Pentingnya Mengoleksi Buku
Ngainun
Naim
Saya
suka
mengoleksi buku. Sejak menjadi mahasiswa S-1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya pada
awal tahun 1990-an, saya berusaha keras membeli buku. Caranya mungkin agak
ekstrim, yaitu dengan mengurangi jatah makan dalam satu hari.
Kebiasaan mengoleksi buku
ini terus berlanjut seiring perjalanan waktu. Tentu, jumlah buku semakin
menumpuk. Beberapa bagian rumah dipenuhi onggokan buku. Sekarang saya relatif
mengurangi membeli buku, meskipun bukan berarti tidak lagi mengoleksi buku. Selalu
saja ada buku kiriman dari kolega. Juga harus membeli buku karena memang
menurut saya sangat menarik. Intinya sekarang saya lebih selektif dalam
mengoleksi buku.
Beberapa tahun lalu saat
rumah harus berbenah, seorang tukang dengan melongo bertanya kepada saya. “Buku
sebanyak ini buat apa Mas?. Saya tersenyum. “Buat nggaya”, jawab saya dengan
terbahak.
Memiliki buku bukan
berarti sudah membaca semuanya. Jelas belum. Paling separo saja juga belum ada
yang terbaca secara tuntas. Meskipun demikian bukan berarti belum terbaca sama
sekali. Jika memiliki kepentingan menulis artikel jurnal atau makalah maka saya
membaca secara cepat. Saya mencari bagian demi bagian yang mendukung argumen
yang saya bangun. Setelah saya input, buku saya kembalikan.
Saya juga membaca secara
utuh bagian demi bagian. Saya membaca biasanya secara ngemil. Saya membaca
sedikit demi sedikit. Setiap hari minimal 10 halaman. Satu buku biasanya butuh
waktu 1-2 minggu. Saya berusaha menikmati bagian demi bagian dari buku yang
saya nikmati.
Mengapa terus mengoleksi
buku? Tentu ada banyak alasannya. Saya teringat ceramah seorang kiai tentang
pentingnya mengoleksi buku dan kitab. Fungsi yang utama adalah sebagai uswah atau contoh buat keluarga. Jika ada
banyak buku dan kita sebagai orang tua sering membaca, anak-anak kita akan
melihatnya. Mereka—sedikit atau banyak—akan terbangun kesadarannya untuk
membaca.
Buku juga menjadi sumber
inspirasi yang tiada bertepi. Lewat buku yang saya miliki, saya sering
mendapatkan inspirasi untuk menulis. Buku sangat mendukung terhadap aktivitas
saya dalam menulis.
Sebagai penutup catatan
ini, saya mengutip status facebook seorang intelektual Muslim yang saya kagumi,
yaitu Fachry Ali. Status yang diunggah pada 12 Juni 2020 tersebut sangat
inspiratif.
Mumpung ingat, saya ingin berterimakasih kpd kawan2. Benny
Patiwanggono, Harry Fadjar, Imron Rosadi, Sony Sumarsono dan beberapa lainnya.
Mereka, ketika kami belajar di Monash University, Clayton, Melbourne, telah
turut membantu mengepak buku2 saya seberat 1,5 ton pd Agustus 1994. Saya juga
berterimakasih kpd Dita Axioma yg telah meminjamkan yang $A2000 untuk membayar
biaya pesawat pemulangan buku2 tsb dlm bentuk unaccompanied luggage. Juga kpd
Ketut Mardjana, yg telah lebih dahulu selesai kuliah, yg telah membantu
mengeluarkan buku2 tsb dari imigrasi di Jkt. Buku2 tsb kami buru di toko2 loak
mulai dari Melbourne, Sydney hingga Canberra. Anggota pemburu itu, antara lain,
adalah Abdul Aziz (pernah menjadi anggota KPU), Ketut Mardjana, Dita Axioma dan
almarhum Prof Ahmad Suhelmi. Kami mengejarnya dg asumsi sukar mendapatkan buku2
tsb di Indonesia. Dan harus saya akui, saya bisa bertahan hidup dg
‘mengeksploitasi’ buku2 tsb. Kini, buku yg terkumpul di perpustakaan saya
bertambah. Kira2 20 ribu judul buku. Jadi, those books have begotten many more
books (buku2 itu telah memperanak-pinak buku2 dlm jumlah lebih banyak). Dan
juga telah melahirkan banyak buku, tulisan, makalah, artikel atau kolom yg
lumayan banyaknya.
Tulungagung,
19 Juni 2020
Woow amazing. Raksasa pemikiran, pelahap buku.
BalasHapusHanya buat nggaya Mas
HapusWah inspiratif pak,jadi speti perpustakaan mini dirumh ya pak.
BalasHapusTerima kasih.
HapusPatut ditiru dan dibudayakan dalam keluaga
BalasHapusTerima kasih Bu Kanjeng
HapusWuihh...keren
BalasHapusBiasa wae Mas
HapusPerpustakaan rumah.luar biasa
BalasHapusMung nggaya kok Mas
HapusKisah yg waw dan inspiratif sekali.
BalasHapusMatur suwun
HapusInspiratif... Nggaya yg halal..
BalasHapusHa ha ha 😂😂😂😂
HapusKata bapak saya kalau di rumah ada banyak buku menunjukkan yg empunya rumah orang yg berpendidikan...
BalasHapusLeres nggih pak dosen?
Insyaallah makaten
HapusNggaya versi bapak literasi pasti menginspirasi.
BalasHapusHe he he
HapusMantap prof.
BalasHapusMatur suwun
HapusLuar biasa pak, saya sangat bersyukur bisa bertemu bapak dalam grup ini. Terima kasih pak...dapat membaca tulisan bapak. Alhamdulillah.
BalasHapusTerima kasih Bu
HapusNggaya prof ini yg sulit diikuti yg lain..
BalasHapusProf Naim memang gudang ilmu dan referensi hidup..
Saya sangat hormat dan kagum
Matur suwun
HapusKalau saya ini beneran cuma 'nggaya', banyak buku dibeli tapi tak tuntas-tuntas membacanya.
BalasHapusHe he he. Saya baca di blog Panjenengan, bacanya sangat banyak Mas
Hapus