Woro Busono dalam pemaparannya
menjelaskan tentang pentingnya riset bagi sebuah negara. Beliau membandingkan
tentang jumlah saintis di berbagai negara di dunia. Hasilnya sebagaimana
diduga, saintis di Indonesia masih jauh dari harapan. Kondisinya lebih
mengenaskan lagi jika berbicara tentang dana riset yang juga belum sesuai
dengan harapan.
Berkaitan dengan
riset, Prof. Woro Busono mengajak seluruh peserta untuk mengubah mindset tentang penelitian. “Penelitian”,
demikian Prof. Woro, “seharusnya menjadi aktivitas yang tidak terpisah dari
seorang dosen”. Penekanan tentang penelitian ini juga seyogyanya diikuti oleh
publikasi hasil penelitian. Hal ini penting dilakukan agar hasil penelitian
tidak hanya berhenti sebatas dokumen yang tidak bisa diakses oleh banyak orang.
Publikasi memiliki banyak fungsi, di antaranya: (1) sebagai sarana
penyebarluasan hasil penelitian; (2) sebagai syarat untuk kenaikan pangkat; (3)
sebagai syarat pencairan dana penelitian; dan (4) sebagai syarat kelulusan.
Sementara Prof. M.
Arskal Salim GP, M.A., Ph.D menjelaskan bahwa Indonesia sesungguhnya memiliki
potensi yang kuat untuk maju dan mengejar ketinggalannya dengan negara-negara
lain yang telah maju. Kemajuan akan bisa diwujudkan jika ada komitmen yang
sangat kuat dari pemerintah dan sivitas akademika. Kesatupaduan pihak-pihak
yang terkait menjadi kunci penting untuk membangun kemajuan bangsa ini.
Berkaitan dengan
strategi membangun kultur meneliti, Prof. Arskal menyarankan agar kita
melakukan pemaksaan diri. “Saya
memaksakan diri untuk tetap menulis dan meneliti agar energi saya tidak habis
hanya untuk melayani tugas-tugas teknis administratif di kantor”, tegas Prof.
Arskal. Pemaksaan diri ini penting agar kita tetap berkarya di tengah tumpukan
tugas teknis administratif yang seolah tidak ada habisnya. Secara praktis,
Prof. Arskal memiliki apa yang disebut sebagai “riset day”. Pada hari ini, ia
menghabiskan energi untuk membaca, menulis, dan meneliti. Berbagai aktivitas
jejaring sosial ia matikan. Pokoknya pada hari itu ia memanfaatkannya khusus
untuk aktivitas riset. Strategi semacam inilah yang memungkinkannya untuk tetap
produktif.
Budaya riset tidak
bisa terbangun dengan sendirinya. Budaya ini harus didesain dan diupayakan
secara terus-menerus sehingga membutuhkan proses yang panjang. Tidak mungkin
membangun budaya riset secara instan karena budaya itu sendiri mensyaratkan
proses yang panjang.
Aspek penting lain
yang dijelaskan oleh Prof. Arskal Salim adalah tentang pentingnya proposal
penelitian yang bagus. “Menulis proposal pun masih menghadapi persoalan yang
luar biasa. Karena kultur meneliti dibangun dari proposal. Kasus yang ditulis
boleh kasus lokal, tetapi bagaimana kasus lokal tersebut dihubungkan dengan
kerangka teori yang lebih luas agar bisa dipahami oleh pembaca luas itu bukan
persoalan yang mudah”, tegas Arskal.
Pada bagian lain
Prof. Arskal juga menjelaskan tentang tantangan besar yang kini harus dihadapi
oleh para akademisi. Tantangan tersebut—antara lain—berupa keharusan akademisi
dan kalangan kampus untuk mengikuti perkembangan terkini dalam dunia keilmuan.
Salah satunya adalah tantangan berupa indeks untuk akademisi dan juga kalangan
kampus yang menentukan posisi. Beberapa indeks yang kini harus dicermati
adalah; webometric, google scholar citations, scopus index, QS world university
ranking.
Ada banyak hal lain
yang juga penting untuk diperhatikan, yaitu bagaimana membawa nama besar kampus
masing-masing. Salah satunya adalah bagaimana email addres masing-masing dosen
berbasis kampus. Ini penting sebagai bagian dari upaya membesarkan kampus
masing-masing. “Dosen kalau bisa memakai email kampus, bukan gmail atau yahoo”,
terang Prof. Arskal.
Tradisi Riset yang sudah kita bangun semoga berlanjut dengan tradisi menulis yg terpublikasi secara luas.
BalasHapusBetul sekali Bu. Menulis hasil penelitian harus ditindaklanjuti dengan mempublikasikannya agar manfaatnya semakin luas.
BalasHapus