Pentingnya Mengoleksi Buku

Juni 19, 2020

Ngainun Naim


Saya suka mengoleksi buku. Sejak menjadi mahasiswa S-1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya pada awal tahun 1990-an, saya berusaha keras membeli buku. Caranya mungkin agak ekstrim, yaitu dengan mengurangi jatah makan dalam satu hari.
Kebiasaan mengoleksi buku ini terus berlanjut seiring perjalanan waktu. Tentu, jumlah buku semakin menumpuk. Beberapa bagian rumah dipenuhi onggokan buku. Sekarang saya relatif mengurangi membeli buku, meskipun bukan berarti tidak lagi mengoleksi buku. Selalu saja ada buku kiriman dari kolega. Juga harus membeli buku karena memang menurut saya sangat menarik. Intinya sekarang saya lebih selektif dalam mengoleksi buku.
Beberapa tahun lalu saat rumah harus berbenah, seorang tukang dengan melongo bertanya kepada saya. “Buku sebanyak ini buat apa Mas?. Saya tersenyum. “Buat nggaya”, jawab saya dengan terbahak.
Memiliki buku bukan berarti sudah membaca semuanya. Jelas belum. Paling separo saja juga belum ada yang terbaca secara tuntas. Meskipun demikian bukan berarti belum terbaca sama sekali. Jika memiliki kepentingan menulis artikel jurnal atau makalah maka saya membaca secara cepat. Saya mencari bagian demi bagian yang mendukung argumen yang saya bangun. Setelah saya input, buku saya kembalikan.
Saya juga membaca secara utuh bagian demi bagian. Saya membaca biasanya secara ngemil. Saya membaca sedikit demi sedikit. Setiap hari minimal 10 halaman. Satu buku biasanya butuh waktu 1-2 minggu. Saya berusaha menikmati bagian demi bagian dari buku yang saya nikmati.
Mengapa terus mengoleksi buku? Tentu ada banyak alasannya. Saya teringat ceramah seorang kiai tentang pentingnya mengoleksi buku dan kitab. Fungsi yang utama adalah sebagai uswah atau contoh buat keluarga. Jika ada banyak buku dan kita sebagai orang tua sering membaca, anak-anak kita akan melihatnya. Mereka—sedikit atau banyak—akan terbangun kesadarannya untuk membaca.
Buku juga menjadi sumber inspirasi yang tiada bertepi. Lewat buku yang saya miliki, saya sering mendapatkan inspirasi untuk menulis. Buku sangat mendukung terhadap aktivitas saya dalam menulis.
Sebagai penutup catatan ini, saya mengutip status facebook seorang intelektual Muslim yang saya kagumi, yaitu Fachry Ali. Status yang diunggah pada 12 Juni 2020 tersebut sangat inspiratif.
Mumpung ingat, saya ingin berterimakasih kpd kawan2. Benny Patiwanggono, Harry Fadjar, Imron Rosadi, Sony Sumarsono dan beberapa lainnya. Mereka, ketika kami belajar di Monash University, Clayton, Melbourne, telah turut membantu mengepak buku2 saya seberat 1,5 ton pd Agustus 1994. Saya juga berterimakasih kpd Dita Axioma yg telah meminjamkan yang $A2000 untuk membayar biaya pesawat pemulangan buku2 tsb dlm bentuk unaccompanied luggage. Juga kpd Ketut Mardjana, yg telah lebih dahulu selesai kuliah, yg telah membantu mengeluarkan buku2 tsb dari imigrasi di Jkt. Buku2 tsb kami buru di toko2 loak mulai dari Melbourne, Sydney hingga Canberra. Anggota pemburu itu, antara lain, adalah Abdul Aziz (pernah menjadi anggota KPU), Ketut Mardjana, Dita Axioma dan almarhum Prof Ahmad Suhelmi. Kami mengejarnya dg asumsi sukar mendapatkan buku2 tsb di Indonesia. Dan harus saya akui, saya bisa bertahan hidup dg ‘mengeksploitasi’ buku2 tsb. Kini, buku yg terkumpul di perpustakaan saya bertambah. Kira2 20 ribu judul buku. Jadi, those books have begotten many more books (buku2 itu telah memperanak-pinak buku2 dlm jumlah lebih banyak). Dan juga telah melahirkan banyak buku, tulisan, makalah, artikel atau kolom yg lumayan banyaknya.

Tulungagung, 19 Juni 2020

26 komentar:

  1. Woow amazing. Raksasa pemikiran, pelahap buku.

    BalasHapus
  2. Wah inspiratif pak,jadi speti perpustakaan mini dirumh ya pak.

    BalasHapus
  3. Patut ditiru dan dibudayakan dalam keluaga

    BalasHapus
  4. Perpustakaan rumah.luar biasa

    BalasHapus
  5. Kisah yg waw dan inspiratif sekali.

    BalasHapus
  6. Inspiratif... Nggaya yg halal..

    BalasHapus
  7. Kata bapak saya kalau di rumah ada banyak buku menunjukkan yg empunya rumah orang yg berpendidikan...

    Leres nggih pak dosen?

    BalasHapus
  8. Nggaya versi bapak literasi pasti menginspirasi.

    BalasHapus
  9. Luar biasa pak, saya sangat bersyukur bisa bertemu bapak dalam grup ini. Terima kasih pak...dapat membaca tulisan bapak. Alhamdulillah.

    BalasHapus
  10. Nggaya prof ini yg sulit diikuti yg lain..

    Prof Naim memang gudang ilmu dan referensi hidup..
    Saya sangat hormat dan kagum

    BalasHapus
  11. Kalau saya ini beneran cuma 'nggaya', banyak buku dibeli tapi tak tuntas-tuntas membacanya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. He he he. Saya baca di blog Panjenengan, bacanya sangat banyak Mas

      Hapus

Diberdayakan oleh Blogger.