Bisa Menulis Merupakan Anugerah

Juni 02, 2020

Ngainun Naim
Banyak sekali kawan yang ingin menulis tetapi mereka tidak kunjung juga menulis. Mereka menyampaikannya tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. Namun ada saja alasan mengapa mereka tidak menulis. Jika dicermati, alasan itulah yang menjadi penyebab mereka tidak menulis.

Ditinjau dari sisi modal pendidikan, mereka sangat memadai. Ajip Rosidi yang hanya tamat SMP saja bisa menulis dengan produktif, apalagi Anda yang sarjana, master, dan doktor.

Ditinjau dari sisi ekonomi, mereka berlebih untuk modal menulis. Banyak di antara yang ingin menulis itu memiliki laptop yang harganya sangat mahal. Tapi mengapa mereka tidak juga menulis? Ada banyak penulis yang produktif menghasilkan karya padahal hanya dengan menulis tangan. Jika tidak percaya cari saja datanya di google. Melimpah.

Ditinjau dari sisi budaya, menulis sesungguhnya sangat dekat. Pernah kuliah, sering membuat makalah, dan harus membuat aneka laporan tertulis. Coba bayangkan bagaimana sastrawan D. Zawawi Imron yang tinggal di pedalaman, tidak memiliki lingkungan yang kondusif untuk menulis, dan jauh dari akses bacaan. Tapi D. Zawawi Imron terus berkarya tanpa henti.

Sudut pandang yang lainnya sesungguhnya sangat banyak. Saya kira semuanya mendukung untuk menulis. Namun ternyata mereka tidak juga menulis. Itulah makanya saya menyebut bahwa menulis itu anugerah.

Anugerah merupakan pemberian dari Allah kepada makhluk-Nya. Dalam kaitannya dengan menulis, anugerah itu berupa kemampuan merangkai kata demi kata. Banyak orang yang ingin menulis tetapi tidak kunjung juga segera menulis. Karena itulah ketika bisa menulis, itu merupakan anugerah yang harus disyukuri.

Menulis adalah manifestasi dari rasa syukur. Lewat menulis yang dilakukan secara konsisten, anugerah menulis semakin tumbuh dan berkembang. Menulislah yang membuat kita menjadi orang berbeda.

Tentu berbeda dalam makna positif. Kita memiliki kelebihan yang tidak dimiliki kolega kita. Inikah anugerah yang harus disyukuri dengan terus menulis.

Tulungagung, 1-2 Juni 2020

35 komentar:

  1. Berkah ilmunya pak Doktor Ngainun Naim

    BalasHapus
  2. Tertantang untuk mulai menulis...terima kasih atas segala motivasinya pak..

    BalasHapus
  3. Berusaha untuk istiqomah dulu untuk menulis...

    Terima kasih pak dosen...

    BalasHapus
  4. Alasan pendidikan bisa jadi menjadi alasan pak, saya juga sempat pesimis, hanya berpendidikan S1, apa ya kalau saya menulis orang akan mau membaca, krn pendidikan saya. Saya sudah menyusun sbuah buku fiksi, terbit secara indi berisbn, tapi masih sampai saat ini belum PD, mempromosikan.

    BalasHapus
  5. Kemampuan menulis adalah anugerah. Cara mensyukurinya dengan terus menulis. Terimakasih pak untuk 'setruman' yang kesekian kalinya.

    BalasHapus
  6. Alhamdulilah. Lupa bersyukur mendapat anugerah. Daya mulai menulis buku harian ketika tinggal fi pedalaman Ksltim. Rssa sepi saya usir dengan menulis

    BalasHapus
  7. salam literasi, semoga ini menjadi spirit bagi siapapun yang ingin menulis

    BalasHapus
  8. Karena anugerah maka harus disyukuri, yaitu dengan melakukannya...ngaten Tadz?

    BalasHapus
  9. Subhanallah....
    Suka tulisan Pak Ngainun

    BalasHapus
  10. Saya suka menulis tapi jarang melakukannya

    BalasHapus
  11. Panutanku, tulisan yang menghujam ke dalam hati

    BalasHapus
  12. Saya suka menulis Pak, bahkan saat dalam keadaan sedih menulis merupakan obat. Tetapi tulisan masih dalam keadaan tercecer, menulis yang konsisten dg tema sehingga menghasilkan buku atau jurnal saya belum bisa melakukannya. Saya masih membutuhkan deadline dari orang lain untuk mendorong saya. Memanage diri sendiri sungguh sulit Pak..

    BalasHapus
  13. Acapkali, kita mumpet dibalik pembenaran alasan-alasan yg dilontarkan utk memulai menulis. Tulisan ini mengingatkan kembali, anugerah yg kita miliki melebihi semua alasan tersebut.

    Mabruuk, Pak Ngainun Naim . . Aamiin

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.